Mohon tunggu...
da.styawan
da.styawan Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi Pertama

Statistisi Pertama BPS Kabupaten Kebumen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kesetaraan Gender dalam Bingkai Pendidikan

16 Agustus 2018   21:54 Diperbarui: 16 Agustus 2018   22:34 1821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan. Pendidikan merupakan investasi untuk membentuk sumber daya manusia berkualitas. Pendidikan yang baik akan mampu melahirkan manusia yang unggul dan berjiwa pembaharu. Mereka inilah yang akan menjadi motor penggerak pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan.

Tujuan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan periode 2015-2019 tertuang dalam Nawa Cita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan Program Indonesia Pintar. Secara internasional tujuan pembangunan di bidang pendidikan tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Tujuan tersebut secara khusus terdapat pada tujuan ke empat, yaitu memastikan mutu pendidikan yang inklusif dan merata, serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup bagi semua. Dengan kata lain, pembangunan pendidikan harus menjamin laki-laki dan perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan. Terbukanya akses perempuan untuk bersekolah dapat menekan kesenjangan pendidikan antar jenis kelamin.

Kesetaraan Gender Relatif Telah Terwujud

Beberapa indikator statistik dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan program pembangunan pendidikan dalam memberikan akses yang sama terhadap pendidikan bagi laki-laki dan perempuan. Indikator pertama adalah Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada dasarnya APK adalah proporsi jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan terhadap jumlah penduduk umur sekolah yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Misalnya, APK Sekolah Dasar (SD) merupakan persentase jumlah penduduk yang sedang sekolah di SD terhadap jumlah penduduk umur 7-12 tahun.

Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa untuk laki-laki, APK jenjang SD/Sederajat sebesar 108,74 persen dan APK SMP/Sederajat sebesar 89,37 persen. Adapun APK jenjang SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 82,49 persen dan 23,52 persen. Sementara itu untuk perempuan, APK jenjang SD/Sederajat sebesar 108,24 persen dan APK SMP/Sederajat sebesar 91,14 persen. Adapun APK jenjang SMA/Sederajat sebesar 83,20 persen dan APK Perguruan Tinggi sebesar 26,52 persen.

APK jenjang SD/Sederajat yang lebih dari 100 persen menandakan bahwa umur anak yang mengenyam pendidikan dasar masih ada yang berada di luar range 7-12 tahun. Orang tua terkadang mendaftarkan anak yang belum mencapai umur 7 tahun langsung ke sekolah dasar tanpa melewati PAUD terlebih dahulu. Data APK untuk setiap jenjang pendidikan juga menggambarkan bahwa saat ini pendidikan bukan hanya menjadi milik kaum laki-laki, seperti yang pernah terjadi di Indonesia puluhan tahun lalu. Kesetaraan ini ditunjukkan dengan APK laki-laki dan perempuan pada jenjang pendidikan SD/Sederajat hingga SMA/Sederajat yang relatif sama. Sedangkan pada jenjang perguruan tinggi, terlihat ada kesenjangan antara APK Laki-laki dan perempuan. Pada jenjang pendidikan ini, APK Perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan APK laki-laki. Kesenjangan ini menggambarkan bahwa para perempuan yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi tidak hanya sebatas pada rentang umur 19-24 tahun. Banyak dari mereka yang berada di luar rentang tersebut, tetapi tetap memiliki semangat dalam menuntut ilmu pada jenjang pendidikan tinggi.

Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat kesetaraan gender dalam aspek pendidikan adalah rasio Angka Partisipasi Murni (APM). APM didefinisikan sebagai proporsi penduduk pada kelompok umur jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut. Misalnya, APM SD/Sederajat berarti merupakan proporsi jumlah penduduk umur 7-12 tahun yang masih bersekolah SD/Sederajat terhadap jumlah penduduk umur 7-12 tahun. Adapun rasio APM merupakan persentase APM perempuan terhadap APM laki-laki. Jika nilai rasio APM sebesar 100 persen, maka berarti APM perempuan sama dengan APM laki-laki, atau dengan kata lain kesetaraan gender sudah terwujud.

Data BPS mencatat APM SD/Sederajat untuk laki-laki adalah sebesar 97,34 persen dan SMP/Sederajat sebesar 77,51 persen. Adapun APM SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 59,60 persen dan 17,33 persen. Sementara itu, untuk perempuan, APM jenjang SD/Sederajat sebesar 97,04 persen dan SMP/Sederajat sebesar 79,34 persen. Adapun APM jenjang SMA/Sederajat sebesar 61,18 persen dan APM Perguruan Tinggi sebesar 19,94 persen.

Berdasarkan data APM diatas terlihat bahwa nilai APM untuk semua jenjang pendidikan belum mencapai 100 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk yang berumur sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut belum seluruhnya bersekolah sesuai dengan jenjangnya. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap berbagai program pembangunan pendidikan untuk meningkatkan partisipasi penduduk dalam mengenyam pendidikan. Evaluasi ini terutama harus diterapkan pada jenjang pendidikan SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan Perguruan Tinggi yang memiliki APM relatif masih jauh dari 100 persen.

Dari nilai APM diatas, kita juga dapat menghitung rasio APM masing-masing jenjang pendidikan. Rasio APM SD/Sederajat adalah sebesar 99,69 persen dan SMP/Sederajat sebesar 102,35 persen. Adapun rasio APM SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 102,64 persen dan 115,04 persen. Rasio APM SD/sederajat yang belum mencapai angka 100 persen menggambarkan bahwa penduduk laki-laki yang bersekolah tepat di jenjang pendidikan SD/sederajat lebih besar dibandingkan penduduk perempuan.

Sementara itu penduduk laki-laki cenderung meninggalkan bangku sekolah ketika menginjak umur yang cukup untuk bekerja. Hal ini terlihat dari rasio APM pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari SD/sederajat. Rasio APM untuk jenjang pendidikan SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi telah lebih dari 100 persen. Pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari SD/sederajat, perempuan lebih cenderung bersekolah di jenjang pendidikan yang sesuai dengan umurnya dibandingkan dengan laki-laki. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara umum laki-laki dan perempuan memiliki akses atau kesempatan yang relatif setara dalam mengenyam pendidikan.

Capaian pemerintah terkait kesetaraan gender dalam aspek pendidikan ini perlu diapresiasi. Namun, kita perlu melihat capaian tersebut lebih jauh lagi, yaitu dengan mencermati besaran rasio APM per Provinsi. Hal ini sangat penting untuk melihat disparitas wilayah terkait kesetaraan gender dalam aspek pendidikan.

Disparitas Wilayah dan Kesetaraan Gender dalam Pendidikan

Ketimpangan antar wilayah di Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan menjadi persoalan serius bangsa ini. Wilayah Indonesia timur cenderung lebih tertinggal bila dibandingkan dengan Indonesia bagian barat. Pembangunan Indonesia dari pinggiran menjadi salah satu prioritas program pembangunan periode 2015-2019. Pembangunan ini salah satunya dengan membangun infrastruktur secara massif di Indonesia bagian timur. Pemerintah berharap pembangunan ini akan membuka jalan atau akses bagi masyarakat untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan saudara-saudara mereka yang tinggal di Indonesia bagian barat. Kesetaraan ini salah satunya adalah keseteraan dalam hal memperoleh akses pendidikan.

Ketertinggalan Indonesia bagian timur dalam aspek pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri. Ketertinggalan ini secara kasat mata terlihat dari sarana dan prasarana pendidikan yang kalah memadai dibandingkan dengan Indonesia bagian barat. Selain itu, ketimpangan juga terjadi dalam hal capaian partisipasi pendidikan. Hal ini terkonfirmasi dengan hasil Susenas 2017 yang diselenggarakan oleh BPS. Kita ambil contoh untuk wilayah Jawa Tengah, rasio APM jenjang SD/Sederajat adalah sebesar 99,28 persen dan rasio SMP/Sederajat sebesar 101,40 persen. Adapun rasio SMA/Sederajat dan Perguruan Tinggi masing-masing sebesar 104,15 persen dan 121,16 persen. Sementara itu untuk wilayah Papua Barat, rasio APM SD/Sederajat adalah sebesar 98,30 persen dan APM SMP/Sederajat sebesar 94,31 persen. Adapun rasio APM SMA/Sederajat sebesar 85,68 persen dan rasio APM Perguruan Tinggi sebesar 92,91 persen.

Data-data diatas menggambarkan adanya ketimpangan wilayah dalam hal akses terhadap pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender dalam aspek pendidikan di wilayah Jawa Tengah telah relatif setara. Sebaliknya, di wilayah Papua Barat kesetaraan gender dalam aspek pendidikan relatif belum terwujud. Ketidaksetaraan gender di Papua Barat ini terjadi di seluruh jenjang pendidikan, dari SD/Sederajat hingga Perguruan Tinggi.

Permasalahan disparitas wilayah terkait kesetaraan gender dalam aspek pendidikan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Program Indonesia Pintar harus diperluas khususnya bagi mereka yang tinggal di wilayah Indonesia Timur. Perluasan ini diperlukan agar setiap anak, baik laki-laki ataupun perempuan, dapat terus melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang selama ini telah berjalan tidak boleh terlalu fokus untuk membangun jalan, jembatan, ataupun bendungan. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan juga harus dilakukan. Hal ini agar anak-anak di wilayah Indonesia Timur dapat mengakses pendidikan dengan lebih mudah dan murah.

Bagaimanapun juga, pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan pembangunan manusia. Salah satu cara membangun manusia adalah melalui pendidikan yang berkualitas. Pendidikan adalah investasi yang akan membentuk anak-anak Indonesia menjadi pribadi yang tangguh, berkualitas, dan berbudi pekerti yang luhur. Pendidikanlah yang akan mengubah wajah Indonesia menjadi bangsa yang berdikari, berkepribadian, dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, program pemerataan pendidikan harus dijalankan dan terus dievaluasi oleh pemerintah. Pemerataan pendidikan tidak hanya memastikan pembangunan pendidikan menjangkau seluruh wilayah, melainkan juga menjangkau seluruh penduduk baik laki-laki maupun perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun