Muhammad Abduh, salah satu tokoh teolog dan pembaharu Islam asal Mesir, di dalam Rislat Al-Tawd membahas kategori pengetahuan dan prinsip-prinsipnya, yang dijelaskan olehnya dengan amat apik. Muhammad Abduh membagi objek pengetahuan manusia ke dalam tiga kategori utama.
A. Kategori Pengetahuan
1. Yang Kontingen (Contingent)
Yang Kontingen adalah sesuatu yang eksistensinya tidak ada secara independen, tetapi ada karena pengaruh atau sebab eksternal. Eksistensi kontingen dapat terjadi atau tidak terjadi tergantung pada ada atau tidaknya faktor yang memberikannya eksistensi. Misalnya, keberadaan suatu benda yang muncul karena faktor tertentu, seperti pohon yang tumbuh karena air dan cahaya matahari. Konsep ini menekankan bahwa segala sesuatu yang kontingen tidak memiliki alasan eksistensial dalam dirinya sendiri, tetapi bergantung pada sesuatu di luar dirinya untuk ada (bereksistensi).
2. Yang Niscaya Ada (Necessarily Self-existent)
Necessarily Self-existent merujuk pada entitas yang eksistensinya tidak bergantung pada faktor eksternal mana pun. Ia "ada" dengan sendirinya dan menjadi penyebab utama dari segala sesuatu yang ada. Ini adalah konsep yang berkaitan dengan Tuhan atau eksistensi absolut yang tidak dapat disangkal. Eksistensi yang niscaya ini tidak memiliki sebab di luar dirinya dan menjadi dasar bagi keberadaan segala sesuatu yang lain.
3. Yang Tidak Mungkin Ada (Inherently Impossible of Existence)
Yang Tidak Mungkin Ada adalah konsep tentang sesuatu yang secara inheren mustahil untuk ada. Keberadaannya tidak dapat dibayangkan atau dikonsepsikan karena tidak mungkin ada. Misalnya, segitiga dengan empat sisi atau konsep yang secara logis kontradiktif, seperti dogma trinitas, dwinatur, dll. Meskipun tidak ada dalam kenyataan, konsep ini diperlukan untuk memahami batas-batas logika dan eksistensi. Dan juga, meskipun tidak eksis, penting untuk memahami kategori ini untuk membedakan apa yang mungkin, apa yang niscaya, dan apa yang tidak mungkin.
B. Prinsip Ketidakmungkinan (The Principle of the Impossible)
Prinsip Ketidakmungkinan menyatakan bahwasanya sesuatu yang eksistensinya mustahil tidak dapat dibayangkan atau dipikirkan sebagai "ada". Non-eksistensi adalah bagian integral dari esensi sesuatu yang mustahil ada. Jika sesuatu yang mustahil ada, maka itu akan menghapus esensinya sendiri, karena esensinya adalah tidak adanya eksistensi.
Jika kita mencoba membayangkan bahwa sesuatu yang mustahil itu ada, esensinya akan bertentangan dengan eksistensinya. Misalnya, jika kita mengatakan bahwa suatu segitiga memiliki empat sisi, itu bukan hanya mustahil, tetapi juga menjadi kontradiksi internal yang merusak esensinya sebagai segitiga. Sama halnya dengan menyatakan manusia yang lahir dari rahim seorang ibu sebagai tuhan, mau dibagaimanapun juga, maka yang ada hanyalah ketiadaan dan kemustahilan karena kontradiksinya.
Bahkan dalam imajinasi, sesuatu yang mustahil tidak dapat ada. Hal mustahil itu bukan hanya tidak ada dalam realitas fisik, melainkan juga tidak mungkin ada secara konseptual (ide). Oleh karena itu, pikiran kita tidak dapat membentuk gagasan nyata tentang sesuatu yang tidak mungkin ada, kecuali sebagai gagasan ketidakmungkinan itu sendiri.
Pikiran manusia tidak dapat membentuk citra atau konsep eksistensial dari sesuatu yang mustahil. Kita hanya dapat memahami konsep ketidakmungkinan sebagai ketiadaan eksistensi yang tidak mungkin diraih. Dengan demikian, ketidakmungkinan itu tidak dapat ada baik dalam realitas maupun dalam pemikiran.
C. Prinsip Kontingen (The Principles of the Contingent)
Prinsip pertama dari yang kontingen adalah bahwa ia tidak ada atau ada karena sebab eksternal. Maka, ini berarti bahwa sesuatu yang kontingen tidak memiliki eksistensi dalam dirinya sendiri, tetapi eksistensinya bergantung pada sesuatu yang lain. Dalam pengertian ini, keberadaan yang kontingen selalu bersifat sementara dan bisa ada atau tidak ada tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Contohnya adalah hujan. Jika suatu objek kontingen seperti hujan hanya ada ketika semua penyebab eksternal (awan, kelembapan, suhu) terpenuhi, maka keberadaannya tidak niscaya. Tanpa adanya kondisi-kondisi tersebut, hujan tidak akan terjadi.Â