Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wartawan, Rektor, Cendekiawan: In Memoriam Prof Azyumardi Azra

19 September 2022   13:12 Diperbarui: 19 September 2022   14:15 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof Azyumardi Azra (Foto dok: Ahmad Ibrahim).

Wartawan, Rektor, Cendekiawan: In Memoriam Prof Azyumardi Azra (catatan : Nur Terbit/ Nur Aliem Halvaima).

Hari ini Senin 19 September 2022 saat tulisan ini mulai saya ketik, berbagai berita menarik dan menyedot perhatian publik di Indonesia. 

Salah satunya, peristiwa meninggalnya dan proses pemakaman Prof Azyumardi Azra, mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) -- sekarang Universitas Islam Negeri (UIN) -- Syarif Hidayatullah Jakarta dan terakhir sebagai Ketua Dewan Pers. Pada hari yang sama, juga bersamaan pemakaman Ratu Inggeris, Elizabeth. 

Ya, hanya kebetulan saja pada Senin siang ini pula, ditentukan nasib pengajuan banding Irjen Pol Ferdy Sambo (FS), mantan Divisi Propam Polri, yang dipecat karena terlibat sebagai tersangka atas tewasnya Brigadir Joshua. Ikut jadi tersangka juga 4 orang lainnya, termasuk istri FS, Putri Candrawathi (PC).

Tentang meninggalnya Prof Azra -- sapaan akrab Prof Azyumardi Azra -- saya mempunyai catat kecil sebagai mahasiswa beliau saat menjadi Rektor UIN Syarif Hidayatullah, juga sebagai wartawan junior saat Prof Azra duduk sebagai Ketua Dewan Pers.

Saya juga menulis tentang kabar meninggalnya Prof Azra : "Ketua Dewan Pers Profesor Azyumardi Azra Wafat di Malaysia Saat Hadiri Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam": (Sumber)

Juga suasana kerabat keluarga menunggu jenazahnya dipulangkan ke Indonesia dari Malaysia: "Menunggu Jenazah Prof Azyumardi Azra dari Malaysia, Rumah Duka di Tangerang Ramai Didatangi Kerabat". (Sumber)

Selamat jalan Prof Azra!

Saya mengenal Prof Azra sedikit dekat ketika saya menyelesaikan kuliah S1 saya sambil tetap bekerja sebagai wartawan Harian Terbit (Pos Kota Grup), di Fak Syariah dan Hukum IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, setelah tertunda-tunda di IAIN Alauddin Makassar karena sibuk jadi wartawan. 

Di IAIN Makassar ketika itu rektornya Abdurrahman Shihab, ayah dari Prof Quraisy Shihab, kakek Najwa Shihab. Kakak senior saya di Fak Syariah adalah Prof Nasaruddin Umar (mantan Wamenag, kini Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta), Prof Salman Maggalatung (guru besar UIN Jakarta dan anggota Komisi Fatw MUI Pusat). 

Saya seangkatan dengan Idrus Marham (mantan Ketua Pemuda Remaja mesjid indonesia, mantan Sekjen Golkar dan mantan Mensos).

Saat "hijerah" dari Makassar ke Jakarta 1980-an, di sela-sela menjalankan profesi wartawan, barulah sempat lagi ikut kuliah di IAIN Jakarta setelah 15 tahun "cuti kuliah" yang panjang. Saya masuk 1997 saat Rektornya Prof Azra. 

Ditemani istri usai diwisuda S2 di UIN Jakarta era Rektor Prof Azyumardi Azra (dok pribadi Nur Terbit)
Ditemani istri usai diwisuda S2 di UIN Jakarta era Rektor Prof Azyumardi Azra (dok pribadi Nur Terbit)

Kuliah macet lagi karena Reformasi. Ikut demo sambil liputan sbg wartawan. Baru selesai S1 dan wisuda 2004. Dengan gelar S1 Hukum itu pula, saya ikut ujian advokat dan lulus. Maka sejak 2009 saya pun beracara di pengadilan hingga sekarang. Wartawan merangkap pengacara.

Pengalaman ini, sudah saya tulis sebelumnya di Kompasiana dengan judul: "Repotnya Kuliah Tanpa Beasiswa", dimuat 22 April 2022.

"Mahasiswa abadi," begitu kata orang. Betapa tidak, saya mulai kuliah saat gelar S1 masih pakai Drs, lalu ganti S.Ag, dan ketika terakhir gelar S1 menjadi SH,i (fakultas Syariah) barulah saya berhasil diwisuda. 

Dekan saya juga sudah gonta-ganti, bahkan di era Prof Azra jadi Rektor, gedung Fakultas Syariah dirubuhin dan seluruh gedung IAIN dipercantik, saya belum selesai juga kuliahnya.

Alhamdulillah setelah IAIN jadi UIN, barulah diwisuda 2004. Diwisuda pasca salah satu gedung di UIN rubuh karena tak mampu menampung penonton ketika Gigi, grup band Arman Maulana mentas di UIN.

Alhamdulillah, meski terseok-seok kuliah, akhirnya bisa lanjut lagi dan meraih gelar S2 Hukum di Universita Islam Jakarta (UIJ, dulu UID ketika ejaan lama Djakarta) yang rektornya Prof Raihan. 

Diwisuda S2 Hukum di Universita Islam Jakarta (dok pribadi Nur Terbit)
Diwisuda S2 Hukum di Universita Islam Jakarta (dok pribadi Nur Terbit)

Ini perlu juga ada dalam catatan saya, sebab kuliah S2 ini atas bantuan fasilitas PWI Jaya kerja sama UIJ buka kelas khusus wartawan PWI Jaya se Jabodetabek.

Alhamdulillahnya lagi, dari sekitar 80-an wartawan yang ikut kuliah S2 dari awal, tinggal saya sendiri yang diwisuda. Teman2 wartawan lainnya berguguran satu demi satu dalam perjalanan. Terima kasih PWI Jaya dan UIJ.

Itu sebabnya ketika teman saya, Bang Saban, sesama wartawan dan pernah satu grup media, menulis status tentang wisuda putra-pitrinya di akun Facebook-nya, saya tersenyum geli.

"Ada perbedaan dalam belajar antara anak laki-laki dan perempuan. Dua kakaknya perempuan menempuh pendidikan di IPB dan Unpad selesai sesuai target, eh yang ini 5 tahun 1 bulan..tapi besyukur bisa rampung..," tulis Bang Saban.

Saya pun berkomentar. "Gue banget tuh bang. Waktu masuk kuliah, jadi wartawan sambil kuliah. Teman kuliah yang diwisuda dapat gelar Drs, saya sendiri belum selesai kuliahnya. Gelar Drs diganti S.Ag, belum juga. Baru setelah S.Ag ganti SH.I baru deh selesai Nama kampusnya juga sudah gonta-ganti. Masuk kampus IAIN mestinya raih gelar Drs, eh saat wisuda raih gelar SH.I kampus juga ganti nama dari IAIN jadi UIN".

"Waktu kuliah S2 Hukum di UIJ lain lagi. Saat lagi semangat-semangatnya kuliah, eh koran tempat saya kerja dijual pemiliknya. Wartawan di-PHK. Untung masih dapat uang pesangon sekalipun tidak memadai. Tapi Alhamdulillah bisa dipakai bayar utang uang kuliah beberapa semester, biaya biaya wisuda dan tebus ijazah".

Itulah. Yang namanya kuliah, atau melanjutkan pendidikan, punya kenangan dan perjuangan yang tentu berbeda dari masinh-masing orang. Bagi saya pribadi, kenapa kuliah sempat mandeg. Maklum, makin banyak beban. Maka bersyukurlah Anda yang kuliah dan masih mampu orang tua membiayai, atau dapat bea siswa misalnya.

Selain saya, istri saya juga melanjutkan kuliah ke S2. Sementara putra-putri saya (2 anak cukup sesuai program pemerintah, KB = keluarga berencana), juga berkejaran masuk perguruan tinggi. Pusing kepala Barbie hehe...

Sesekali bersidang di pengadilan. Kenangan sidang di MK dengan saksi ahli alm Adnan Buyung Nasution (foto dok Nur Terbit)
Sesekali bersidang di pengadilan. Kenangan sidang di MK dengan saksi ahli alm Adnan Buyung Nasution (foto dok Nur Terbit)

Lulus menyandang gelar sarjana muda (BA), tak ada biaya untuk melanjutkan kuliah, saya akhirnya memilih kembali fokus sebagai wartawan tahun 1981. 

Itulah sedikit kenangan saya dengan Prof Azra. Yang ternyata juga bekas wartawan di era majalah "Panji Masyarakat". Juga pecinta sepak bola dan musik. Terakhir beliau sebagai Ketua Dewan Pers. 

Selamat jalan Prof

Salam Nur Terbit #NurTerbit (Nur Aliem Halvaima)

Blog : https://www.nurterbit.com

Channel : https://www.youtube.com/nurterbit

Twitter : https://www.twitter.com/nurterbit

Instagram : https://www.instagram.com/wartawanbangkotanhttps://www.instagram.com/wartawanbangkotan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun