Mohon tunggu...
Dadan  Rizwan
Dadan Rizwan Mohon Tunggu... Penulis - Ketua Forum Intelektual Muda Nahdliyyin (FIMNA)

Saya adalah seorang generasi muda yang senang akan diskusi dan pengembangan intelektual

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merevisi Revolusi Mental Pendidikan Nasional

4 Mei 2019   01:36 Diperbarui: 4 Mei 2019   01:38 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketiga, inkonsistensi dalam memberikan keteladanan. Saat ini pendidikan kehilangan keteladanan karena sumber keteladanan yang ada pada guru menjadi bias dengan kewajiban yang sangat konstruktif dan formalistik. Para guru disibukan dengan "tektek bengek" administrasi sebagai syarat sertifikasi yang ingin didapatkan, ketimbang fokus dan serius serta melakukan berbagai inovasi dalam pembelajaran

Keteladanan juga seakan menghilang dari para ulama, tokoh masyarakat, pemimpin, dan pemerintah sebagai penyelenggara negara. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya sejumlah tradisi atau budaya yang tidak mendidik. Seperti, etos kerja rendah, intoleransi, serta praktek korupsi dan kolusi lintas profesi yang semakin marak terjadi. Kondisi demikian telah mendorong prilaku murid menjadi tidak sesuai dengan norma dan etika.

Akibat dari beberapa kebijakan pemerintah yang tidak konsisten tersebut, menyebabkan kualitas pendidikan kita menjadi stagnan bahkan menurun. Berdasarkan hasil assessment (penilaian) dari PISA (Programme for International Students Assesment), menempatkan Indonesia pada peringkat 64 dari 65 negara yang ikut serta dalam assessment tersebut .

Demikian pula menurut data Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh The United Nations Development Program (UNDP) tahun 2014 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat 108. Artinya untuk kawasan ASEAN saja masih kalah dibanding Singapura (peringkat 9), Brunei Darussalam (peringkat 30), Malaysia (peringkat 62), dan Thailand (peringkat 82). Indonesia sedikit lebih baik dari Filipina yang berada diperingkat 117. Tentu ini menjadi sebuah catatan yang harus segera diselesaikan.

Reorientasi Kebijakan

Untuk mampu menjawab permasalahan tersebut, pemerintah harus berani merombak dan merevisi kebijakan pendidikan yang tidak sesuai (inkoheren). Proses pendidikan tidak lagi sekedar untuk memenuhi kepentingan politik para penguasa (totaliter), memenuhi kehendak para industrialis (robotik), bahkan hanya memenuhi kehendak para penjajah yang hanya melahirkan mental kuli (kolonialistik).

Sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, pendidikan harus mampu membebaskan dan membuka peluang bagi peserta didik dalam mewujudkan cita-citanya sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing secara optimal. Hal ini perlu diawali dengan mengembalikan peran guru dan sekolah sebagai fasilitator pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional.

Hal lain yang sangat mendasar dalam mengawal dan mengawali revolusi mental dalam pendidikan adalah keterlibatan dari berbagai stakeholder. Dalam hal ini, konsep Tri Sentra Pendidikan (Tiga Pusat Pendidikan) Ki Hajar Dewantara yang menerangkan bahwa pendidikan berlangsung di tiga lingkungan yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat bisa dijadikan referensi.

Konsep Tri Sentra Pendidikan ini menyiratkan pesan bahwa keberhasilan pendidikan bisa dicapai bila terjadi kolaborasi dan kemitraan yang baik antar tiga unsur terkait. Dengan kata lain, prestasi dan keberhasilan yang diraih anak dalam pendidikan, sangat dipengaruhi oleh peran dan keharmonisan masing-masing unsur yang membentuk ekosistem pendidikan yang kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun