Alam semesta adalah hamparan maha luas tempat berjuta-juta galaksi bergerak dalam simfoni kosmik yang tak terbayangkan. Galaksi sendiri merupakan sistem raksasa yang terdiri dari bintang-bintang, planet, awan gas, dan debu kosmik semuanya terikat oleh kekuatan gravitasi yang misterius dan tak terlihat.
Setelah terciptanya alam semesta melalui peristiwa dahsyat yang kita kenal sebagai Big Bang, galaksi-galaksi mulai terbentuk dan tersebar ke seluruh penjuru ruang angkasa. Bentuk dan ukuran galaksi sangat beragam, dari spiral megah seperti Bima Sakti hingga galaksi elips dan tidak beraturan, masing-masing lahir dari proses evolusi kosmik yang unik.
Menurut data dari NASA yang dikutip pada Senin, 12 Agustus 2024, sebagian besar galaksi besar ternyata menyimpan rahasia kelam di pusatnya: lubang hitam supermasif. Beberapa bahkan memiliki massa miliaran kali lipat lebih berat dari Matahari. Fenomena ini menjadi pusat gravitasi yang mengatur tarian benda-benda langit di sekelilingnya.
Dengan kecanggihan teknologi modern, khususnya melalui Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST), para ilmuwan kini mampu mengintip jauh ke masa lalu alam semesta. Salah satu proyeknya, GLASS atau Grism Lens-Amplified Survey from Space, berhasil mendeteksi galaksi tertua yang pernah diamati: GLASS-z13.
Galaksi ini berada pada jarak sekitar 13,4 miliar tahun cahaya dari Bumi. Artinya, cahaya yang kini kita lihat darinya telah menempuh perjalanan selama lebih dari 13 miliar tahun melintasi ruang dan waktu sejak masa awal penciptaan. GLASS-z13 merupakan saksi bisu era paling purba alam semesta, hanya beberapa ratus juta tahun setelah Big Bang.
Tak berhenti di situ, pada Januari 2024, teleskop James Webb kembali mencatat sejarah. Melalui instrumen NIRSpec, ia mengamati galaksi JADES-GS-z14-0, yang diyakini sebagai galaksi termuda dan terjauh yang pernah ditemukan, dengan redshift sebesar 14,32. Galaksi ini terbentuk kurang dari 300 juta tahun setelah Big Bang dan memiliki diameter lebih dari 1.600 tahun cahaya.
Menariknya, cahaya yang kita lihat dari JADES-GS-z14-0 bukan berasal dari aktivitas lubang hitam, melainkan dari bintang-bintang muda yang luar biasa terang. Ini menjadi petunjuk penting bahwa pada masa-masa awal semesta, pembentukan bintang telah berlangsung dengan sangat aktif dan masif.
Temuan-temuan ini tak hanya menyingkap misteri usia galaksi, tapi juga membantu ilmuwan memahami bagaimana semesta berkembang dari kekosongan menjadi penuh warna dan kehidupan.
Jadi, berapa jumlah galaksi di alam semesta? Berdasarkan perkiraan terbaru, ada lebih dari 2 triliun galaksi yang tersebar di alam semesta yang teramati. Namun, angka ini bisa saja bertambah seiring berkembangnya teknologi dan kedalaman pengamatan kita terhadap jagat raya yang masih penuh teka-teki ini.
Apa Artinya Semua Ini bagi Kita?
Penemuan-penemuan luar biasa seperti GLASS-z13 dan JADES-GS-z14-0 bukan hanya sekadar pencapaian teknologi, melainkan juga jendela menuju asal-usul kita sendiri. Karena pada akhirnya, kita semua manusia, planet, bahkan Matahari terbuat dari unsur-unsur bintang yang pernah meledak miliaran tahun lalu. Dalam istilah Carl Sagan, "kita adalah debu bintang."
Galaksi-galaksi tua itu menyimpan kisah masa lalu yang belum selesai dibaca. Mereka adalah arsip alam semesta, menyimpan informasi tentang bagaimana bintang pertama menyala, bagaimana unsur kimia terbentuk, dan bagaimana semesta membangun struktur kompleks seperti gugus galaksi, tata surya, dan kehidupan.
Mungkinkah Ada Kehidupan di Sana?
Dengan jumlah galaksi yang mencapai triliunan, dan setiap galaksi berisi ratusan miliar bintang dengan potensi sistem planetnya masing-masing, peluang adanya kehidupan lain di luar Bumi menjadi lebih dari sekadar kemungkinan ia menjadi keniscayaan statistik.
Namun hingga saat ini, kita masih dalam tahap awal eksplorasi. Teleskop seperti James Webb memberi kita kemampuan untuk mengintip atmosfer planet-planet jauh dan mencari jejak unsur kehidupan. Tapi untuk benar-benar menjawab pertanyaan "apakah kita sendirian?", mungkin butuh satu lompatan teknologi lagi atau bahkan satu keajaiban kecil.
Semesta yang Terlalu Luas untuk Tidak Dikagumi
Jumlah galaksi di alam semesta bukan hanya angka. Ia adalah pengingat akan betapa kecilnya kita, dan pada saat yang sama, betapa istimewanya kita bisa memahami sebagian kecil dari keajaiban ini.
Di tengah jutaan galaksi, di satu titik kecil bernama Bumi, manusia mencoba memahami semuanya membangun teleskop, menulis jurnal, dan merenung di bawah langit malam.
Dan siapa tahu, suatu hari nanti, manusia bukan hanya akan menjadi pengamat alam semesta, tetapi penjelajahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI