Saat Ramadan, penjual takjil di Kota Batam, Kepulauan Riau, seperti jamur di musim penghujan. Banyak dan beragam. Penjual takjil tak hanya didominasi di pusat-pusat keramaian, seperti pasar atau pelataran masjid-masjid besar, namun sudah menyasar ke setiap perumahan.
Hampir setiap perumahan yang padat penduduk, ada penjual takjil. Mereka biasanya memasang meja-meja segi panjang di pintu masuk atau pintu keluar perumahan. Berderet rapi mencapai puluhan meja. Penjual pun umumnya masih warga perumahan, yang hampir setiap hari bertegur sapa.
Uniknya, yang dijual tak hanya kudapan-kudapan ringan, kolak, atau es segar yang menggugah selera, namun juga masakan-masakan rumahan untuk teman nasi saat berbuka puasa, mulai dari ikan dan seafood, olahan ayam, aneka masakan sayur, orek tempe, hingga balado jengkol.
Jarang ada yang menjual masakan rumah. Kalaupun ada bentuknya seperti warung tenda yang berjejer di pinggir jalan di pusat keramaian. Itu pun biasanya beli per porsi yang lumayan besar, bukan per plastik kecil yang dibuat seperti jajanan dengan harga jual mulai dari Rp5.000.
Namun sebenarnya senang juga sih, ada banyak penjual makanan untuk berbuka puasa. Terlebih bagi yang tidak jago masak seperti saya. Menjelang petang tinggal berkeliling, mencari makanan yang pas untuk berbuka puasa. Terkadang hanya membeli di penjual takjil dekat rumah, sesekali sengaja cari yang jauh.
Selain kolak, saya sangat suka mengkonsumsi es saat berbuka puasa. Setelah setiap tahun berkeliling mencari penjual es yang sedap untuk berbuka puasa, penjual es yang paling lezat menurut lidah saya ternyata yang dekat rumah. Penjual es tersebut mangkal di seberang SMPN 6 Kota Batam.
Penjual tersebut hanya menawarkan dua jenis es, es cendol dan es buah. Harga per porsi untuk dua jenis es tersebut masing-masing Rp5.000. Biasanya dikemas dengan menggunakan cup, terkadang juga dengan menggunakan kantong plastik khas Batam. Kantong plastik bening yang diatasnya sudah terpasang tali berwarna-warni.
Menjelang waktu berbuka, pembeli biasanya mengular. Kami harus rela menunggu giliran. Namun beruntung, sejak Ramadan tahun lalu, si penjual cukup tanggap. Ia mengerahkan beberapa anggota keluarga yang lain untuk mengemas es-es tersebut secara bertahap sebelum pembeli membeludak. Sehingga, kalaupun antre tidak terlalu lama.
Selain aneka ikan dan masakan laut untuk teman makan saat berbuka puasa, di Tanjunguma ini juga menjual aneka makanan khas Melayu, seperti lakse, epok-epok hingga roti kirai. Saya sempat mencoba lakse yang kenyel-kenyel gurih, karena diberi kuah yang berbahan dasar dari ayam. Begitupula dengan epok-epok yang biasanya memiliki rasa pedas-manis-asin yang bentuknya sangat mirip pastel.
Sama seperti penjual menu berbuka yang lain di Kota Batam, Pasar  Ramadan Tanjunguma buka sekitar pukul 15:00 WIB dan tutup menjelang magrib. Meski tempatnya bukan di pinggir jalan utama dan harus masuk ke perkampungan penduduk, namun pengunjung yang datang selalu ramai.
Sama seperti yang dijual penjual menu berbuka puasa di tempat lain, dua tempat ini juga menjual aneka es, kolak, bubur --mulai dari bubur sumsum, bubur kacang ijo, hingga bubur ketan hitam, aneka kue pasar, olahan rumah, masakan khas dari beberapa kota --pempempek, jongkong, prata, hingga beragam olahan jengkol.
Seru rasanya berburu makanan untuk berbuka puasa. Apalagi saat akhir pekan, selain lebih leluasa, pengunjung yang datang biasanya juga lebih banyak. Bila bingung mau membeli makanan yang mana, tinggal nyontek saja apa yang dibeli pengunjung lain. Jumlah pembeli biasanya tidak pernah berbohong, semakin ramai berarti masakan yang dijual penjual itu semakin enak.
Ah, jadi ingin buru-buru sore untuk meluncur mencari makanan untuk berbuka puasa. Seru rasanya mencari satu persatu makanan dari puluhan menu yang ditawarkan. Kalau teman-teman Kompasianer apa makanan favorit untuk berbuka puasa? Biasanya beli dimana? Yuk, berbagi di kolom komentar. Salam Kompasiana! (*)