Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta || Nasionalis-marhaenis || Adil sejak dalam pikiran..

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Donald Trump & Bayangan Reaganisme dalam Pidato Kongresnya: Analisis Kritis atas Retorika dan Kebijakannya

7 Maret 2025   10:00 Diperbarui: 6 Maret 2025   21:08 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trump berpidato di Kongres AS (Sumber: AP News)

Dalam sebuah pidato resminya di hadapan Kongres Amerika Serikat, Donald Trump kembali menunjukkan gaya komunikasinya yang provokatif dan mengundang kontroversi.

Dengan mengklaim bahwa dirinya telah "diselamatkan oleh Tuhan" untuk memimpin Amerika menuju era keemasan, Trump tidak hanya sedang mengandalkan retorika yang bersifat populis, ia juga sedang mencerminkan kecenderungan otoritarianismenya yang semakin mengakar dalam politik Amerika kontemporer.

Pidato Donald Trump dalam hal ini sarat dengan kebohongan-kebohongan faktual, nasionalisme yang ultraekstrem, dan berbagai ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi oleh Negeri Paman Sam.

Narasi Trump: Populisme yang Berkembang Menjadi Neo-Reaganisme

Salah satu poin utama dalam pidato Donald Trump adalah klaimnya bahwa ia memenangkan pemilu dengan "mandat elektoral terbesar dalam beberapa dekade." Pernyataan seperti ini jelas bertolak belakang dengan kenyataan bahwa ia hanya memperoleh "pluralitas" suara, bukan suara yang mayoritas absolut.

Bahkan, ia hanya meraih kemenangan yang lebih tipis dibandingkan pendahulunya, Joe Biden. Klaim sebagaimana Trump lakukan ini merupakan strategi klasik dalam politik narsistik yang berusaha untuk menciptakan realitas alternatif di mana "ia adalah pemimpin yang tak terbantahkan."

Ronald Reagan (Sumber: Tempo.co)
Ronald Reagan (Sumber: Tempo.co)

Lebih jauh lagi, Trump juga mengusung kebijakan ekonomi yang mencerminkan warisan dari politik ala Reaganisme, terutama dalam hal pemotongan pajak bagi kaum elite dan kebijakan yang meminggirkan kelas pekerja. Ia mengulang narasi lama tentang "pemborosan sosial" dengan menyebarkan klaim-klaim tak berdasar, seperti anggaran jutaan dolar untuk "membuat tikus menjadi transgender."

Kebijakan Trump tersebut jelas mengingatkan kita pada era Ronald Reagan yang menggunakan istilah "welfare queens" untuk membangun dukungan semu terhadap kebijakan pemotongan kesejahteraan sosial yang ia usung.

Kebijakan Luar Negeri: Ekspansi Imperialisme dalam Kemasan Baru

Dalam ranah politik luar negeri, Trump tampak semakin berani mengusung kebijakan ekspansionisme yang agresif. Salah satu pernyataan paling mencolok dalam pidatonya adalah tentang kepemilikan Greenland oleh Amerika Serikat yang dinyatakannya sebagai kebutuhan strategis nasional.

Pernyataan itu seakan-akan menghidupkan kembali kebijakan imperialistik abad ke-19, situasi di mana negara-negara besar merasa memiliki hak "suci" untuk mencaplok wilayah-wilayah lain demi kepentingan nasional mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun