Mohon tunggu...
Cut AndiSalsabilla
Cut AndiSalsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Mengelola Pola Pikir Peserta Didik terhadap Ketergantungan Chat GPT agar Selaras dengan Pembelajaran Bahasa Indonesia

8 Februari 2024   07:15 Diperbarui: 8 Februari 2024   07:49 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Shutterstock

Pada era serba digital saat ini, mayoritas pendidik tentu sudah tidak asing dengan teknologi AI (Artificial Intelligence). AI merupakan salah satu kecerdasan buatan yang konsepnya telah ada sejak tahun 1956. AI telah mengalami berbagai proses perbaikan dan naik turunnya kepopuleran hingga pada tahun 2018 AI mencapai kemajuan yang pesat dalam algoritmanya. Pada tahun 2018 AI merilis Chat GPT (Generative Pre-trained Transformer). Chat GPT merupakan kecerdasan buatan menggunakan bentuk percakapan dalam suatu forum. Saat ini chat GPT telah merambah ke berbagai bidang termasuk pendidikan. Chat GPT bekerja layaknya pendidik yang berperan memberi informasi dalam bentuk chat ketika peserta didik bertanya. Tidak hanya peserta didik yang memanfaatkan chat GPT melainkan pendidik juga menggunakannya untuk berbagai keperluan seperti membantu merancang kegiatan pembelajaran, menyusun bahan ajar bahkan untuk membuat soal ujian. Namun saat ini chat GPT telah memunculkan dampak negatifnya yakni ketergantungan yang dialami oleh peserta didik. Peserta didik menjadi tidak memiliki kepercayaan diri dengan kemampuan yang dimiliki.

Dampak tersebut juga terjadi pada pembelajaran bahasa Indonesia yang memang pada dasarnya mayoritas berbasis teks, segala yang diperlukan peserta didik dapat dengan mudah diperoleh dan direspons dengan baik oleh chat GPT. Hal tersebut yang menyebabkan peserta didik seperti kehilangan kemampuan kognitifnya. Chat GPT juga menyebabkan menurunnya kemampuan literasi karena ketergantungan dari informasi tunggal yang ada tanpa mencari informasi lain sebagai pembanding. Menyikapi hal tersebut, pendidik berperan penting untuk mengelola pola pikir peserta didik agar selaras dengan pembelajaran. Pendidik tidak perlu melarang peserta didik untuk menggunakan chat GPT, karena pada kenyataannya memang hal tersebut tidak akan mungkin dituruti begitu saja oleh peserta didik, justru peserta didik akan lebih penasaran dengan chat GPT karena adanya larangan tersebut.

Berikut akan saya paparkan beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan pendidik untuk membantu mengelola pola pikir peserta didik terhadap ketergantungan chat GPT agar selaras dengan pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia.

1. Pendidik memberikan pemahaman dan pengarahan kepada peserta didik
Pemahaman yang dimaksud di sini yakni pemahaman bahwa meskipun chat GPT memberikan respons yang baik dan dapat menjawab segala apa yang ditanyakan, chat GPT hanyalah model bahasa berbasis mesin yang tidak selalu memberikan jawaban dengan benar dan akurat. Sedangkan pengarahan yang dimaksud yakni pengarahan kepada peserta didik untuk menggunakan chat GPT sesuai porsi tugas yang diberikan, semisalnya pendidik dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti apa itu teks cerita pendek, apa saja struktur teks cerita pendek, pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian akan peserta didik cari jawabannya pada chat GPT.

2. Pendidik melatih peserta didik untuk berpikir kritis melalui literasi digital
Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (Puspito, 2017). Berdasarkan hal tersebut pendidik dalam pembelajaran yang dilakukan perlu menekankan kemampuan berpikir kritis melalui literasi digital. Misalnya seperti pada contoh sebelumnya, setelah pendidik memberikan pertanyaan-pertanyaan mendasar dan setiap peserta didik telah memiliki jawaban masing-masing. Pendidik dapat meminta peserta didik untuk berkelompok dan saling membandingkan jawaban yang diperoleh untuk selanjutnya digabungkan menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi dan terciptalah satu topik materi. Hal tersebut dapat membantu peserta didik untuk berpikir kritis, karena peserta didik tidak menerima mentah-mentah informasi yang diterima dari chat GPT. Pendidik selanjutnya mengonfirmasi atau menjelaskan lebih mendalam terkait jawaban-jawaban yang diperoleh oleh peserta didik.

3. Pendidik memberikan pembelajaran dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri peserta didik terhadap kemampuan kognitifnya

Pendidik dapat merancang sebuah pembelajaran yang memiliki fokus untuk membuat peserta didik lebih percaya diri dengan kemampuannya. Misalnya setelah peserta didik bersama kelompok telah memperoleh jawaban dari pertanyaan mendasar, peserta didik dapat diberikan tugas untuk secara individu menulis atau membuat video sebuah cerita pendek yang pernah dialami dengan memperhatikan struktur yang ada. Tugas tersebut dapat membantu peserta didik lebih percaya diri dengan kemampuannya karena tugas berdasarkan pengalaman masing-masing. Peserta didik diperbolehkan untuk memilih mengerjakan tugas secara lisan atau tulisan agar mereka lebih leluasa untuk mengungkapkan pemikirannya.

Referensi:
Handayani, F. (2020). Membangun Keterampilan Berpikir Kritis Siswa melalui Literasi Digital berbasis STEM pada Masa Pandemik Covid 19. Cendekiawan, 2(2), 69-72.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun