Mohon tunggu...
M Daffa Rafiecena
M Daffa Rafiecena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Memberi inspirasi bukan sensasi

Lahir di Jakarta, traveler, culinary and movies lover, Mahasiswa Hukum, Sedang menata masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Corona Oh Corona

28 Maret 2020   20:42 Diperbarui: 30 Maret 2020   08:06 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Klik peta ini jika ingin mengetahui jumlah kasus COVID-19 terkini.

Semua berubah saat negara api menyerang

Virus corona alias Covid-19 pada awalnya menyerang provinsi Wuhan China membuat pemerintah panik hingga membuat kebijakan lockdown pada provinsi tersebut, dua bulan kemudian wabah Covid-19 dinyatakan WHO menjadi pandemik dunia berdampak langsung setiap sektor terutama ekonomi karena sejumlah besar negara ekonomi maju seperti di Eropa dan Amerika terkena dampak langsung, dan dipredisi akan menjadi krisis dunia yang paling krisis dibandingkan pada 2008 lalu.

Sayangnya semenjak wabah masih bersifat epidemi di Wuhan, banyak negara termasuk Indonesia pun meremehkan wabah virus tersebut, apalagi dampak covid-19 sempat dibilang seperti flu biasa, hanya menyerang pada orang tua (diatas 60) saja, hanya orang keturunan asia paling berpotensi terkena dampak dan disebut sebagai penyebar, dan hal tersebut menyebabkan tingginya sikap rasial terhadap keturunan asia di Eropa dan Amerika, juga yang paling menyedihkan lagi hampir tak ada satupun mempersiapkan dampak wabah untuk lebih buruk lagi, akhirnya apa yang kita dapat?

Sejumlah negara termasuk kita yang sempat menganggap remeh mendapatkan simakalamanya sendiri bisa saya sebut karma is real atas kearoganan kita masing-masing, sekarang pusat pandemik bukan lagi China melainkan Italia dan negara Eropa lainnya.

Lain cerita untuk negara China sekarang berhasil memenangkan perang terhadap Covid-19 dengan kesigapan negara dan kedisiplinan rakyatnya sekitar dua setengah bulan.

Korea yang sempat memilki kasus tertinggi namun memiliki rasio kematian yang kecil walau tidak sedang lockdown melainkan negara sendiri melakukan rapid test dengan jumlah tenaga medis dan alat perlengkapan yang memadai.

Ada hal positif juga atas tragedi Covid-19 seperti memberi kesempatan bumi untuk merasakan bebas ya beban dari keserakahan manusia. 

Tak ada yang (tidak bisa) menghindari kesalahan 

Saya mengakui kecewa atas arogansi negara kita tercinta menghadapi Covid-19 memakan 500 jiwa lebih dan jumlah korban meninggal lebih tinggi dari yang sembuh termasuk puluhan tenaga medis yang menangani akibat sarana kesehatan dan kebutuhan yang kurang, profesionalitas birokrasi tidak efisien, dan lebih parah bila banyak rakyat bandel masih berkeliaran dan berkumpul saat wabah masih terjadi.

Dengan perumpamaan seandainya wabah sudah menjadi puncak bahkan saat ramadhan, seolah-olah kita menyalahkan negara atas terlambatnya penanganan, justru kita juga bodoh dan sok jagoan seolah-olah merasa paling benar secara tidak mau sadar menyebabkan penyebaran meluas, mengambil kesempatan dalam kesempitan seperti liburan karena jalanan sudah sepi, panic buying, dan menimbun persediaan yang langka, secara tak langsung kita juga membunuh tenaga medis dan penderita yang kritis perlahan-lahan.

Bukannya saya mengamini hal tersebut walau saya melihat realita yang ada, tingkat kerumitan dalam penanganan saya mengambil 40 persen birokrasi negara tidak efisien, dan 60 persen kebodohan dan arogansi kita sendiri.

Bayangkan saja bila ramadhan tahun ini tidak ada tradisi bukber, jual takjil, tarawih bersama, dan pulang kampung untuk merayakan lebaran.

Peneliti yang dilakukan ITB sempat memprediksi wabah Covid-19 di Indonesia akan berakhir pada April, justru dimajukan ke akhir Mei atau Awal Juni atas tidak terkendalinya jumlah suspect jika negara dan rakyatnya tidak saling sinkron, bisa disebutkan terjadinya pembentukkan kurva kembar siam. 

Maksud kurva tersebut pas terjadinya penurunan jumlah kasus, kemudian menjadi meningkat tak terkendali pada saat ramadhan jika faktor yang saya sebutkan tetap tidak berubah. 

Kesimpulan dari kurva tersebut tak ada yang bisa memprediksi secara akurat terutama kita kapan perang kita jalankan berakhir, hingga peneliti dari luar menduga Indonesia sudah menyembunyikan jumlah kasus sebenarnya mencapai jutaan lebih mengingat besarnya luas wilayah negara, jumlah penduduk tertinggi didunia, pengendalian yang diluar kendali, kurangnya profesionalitas tenaga media serta fasilitas yang memadai, sampai tidak transparannya informasi membuat kita menjadi semakin panik. 

Apakah kita harus menuntut vonis bebas raja Sunda Empire karena hanya beliau yang dapat menghentikan virus itu?

Atas konsekuensi meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia, banyak netizen menuntut negara untuk melaksanakan lock down tanpa memikirkan dampak yang panjang, menurut pendapat saya sepertinya setengah hati karena dampak yang begitu besar seperti panic buying dimana-mana, pedagang kecil kolaps, warga miskin semakin rentan, bahkan WHO pun sendiri tidak merekomendasikan hal tersebut dianggap hanya memberi waktu dalam hal menangani, jika krisis berkepanjangan karena tuntutan mereka bukannya sadar malah saling menghujat agar mendapat beasiswa masuk tanah jahanam.

Saat ini kita dihimbau untuk melakukan social distancing untuk memutus rantai Covid-19 sendiri dengan melakukan aktivitas #dirumahaja seperti work from home, mengerjakan tugas sekolah, dan menghindari aktivitas yang tak penting.

Sayangnya hal paling miris masih dilakukan warga 62+, libur selama 2-3 minggu digunakan untuk social distancing justru dimanfaatkan libur beneran buat orang berotak dengkul yang merasa sok jagoan paling ikhlas jika terkena, atau merasa ini adalah momentum yang tepat atas bosannya mereka selalu menghadapi macet selama liburan, apa harus menunggu lock down selama ramadhan? 

Percayalah bahwa keselamatan rakyat menjadi aset terpenting sebuah negara selain wilayah, dan pemerintah yang berdaulat.

Tidak ada salah bila mempermudah pemda melakukan karantina wilayah asal suplai kebutuhan tetap terjaga, penjagaan aparat bersenjata terhadap beberapa tempat yaitu tempat hiburan dan rekreasi agar tak ada lagi liburan ala orang tolol, semua ritel dan apotik dalam rangka pencegahan kelangkaan suplai akibat panic buying, dan pengawasan terhadap jalur dan metode transportasi, serta penerapan pasal percobaan pembunuhan bagi suspect yang kabur dari isolasi.

Meski begitu jangan ada saling menyalahkan, justru momentum Covid-19 waktu paling tempat untuk bergotong royong secara ikhlas. 

Kita sebagai manusia baik negara atau rakyat sebagai makhluk ciptaan tuhan paling sempurna karena tempat semua dosa dan kesalahan agar dapat mencerminkan diri sendiri untuk tidak melakukan kesalahan yang berikutnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun