Eneng Yeni Sugiarti tak pernah menyangka bisa menjadi seorang pengusaha konveksi yang bisa menerima pesanan 4.000 hingga 5.000 jasa jahit pakaian per minggu. Apalagi dulu ia juga tidak bisa menjahit. Orang-orang terdekatnya juga tak ada yang berkecimpung di bisnis jahit-menjahit.
Berkat Kursus Menjahit Gratis dari Disnakertrans Kota Bogor
Sebelum memulai bisnis konveksi, perempuan yang akrab disapa Neng itu berprofesi sebagai guru. Ia mengajar di beberapa sekolah di Kota Bogor, Jawa Barat, mulai dari tingkat SD, SMP, hingga SMK.
Tahun 2011, tiba-tiba ada kesempatan untuk belajar menjahit secara gratis di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Bogor. Iseng, ia ikut program tersebut. Tak disangka setelah ikut kursus selama 40 hari itu, ia jadi menyukai bidang jahit-menjahit, bidang fashion.
Perempuan berusia 39 tahun itu mengatakan, materi yang diberikan di kursus tersebut sangat lengkap, baik teori maupun praktik, mulai dari materi dasar, membuat pola, memotong kain, hingga akhirnya dijahit menjadi sebuah pakaian. Alhasil, setelah lulus kursus ia begitu yakin untuk beralih profesi menjadi seorang penjahit.
Bahkan saat guru jahit di kursus tersebut bertanya apa cita-cita peserta kursus setelah kursus tersebut selesai, Neng dengan yakin menjawab ingin memiliki usaha konveksi. Ia merasa menjahit adalah hobi yang harus ia jalankan. Tak hanya untuk mengisi waktu luang, tapi juga sebagai sumber penghasilan.
Mencari Pengalaman dengan Bekerja di Konveksi
Sadar tidak memiliki mentor yang dapat membimbingnya menjadi seorang pengusaha konveksi, Neng memutuskan bekerja di beberapa perusahaan konveksi dan garmen. Ia juga berkunjung ke banyak butik, modiste, dan tailor untuk mencari pengalaman sebelum membuka usaha sendiri.
Sempat Ditentang Orang Tua
Saat tahu sang buah hati ingin merintis usaha konveksi, orang tua Neng menentang. Sang ibu mengatakan, bila hanya ingin menjadi seorang tukang jahit, buat apa kuliah hingga sarjana. Cukup sekolah hingga tingkat SD, setelah itu kursus menjahit.
Awalnya Neng membangkang. Apalagi sang suami Jujun Junaedi mendukung keinginan Neng merintis usaha konveksi. Neng tetap bekerja di perusahaan garmen dan konveksi. Ia juga bahkan sempat sesumbar kepada sang ibu kalau suatu saat nanti ia akan berhasil menjadi seorang pengusaha konveksi. Sang ibu nanti akan ia biayai dari hasil usaha tersebut.