Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Perihal Importasi dan Amputasi Mafia Garam

31 Juli 2017   20:09 Diperbarui: 4 Agustus 2017   19:19 3534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lahan garam di Jeneponto, Sulsel (foto: Kamaruddin Azis)

Beberapa sentra garam nasional di antaranya Cireben di Jawa Barat. Cirebon adalah penghasil garam rakyat terbesar di Indonesia. Produksinya 435,4 ribu ton garam pada 2015. Tertinggi dibandingkan 19 kabupaten lainnya. Setelah Cirebon, menyusul Sampang yang mencapai 400 ribu ton, lalu Pati, Jawa Tengah sebesar 381,7 ribu ton. Di 2015, produksi garam nasional mencapai 2,9 juta ton meningkat 16,5 persen dari tahun sebelumnya.

Di luar Jawa dan Madura hanya ada dua lokasi di Sulawesi Selatan yang tertinggi dan masih doyan garam yaitu Je'neponto dan Pangkep. Kedua kabupaten ini berada pada posisi 13-14 dari 20 kabupaten produsen utama bersama Indramayu, Sumenep, Rembang, Bima, Demak, Pamekasan, Surabaya, Jepara, Brebes, Pangkajene, Jeneponto, Lamongan, Tuban, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Gresik.

Jika melihat kapasitas produksi keseluruhan yang mendekati 3 juta ton itu, maka tidak ada alasan untuk impor, setidaknya pada saat itu.

Tahun ini, di bulan Juli ini, sebagaimana yang belakangan ini terjadi, produksi tersebut berkurang drastis dalam satu tahun terakhir akibatnya harga garam naik menembus 400 persen. Garam kemasan 400 gram biasa dijual seharga Rp 1.000 saat ini sudah menyentuh harga Rp 4.000 per bungkus. Ini berlaku di banyak wilayah.

Pemerintah melalui KKP menyatakan bahwa bahwa kekurangan stok garam nasional saat ini terjadi karena petambak garam di beberapa daerah sentra penghasil garam belum mulai panen. Sebenarnya, kondisi saat ini sudah bisa diprediksi ketika diperoleh informasi bahwa produksi garam domestik antara 2010 hingga 2015 menunjukkan fluktuasi.

Pada 2011, sebagaimana ditulis Kata Data, produksi naik lebih 52 persen menjadi 2,47 juta ton, namun anjlok hampir 53 persen menjadi 1,16 juta ton pada tahu berikutnya. Ketidakpastian musim serta tingginya curah hujan membuat produksi garam domestik cukup fluktuatif.


Yang terjadi kemudian adalah ditempuhnya kebijakan penerbitan rekomendasi impor bahan baku garam konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku garam konsumsi pada 2017. Standar garam konsumsi berkadar Natrium Chlorida (NaCl) yang paling sedikit 97% yang menjadi perdebatan mengapa harus ada impor garam industri beryodium.

Sampai di sini, hiruk pikuk publik pada isu garam mencuat, mengalahkan isu-isu besar seperti kekejaman Israel di Palestina, sowan Prabowo ke SBY, kasus Novel Baswedan hinga utang negara yang kini telah menembus langit tak bertepi.

Tinjauan KKP

Memperhatikan cuitan KKP di akun twitter KKP (31/07), diperoleh informasi bahwa kebutuhan garam nasional rerata 4 juta ton per tahun sementara produksi garam petani dan PT Garam dalam satu tahun pada angka 2.4 juta. Ada kekurangan 1,6 juta ton.

"Produksi ini ditopang oleh lahan produksi (on farm) masyarakat dan kurang lebih 30 ribu hektar dari PT Garam," cuitnya. Ditambahkan bahwa sejauh ini berdasarkan pantauan di lapangan, produksi garam rakyat secara umum telah menjadi bahan baku pembuatan garam konsumsi yang diolah oleh unit usaha industri besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun