Tidak ada bangsa yang begitu pluralistik di dunia kecuali  Indonesia. Kita sepatutnya bangga menjadi orang Indonesia dengan segala keberagamannya itu. Dan harus tetap dipelihara, jangan sampai dirusak dengan segala perilaku-perilaku kita yang tidak sepantasnya dilakukan.
Kekayaan yang berlimpah dalam hasil bumi, suku ras, dan agama merupakan asset berharga untuk dimanfaatkan secara optimal sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang disegani dunia. Itu idealnya, meski dalam kenyataan sangat sulit terwujud hal tersebut apalagi kita sekarang ini mempunyai kebiasaan suka mempertentangkan perbedaan.
Coba kalau yang merasa diri orang cerdas, orang pintar, dan orang berduit menunjukkan kiprahnya yang menyejukkan bagi semua orang, melindungi semua orang dan mengayomi semua orang wah rasanya adem hidup di negeri ini.Â
Jangan mentang-mentang kita mempunyai kelebihan kemudian seenaknya melakukan apapun dengan mengoyak-ngoyak apa yang sebenarnya sudah menjadi karakteristik bangsa ini.
Kita tahu dari sejarah, bahwa bangsa kita dikenal bangsa yang ramah, sopan dan toleran dengan jiwa kegotongroyongannya sangat kuat. Makanya kita dapat membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perbedaan di antara kita tidak perlu dipertentangkan, alangkah baiknya dimanfaatkan secara bersama-sama untuk menghasilkan sesuatu yang produktif sehingga dapat dinikmati hasilnya oleh kita semua. Seperti halnya buat makanan sayur asam misalnya, kan akan enak rasanya jika mempergunakan berbagai bahan selengkap mungkin.
 Salah satu bahan tidak ada, tarohlah tidak ada garamnya, atau penyedap rasa pastilah ketika dicicipi rasanya tidak mengundang selera.
Secara sosiologis, kita patut membangun interaksi sosial dengan orang yang memiliki perbedaan dengan lebih banyak melakukan interaksi sosial yang bersifat asosiatif bukan disosiatif. Interaksi asosiatif yaitu interaksi berupa kerjasama, akomodasi dan persaingan sehat.Â
hindari sekuat mungkin yang namanya interaksi disosiatif berupa pertentangan.
Realita di masyarakat, dulu dan mungkin sekarang juga masih ada di suatu perkampungan suka diadakan jadwal ronda malam dimana setiap kepala keluarga mendapat giliran minimal seminggu sekali.Â
Nah, di kegiatan itu antar kita yang mungkin berbeda dalam berbagai hal status ekonomi, pendidikan, ataupun status sosial dapat saling bertemu, saling menyapa, tukar pikiran, tukar pengalaman dan berbagai kegiatan lainya selama melaksanakan kegiatan ronda malam tersebut.