Pendahuluan
Dalam ajaran Islam, terdapat prinsip penting dalam agama yang menyatakan bahwa "tidak ada paksaan dalam agama" (QS Al-Baqarah: 256). Ayat ini kerap kali menjadi landasan bagi umat Islam untuk menjelaskan hubungan antara kebebasan beragama dan penerapan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.Â
Fethullah Glen, seorang cendekiawan Islam yang sangat dihormati, pernah menjelaskan konsep ini secara mendalam dalam kaitannya dengan kebebasan individu, menjalankan kewajiban dalam beragama, dan kondisi historis Islam. Penjelasan yang dijelaskan olehnya mencakup perspektif teologis, hukum, dan sosial.
"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Baqarah: 256)
Inti dari Prinsip "Tidak Ada Paksaan dalam Agama"
Menurut Glen, agama pada dasarnya merupakan panggilan hati bagi tiap-tiap makhluk yang diberikan kehendak bebas untuk mengenali dan menyembah Penciptanya. Niat dan kehendak bebas menjadi dasar dari semua tindakan yang memiliki nilai religius, termasuk ibadah formal dan sikap-sikap batiniah yang menjadi tanggung jawab seseorang di hadapan Tuhan.Â
Tanpa adanya niat yang tulus, tindakan seseorang akan kehilangan makna religiusitasnya. Oleh karena itu, paksaan dalam agama bertentangan dengan prinsip bahwa tindakan seseorang haruslah dinilai berdasarkan niatnya di dalam batin (qalbu atau hati).
Islam sama sekali tidak mengizinkan adanya paksaan dalam pelaksanaan ibadah ataupun pemaksaan terhadap non-Muslim untuk masuk Islam. Dalam sejarah pemerintahan kekhalifahan Islam, non-Muslim selalu diberikan kebebasan penuh dalam menjalankan agama mereka selama para non-Muslim menerima aturan pemerintahan Islam tersebut.Â
Sebagai imbalannya, para non-Muslim diwajibkan untuk membayar jizyah (pajak kapitulasi) dan kharaj (pajak tanah). Dengan demikian, kekhalifahan Islam akan memberi mereka jaminan perlindungan atas hak-hak hidup, harta benda, dan kebebasan beragama.
Kebebasan Beragama dalam Islam
Kehidupan yang Islami tidak dapat dipaksakan kepada seseorang ataupun kelompok tertentu, karena keimanan (faith) adalah inti dari ajaran Islam. Iman, sebagai keyakinan yang berasal dari lubuk hati dan nurani, tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan apa pun, kecuali kekuatan yang berasal dari kehendak diri seseorang dengan rida dari Tuhan.Â
Bahkan jika seseorang mengikuti ritual-ritual agama akibat tekanan eksternal, hal tersebut tidak akan memiliki arti dalam konteks agama (religiusitas). Sejak zaman Nabi Adam a.s., tidak ada ajaran agama yang memaksa seseorang untuk meninggalkan keimanan atau memaksa seseorang untuk berpaling menuju kebenaran.Â
Akan tetapi, pihak-pihak yang tidak berimanlah yang sering kali berusaha memaksa orang-orang beriman untuk meninggalkan agama mereka.