Mohon tunggu...
Diah Utami
Diah Utami Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Warga dunia biasa yang masih suka hilang timbul semangat menulis dan berceritanya. Berharap bisa menebar sepercik hikmah di ruang maya kompasiana. Semoga berkah terlimpah untuk kita, baik yang menulis maupun membaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hiro dan Lucero, Bantuan Saat Dibutuhkan

13 Januari 2018   20:08 Diperbarui: 13 Januari 2018   21:16 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia dan Lucero mempunyai kunci ke lab.komputer tersebut dengan kartu mahasiswa sebagai kunci masuknya. Aku sendiri, tidak punya kartu mahasiswa karena statusku sebagai traineedi universitas tersebut, dan lab.komputer untuk mahasiswa asing hanya dibuka sampai jam 5 sore. 

Dalam waktu yang tinggal sekitar 15 menit lagi, Lucero yang membawa mobil van besar bersedia mengantar kami ke kampus. Untunglah, jarak antara apartemenku dan kampus bisa ditempuh hanya dalam waktu 3-4 menitan dengan mobil.

Sampai di depan lab.komputer, suasana senyap. Gelap. Aku sudah khawatir... takut tak bisa masuk. Ternyata lab masih bisa dibuka dan kami bersegera menyalakan dua buah komputer sekaligus untuk kemudian membuka file-ku dengan salah satu komputer yang bekerja lebih cepat. 

Tidak lama kemudian, aku sudah memegang dua berkas print out naskahku. Ah... leganya. Lututku lemas, tapi hati tenang karena 'siap tempur' untuk presentasi keesokan paginya. 

Kebiasaan mengerjakan sesuatu di saat 'injury time' ini, aku tahu tidak baik. Tapi saat adrenalin memuncak karena efek panik, sering kali malah muncul ide-ide baru yang bisa digunakan, sekaligus kejelian melihat peluang yang bisa dimanfaatkan. Ah... alasan :p

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Dari pengalaman itu, kusadari bahwa persahabatan antara aku dan tutorku, juga salah seorang mahasiswa asing lainnya telah memperkuat rasa saling menolong di antara kami. 

Atau... apakah memang rasa empati di antara orang Jepang memang telah tumbuh begitu besar, sehingga dengan mudahnya mereka mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan yang saat itu betul-betul kuperlukan? Kembali aku membuat perbandingan. 

Dengan situasi di Indonesia, di antara sesama muslim. Apakah kita sudah bisa saling membantu?  Aah...! Rasanya aku masih harus belajar banyak dari orang Jepang.

Ada juga sih beberapa kondisi di saat aku mendapat bantuan dari orang yang tepat pada saat yang tepat (sangat kuperlukan), dan sungguh, aku sangat bersyukur karenanya. 

Tidak selayaknya bila aku hanya berharap orang lain akan selalu mengulurkan tangan untukku, melainkan sudah selayaknya aku pun melakukan hal serupa, memberikan bantuan pada saat aku bisa, pada orang yang memang memerlukan. Budaya ini juga yang harus kutumbuhkan. 

Mulai dari diriku, mulai dari hal yang kecil, dan harus segera kumulai, sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun