Uruguay negara pertama yang menyelenggarakan dan menjuarai turnamen akbar Piala Dunia pada tahun 1930. Dua puluh tahun kemudian Uruguay kembali berhasil menjadi Juara Dunia untuk kedua kali setelah mengubur impian Brasil, tuan rumah yang didukung hampir dua ratus ribu pendukung Samba menyesaki Maracana Stadium. Kekalahan Brasil itu merupakan bencana nasional negara Brasil yang kemudian lebih dikenal dengan "Maracanaizo".
Setelah itu penampilan sepak bola Uruguay mengalami penurunan prestasi. Pencapaian terbaik sepanjang 68 tahun adalah peringkat keempat di Piala Dunia 1954, 1970, dan 2010.
Rusia 2018 merupakan Piala Dunia ketiga bagi  Oscar Washington Tabarez dan pasukan generasi emas kedua Uruguay, setelah Afrika Selatan 2010, dan Brasil 2014. Tabarez juga merupakan pelatih tertua (71 tahun) dan terlama (12 tahun)menangani timnas sepak bola saat ini. Pantas saja dia dijuluki El Maestro.
Delapan tahun silam, 'Uruguay Muda' Tabarez disebut-sebut sebagai 'kuda hitam' yang berhasil menembus semifinal Piala Dunia, dan akhirnya langkah jauh mereka dihentikan dua raksasa Eropa, Belanda di semifinal, dan Jerman di laga juara ketiga.
Pencapaian besar di Afrika Selatan, membuat Uruguay perlahan menemukan kembali identitasnya sebagai negara kuat sepak bola. Setahun kemudian Urugugay membuktikan semifinalis Piala Dunia 2010 buka suatu kebetulan, dengan menjadi juara Piala Copa Amerika 2011. Lebih istimewa lagi gelar tersebut diraih di tanah Argentina, sekaligus mengalahkan Albiceleste yang diperkuat super-star Lionel Messi.
Gelar Copa Amerika tentu menjadikan Uruguay tidak lagi menjadi bayang-bayang Brasil dan Argentina sebagai kekuatan utama sepak bola zona Conmebol. Tidak relevan pula jika Uruguay masih bersatus 'kuda hitam' atau underdog di turnamen besar. Mereka telah kembali menjadi negara unggulan.
Maka dengan percaya diri, Uruguay pasukanTabarez II berangkat ke Piala Dunia 2014 Brasil sebagai 'kekuatan utama'. Setelah peringkat empat di Afsel dan juara di Argentina, impian juara dunia untuk ketiga kalinya, bukan hal mustahil lagi. Idealnya mereka lebih dewasa kali ini.
Uruguay tergabung di grup neraka bersama dua negara juara dunia; Italia dan Inggris. Satu lagi wakil Concacaf Kosta Rika. La Celeste tak diduga kalah melawan Kosta Rika di laga pertama. Namun berhasil lolos secara heroik dengan menumbangkan Inggris 2-1 dan Italia 1-0.
Dua gol kemenangan melawan Inggris dicetak oleh Luiz Suarez, yang tidak bermain pada laga melawan Kosta Rika, karena masih cedera. Suarez di pertandingan itu sangat emosional merayakan dua gol hebatnya, seperti ingin membalas dendam perlakuan buruk FA dan media Inggris kepada dirinya, menyangkut kasusnya dengan bek Patrice Evra di Liga Inggris.
Inggris sendiri bernasib tragis, kekalahan itu membuatnya tersisih dengan cepat karena dua kali kekalahan beruntun. Piala Dunia terburuk dirasakan 'Tiga Singa', karena sudah tak punya peluang ketika masih akan menjalani laga ketiga. Aktor utama itu adalah Suarez.
Langkah Uruguay akhirnya terhenti dari Kolombia di perdelapan final, tanpa diperkuat Luiz Suarez. Uruguay memang lolos dari grup maut, tapi Suarez diusir dari Brasil karena berulah mengigit (lagi) bahu bek Italia Giorgio Chiellini. Dia mendapat sanksi berat akibat ulah tak sportif tersebut.
****
Tim yang kuat tidak lahir dengan instan, tapi dipersiapkan dengan matang. Ini prinsip yang teguh dijalankan Tabarez.
Uruguay kembali datang ke Piala Dunia 2018 dengan tim lebih kuat daripada skuad 2014. Materi pemain tak jauh sebenarnya dari skuad empat tahun atau bahkan delapan tahun silam di Afsel. Satu hal yang bisa membedakan adalah kematangan tim yang semakin memberikan nilai positif. Para pemain, terutama Suarez telah banyak belajar dari pengalaman dua kali Piala Dunia.
Uruguay tim asuhan El Maestro jilid III ini sangat berpengalaman dan mayoritas telah bersama sejak 10 tahun lalu. Mereka telah ditempa berlimpah laga sulit dan penuh tekanan di zona Amerika Selatan dan dua kali Piala Dunia.
Uruguay sangat seimbang sebagai tim. Pertahanan kuat layaknya tembok yang dibangun duet bek tengah Ateletico Madrid, Diego Godin dan Jan Jiemenez. Di lini serang mereka sangat berbahaya dengan semakin kompaknya duet predator kembar Luiz Suarez dan Edinson Cavani. Duet ini bisa saling berbagi asis dan berbagi gol. Kesimbangan inilah menjadi kunci permainan Uruguay.
Di Rusia, empat laga yang sudah dimainkan Diego Godin cs. selalu mengalami grafik yang meningkat dari pertandingan sebelumnya. Tiga pertandingan di Grup A menghasilkan tiga kemenangan dan gawang Muslera belum kebobolan. Mengalahkan Maroko dan Arab Saudi dengan skor  tipis 1-0. Kemudian di laga ketiga Uruguay mulai memamerkan kekuatan dengan menghempaskan tuan rumah Rusia 3-0. Sbornaya yang sebelumnya terbang tinggi dari dua kemenangan telak melawan Arab Saudi dan Maroko, kembali berpijak ke bumi, dipermalukan Suarez dan kawan-kawan.
Di fase16 besar, La Celeste mengatasi perlawanan alot Portugal dengan mematikan pergerakan Cristiano Ronaldo, pemain terbaik dunia lima kali. Berhadapan dengan Juara Piala Eropa 2016 itu, seluruh pemain Uruguay menampilkan permainan sangat solid di bawah strategi racikan El Maestro Tabarez.Â
****
Uruguay kini menatap laga perempat final melawan tim kuat dari Eropa, Perancis. Pemain Uruguay tak gentar dengan nama besar Perancis yang disebut favorit terkuat di Rusia.
Sebagaimana skuad Les Bleus yang lagi on fire, pasukan "Biru Langit" Suarez, Cavani, dan kawan-kawan juga berada pada puncak performa dengan percaya diri yang tinggi, serta mentalitas yang semakin kuat.
Uruguay telah memiliki bayak pengalaman yang membuat mereka tidak kehilangan ketenangan untuk mengatasi tekanan maha berat pada fase gugur. Â Satu hal lagi pasukan ini sangat lapar gelar selama 68 tahun.
Salam Piala Dunia. Jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda.