Mohon tunggu...
Kris Fallo
Kris Fallo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Jalan Pulang, Penerbit Gerbang Media, 2020

Menulis itu pekerjaan keabadian. Pramoedya Ananta Toer berkata:  'Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.' Lewat tulisan kita meninggalkan kisah dan cerita yang tak akan sirna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

WNA di Mata WNI, (Seperti) Tamu di Mata Tuan Rumah

20 Januari 2021   01:21 Diperbarui: 20 Januari 2021   01:36 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto.cnbcindonesia.com

 

"Rakyat Indonesia adalah tuan rumah. Warga Bali adalah tuan rumah di tanahnya. Marilah kita berlaku seperti tuan rumah yang arif, bijaksana dan menghargai."

Konteks Perdebatan

Perdebatan masalah Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negera Indonesia (WNI) terasa kental karena unggahan seorang WNA yang viral di media sosial melalui akun Twitter-nya @kristentootie. (kompas.com, 18.01.21)

Kristen Gray menceritakan pengalamannya pindah ke Bali pada 2019 setelah kehilangan pekerjaan. Awalnya, ia berencana untuk tinggal di Bali selama enam bulan, tetapi pandemi membuatnya tak bisa pulang ke kampung halamannya.

Ia mengaku telah bekerja di Bali dan menikmati hidup yang serba murah dibandingkan di AS.


Duduk Berdirinya Persoalan

Pertanyaan saya adalah mengapa sehingga twittnya ini menjadi viral? Apa karena ia mengatakan bahwa murah, bila ingin ke Indonesia, serta biaya hidupnya lebih mudah bila dibandingkan di negaranya? Ataukah ini hanyalah puncak dari ketidakpuasan WNI atas perbedan perlakuan terhadap WNA dan WNI? ataukah memang WNI merasa asing di negrinya sendiri di mata WNA?

Dari postingan yang viral kita membaca bahwa WNA, Gray awalnya hanya ingin tinggal di Indonesia selama enam bulan tetapi karena persoalan covid maka ia tidak bisa kembali. Ia akhirnya bekerja dan merasa nyaman hidup di Bali. Alasan lain adalah biaya hidup murah ketimbang di negara asalnya.

Duduk Berdirinya Persoalan

1. Sebenarnya bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah apakah dia masuk ke Indonesia sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang ada atau tidak? misalnya menggunakan visa kunjungan atau menetap?

2. Indonesia dalam masa pandemi, apakah selama di Indonesia, ia mentaati semua protokol covid?

Bila WNA berkunjung ke Indonesia melalui jalur yang benar dan tidak melanghar hukum, saya pikir tidak adil juga jika kita mempersoalkannya. Toh hukum mengijinkan, lantas bila kita menolak WNA sebenarnya kita yang melanggar hukum.

Kita harus jujur bahwa kita menghendaki makin banyak WNA yang berkunjung ke negara kita. Kedatangan mereka sudah pasti memberikan kontribusi besar bagi sektor pariwisata kita. Bukankah itu yang kita harapkan?

Provinsi Bali, yang boleh dikatakan Surganya Indonesia, kontribusi pariwisatanya besar karena banyak wisatawan asing yang bertandang. Ini kenyataan yang tak bisa kita sangkal.

Selama ini sikap kita terhadap WNA terkesan membedakan. Kita menganggap WNA punya banyak duit, superior, karena itu secara tidak langsung kita memposisikan diri sebagai yang tidak ada apa-apanya. Bila pikiran kita seperti ini, bisa jadi membuat kita semakin pesimis dan menjadikan sebagian WNA makin merasa superior dan terkesan meremehkan kita.

Pengalaman saya sebagai pastor, jaman dulu senagian misionaris asing yang bertugas di wilayah saya. Mereka banyak kelebihan, selain disiplin tetapi juga memilki sejumlah uang. Hal ini memungkinkan mereka berkembang, dan perlahan-lahan kita merasa tidak sanggup bersaing dalam hal tertentu.

tangkapan layar dari twitter
tangkapan layar dari twitter
Tamu Tetaplah Tamu

Saya ingin menegaskan bahwa namanya tamu tetaplah tamu. Artinya berlakulah sebagai tamu, menghormati tuan rumah, sopan, menyesuaikan diri dengan aturan yang berlaku. Jangan sampai kita merasa diri tuan rumah di negeri orang, menjadikan tuan rumah sebagai hamba di rumahnya sendiri.

Indonesia memilki sejarah kelam, pernah dijajah berabad-abad lamanya. Para pendahulu kita juga sudah pernah merasa bagaimana menjadi budak di negerinya sendiri. Andaikan ini yang terjadi maka perlahan-lahan rakyat akan berontak. Siapa sangka aksi protes atas Gray hanya bagian kecil dari ketidak puasan selama ini.

Tuan Rumah Tetaplah Tuan Rumah

Seberapa hebat dan superiornya WNA, ia tetaplah WNA. Rakyat Indonesia adalah tuan rumah. Warga Bali adalah tuan rumah di tanahnya. Marilah kita berlaku seperti tuan rumah yang arif, bijaksana dan menghargai.

Sebagai WNI wajib hukumnya untuk menghargai setiap tamu yang berkunjung. Kita mestinya tunjukkan superiornya kita, bahwa karena kita ada apa-apanya, tanah yang Indah, ramah, maka orang luar datang dan belajar dari kita.

Kita pun wajib menjaga keutuhan bangsa , tanah dan, rumah kita, jangan sampai ada pencuri, penjajah yang ingin merampas dan mengusai. Penjajahan telah dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Bangsa kita adalah bangsa yang berbudaya dan beradab.

Marilah kita saling menghargai satu sama lain, entah sebagai tamu ataupun sebagai tuan rumah. WNA di mata WNI seperti tamu di mata tuan rumah

Atambua, 20.01.2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun