David Van Reybrouck memaparkan bahwasanya Revolusi Indonesia telah memberikan pengaruh global, meski terjadi di wilayah yang ada di pinggiran peta. Van Reybrouck kemudian menambahkan dalam bukunya Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World[1] bagaimana tentang proses dekolonisasi Indonesia, meski harus melibatkan kekuatan besar dan dampak yang mengglobal, cenderung dipandang sebagai perjuangan nasional semata, terutama di Indonesia dan khususnya di Belanda. Ia berargumentasi bahwa sesungguhnya sejarah Indonesia seharusnya dilihat dalam kerangka global yang lebih luas, bukan hanya dalam perspektif nasional sempit yang hanya menitikberatkan pada hubungan antara negara penjajah dan negara yang dijajah.Â
Artikel ini kami tulis untuk mengulas pemikiran Van Reybrouck yang membahas mengenai pentingnya mengakui dimensi internasional dari Revolusi Indonesia dan bagaimana peristiwa tersebut ternyata telah mempengaruhi bukan hanya Indonesia, melainkan juga banyak negara di seluruh dunia.
Revolusi Indonesia dan Dampaknya pada Dunia
Van Reybrouck berpendapat bahwasanya Revolusi Indonesia, yang dimulai dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, merupakan titik permulaan dari transformasi besar-besaran dalam tatanan dunia pasca-Perang Dunia II. Walaupun Revolusi Indonesia sering kali dipandang sebagai sebuah peristiwa tingkat kawasan, bahkan lokal, Van Reybrouck menabraknya dengan penegasan bahwa revolusi ini nyata-nyata melampaui itu dan memiliki dampak yang jauh melampaui batas-batas nasional Indonesia.
Seperti yang ia ungkapkan, "Dunia turut terlibat dalam revolusi Indonesia dan juga mengalami perubahan oleh revolusi tersebut." Revolusi ini nyata-nyata memberi inspirasi bagi banyak negara baru yang sedang berjuang untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan, terutama di dunai Asia, Afrika, dan kawasan Arab.
Revolusi Indonesia, dapat dikatakan, bukan sekadar perang antara negara penjajah dan yang dijajah, melainkan melibatkan berbagai aktor internasional dan regional, yang mana menjadikan Revolusi Indonesia sebagai peristiwa internasional. Proses dekolonisasi yang terjadi di Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti keterlibatan negara-negara tetangga, pengaruh aliansi internasional, dan peran organisasi internasional.
Van Reybrouck berpendapat bahwa jika kita hanya melihat dekolonisasi dalam kerangka pertarungan dua pihak antara penjajah dan negara jajahan saja, kita akan terjebak dalam narasi nasional yang amat terbatas. Sebaliknya, ia menyarankan agar sejarah Indonesia seperti ini dilihat dari perspektif global yang lebih kompleks dan saling terkait dengan proses-proses dekolonisasi di tempat lain.
Perspektif Nasional dan Global dalam Sejarah Revolusi Indonesia
Van Reybrouck mencatat bahwa, meski Revolusi Indonesia memiliki dimensi internasional yang signifikan dalam banyak hal, revolusi ini lebih banyak diperingati hanya dalam konteks nasional, baik di Indonesia maupun Belanda. Di Indonesia, Revolusi Kemerdekaan dianggap sebagai kisah heroik di tingkat nasional yang menjadi fondasi pembentukkan negara. Nama-nama pahlawan yang terlibat dalam perjuangan ini dihormati oleh seluruh jajaran baik rakyat maupun pemerintah dengan cara pemberian nama bandara, jalan, dan patung yang tersebar di seluruh negeri. Museum-museum yang menyajikan cerita perjuangan kemerdekaan dengan cara yang sangat simbolik, seperti diorama dan pameran visual yang menggambarkan "perang suci" untuk revolusi kemerdekaan, berfungsi untuk memperkuat narasi-narasi heroisme tersebut.
Namun, narasi nasional ini, meski penting untuk memelihara persatuan bangsa di tengah keberagaman etnis dan ideologis, sering kali mengabaikan dimensi internasional yang lebih luas. Van Reybrouck menyebutkan bahwasanya di Indonesia, narasi Revolusi sering kali hanya digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan negara, terutama untuk menghadapi upaya separatisme seperti yang terjadi di Aceh atau Papua. Ini terlihat di dalam cara sejarah kemerdekaan Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah, di mana periode Revolusi (1945-1949) mendapatkan perhatian yang sangat besar, sedangkan periode pasca-1950 sering kali tidak terlalu disorot dan lebih sedikit mendapatkan penjabaran yang mendetail.
Tirani Sejarah Nasional dan Tantangan Sejarah yang Lebih Luas
Van Reybrouck menyatakan bahwa kelompok sejarawan muda Indonesia muncul di era kontemporer untuk menantang pandangan tentang revolusi Indonesia sebagai sentral dari sejarah Indonesia. Mereka berpendapat bahwa sejarah Indonesia tidak seharusnya dilihat secara sempit hanya melalui lensa nasionalisme saat revolusi bergelora. Sebagai contoh, generasi baru dari sejarawan ini menentang apa yang mereka sebut sebagai Tirani Sejarah Nasional (National History Tyranny), yang terlalu berfokus pada narasi kemerdekaan dan perjuangan lokal, dan kurang menyoroti peran Indonesia dalam kancah internasional.