Mohon tunggu...
Dadan Mardani
Dadan Mardani Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Pendidikan adalah kunci menuju masa depan yang cerah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karakter dan Konflik: Membangun Kemampuan Menyelesaikan Konflik pada Siswa

6 Februari 2025   07:00 Diperbarui: 3 Februari 2025   22:46 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajarkan siswa cara menjadi mediator dalam konflik teman sebaya

Guru dan orang tua berperan sebagai model dalam penyelesaian konflik. Mereka dapat:

  • Memberikan contoh komunikasi yang baik saat menghadapi perbedaan pendapat.
  • Melatih siswa untuk mengenali emosi mereka sendiri dan mengelola konflik tanpa kekerasan.
  • Mendorong refleksi diri setelah terjadi konflik agar siswa belajar dari pengalaman mereka.

Implementasi dan Studi Kasus

Beberapa sekolah telah berhasil menerapkan program pendidikan resolusi konflik dengan pendekatan yang sistematis. Misalnya, sebuah studi oleh Smith & Sandstrom (2019) menemukan bahwa sekolah yang menerapkan "Peer Mediation Programs" mengalami penurunan kasus perundungan dan peningkatan keterampilan sosial siswa.

Contoh lainnya adalah di Finlandia, di mana program "KIVA Anti-Bullying" menekankan pentingnya keterampilan komunikasi dan mediasi antar siswa, yang terbukti efektif dalam mengurangi konflik dan meningkatkan lingkungan belajar yang lebih positif (Salmivalli et al., 2013).

Kesimpulan dan Rekomendasi

Mengajarkan keterampilan menyelesaikan konflik kepada siswa bukan hanya membantu mereka dalam kehidupan sekolah, tetapi juga membentuk karakter yang akan berguna sepanjang hidup mereka. Pendidikan resolusi konflik yang berbasis pada penguatan karakter dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengatasi perbedaan pendapat, membangun hubungan yang lebih baik, dan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih harmonis.

Rekomendasi:

  1. Sekolah – Mengintegrasikan pelajaran resolusi konflik dalam kurikulum dan program ekstrakurikuler.
  2. Guru – Menjadi fasilitator dalam mengajarkan keterampilan komunikasi dan mediasi kepada siswa.
  3. Orang Tua – Mendorong dialog terbuka di rumah dan memberikan contoh penyelesaian konflik yang baik.

Dengan penerapan strategi yang tepat, kita dapat membantu generasi muda menjadi individu yang lebih bijaksana, toleran, dan mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang konstruktif.

Referensi

  • Deutsch, M. (2006). The Resolution of Conflict: Constructive and Destructive Processes. Yale University Press.
  • Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (2010). Peace education in the classroom: Creating effective peace-building programs. International Journal of Educational Research, 49(3), 167-176.
  • Rahim, M. A. (2011). Managing Conflict in Organizations. Transaction Publishers.
  • Salmivalli, C., Poskiparta, E., Ahtola, A., & Haataja, A. (2013). The KIVA anti-bullying program: Reducing bullying and victimization through direct and indirect participant roles. Journal of Educational Psychology, 105(3), 627–641.
  • Smith, P. K., & Sandstrom, M. J. (2019). Peer relations and conflict resolution in school settings. Cambridge University Press.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun