Fase anak pada umur 0-6 tahun dianggap sebagai masa golden age atau masa emas. Pada masa golden age ini, akan terjadi proses perkembangan dan juga pertumbuhan pada anak secara signifikan di rentang perkembangan hidupnya. Pada saat masa ini juga, anak mulai belajar cara melihat, mendengar, merasakan, dan merespon apa yang terjadi di sekeliling mereka dan hal ini merupakan tugas perkembangan anak di masa atau fase golden age. Perkembangan bahasa menjadi salah satu tolok ukur utama dalam menilai tumbuh kembang anak pada masa usia dini. Umumnya, anak yang telah berusia 2 tahun diharapkan telah memiliki perbendaharaan sekitar 50 kata dan mulai mampu menyusun dua kata menjadi kalimat sederhana, misalnya “mau makan” atau “aku minum” (Budiasih et al., 2024). Namun, terdapat sejumlah anak yang pada usia tersebut belum menunjukkan kemampuan bicara sesuai dengan tahap perkembangan yang seharusnya, kondisi yang dikenal sebagai keterlambatan bicara atau speech delay. Keterlambatan bicara pada anak di atas usia 2 tahun patut menjadi perhatian karena dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi, interaksi sosial, dan perkembangan emosional anak. Anak yang mengalami speech delay biasanya mengalami hambatan dalam menyampaikan keinginan atau perasaannya, sehingga lebih sering menggunakan gestur atau isyarat non-verbal untuk berkomunikasi (Bermain at el., 2024). Hal ini juga dapat berdampak pada hubungan anak dengan lingkungan sekitarnya, baik di rumah maupun di lingkungan pendidikan. Ada beberapa aspek yang mencakup beberapa perkembangan anak yaitu diantaranya: fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, nilai-nilai agama dan moral. Berdasarkan salah satu aspek yaitu aspek bahasa menjadikan kemampuan berbicara merupakan komponen yang penting dalam mendukung pertumbuhan seorang anak. Kemampuan berbicara merupakan kemampuan mengungkapkan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan emosi. (Jahroh et al., 2023). Anak yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan efektif melalui berbicara dapat membentuk fisik, sosial emosional, dan perkembangan kognitif anak. Banyaknya dorongan bahasa yang diterima seorang anak maka akan semakin baik anak tersebut dalam perkembangan bahasanya, yang memiliki dampak positif dalam perkembangan berbagai aspek secara menyeluruh. Menurut Hockenberry dan Wilson, 2009 menegaskan bahwa, setiap anak pasti mengalami keberlanjutan masa perkembangan, nah di tahap selanjutnya atau sesudah golden age, kualitas dari perkembangan ini dapat dipengaruhi oleh hasil dari pemenuhan tugas perkembangan anak di tahap sebelumnya atau tahap golden age tadi. Oleh karena itu, memberikan lingkungan yang kaya akan stimulasi bahasa merupakan investasi jangka panjang yang bernilai. Aktivitas seperti interaksi verbal yang positif, membacakan buku, menyanyikan lagu, dan bermain peran terbukti efektif dalam merangsang perkembangan bahasa dan kemampuan berbicara anak usia dini. Kemampuan berbicara yang baik pada usia ini akan menjadi dasar yang kokoh untuk keberhasilan akademik dan sosial anak di kemudian hari. Pada mayoritas anak perkembangan bicara melalui proses yang tercipta secara alami, tetapi masih ada beberapa anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan bicara, yang dikenal dengan istilah keterlambatan bicara atau speech delay.
Masa golden age pada anak usia 0-6 tahun merupakan periode penting dalam perkembangan bahasa dan kemampuan berbicara. Namun, tidak semua anak mengalami perkembangan ini secara optimal; beberapa anak menunjukkan keterlambatan bicara atau speech delay, terutama setelah usia 2 tahun ketika kemampuan berbicara seharusnya mulai berkembang lebih jelas. Keterlambatan bicara ini dapat dikenali melalui tanda-tanda seperti anak belum mampu mengucapkan kata-kata sederhana, sulit merespon komunikasi verbal, atau kurangnya minat berinteraksi secara verbal dengan lingkungan sekitar. Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena dapat mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial-emosional, dan akademik anak di masa depan. Penanganan yang tepat meliputi pemberian stimulasi bahasa yang kaya melalui interaksi verbal positif, membaca buku, menyanyi, serta bermain peran, sekaligus konsultasi dengan profesional seperti terapis wicara untuk evaluasi dan terapi khusus. Selain itu, lingkungan yang mendukung dan pemantauan perkembangan secara berkala sangat penting agar anak dapat mengejar ketertinggalan dalam kemampuan berbicaranya. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan anak yang mengalami keterlambatan bicara dapat berkembang secara optimal dan memiliki pondasi yang kuat untuk keberhasilan di masa mendatang.
Penanganan speech delay memerlukan pendekatan yang melibatkan berbagai pihak secara terpadu, seperti orang tua, guru, terapis wicara, psikolog, dan dokter spesialis tumbuh kembang anak. Studi kasus di sebuah kelompok bermain menunjukkan bahwa kolaborasi antara tenaga pendidik, terapis, dan keluarga memberikan hasil positif dalam perkembangan bahasa anak dengan speech delay. Intervensi yang diterapkan meliputi stimulasi bahasa, latihan motorik oral, serta dukungan emosional yang disisipkan dalam kegiatan bermain dan pembelajaran. Selain itu, dukungan dari lingkungan, terutama keterlibatan aktif keluarga dan pendidik, terbukti sangat berperan dalam mempercepat perkembangan kemampuan bicara anak. Perlu diketahui bahwa kemampuan berbicara dan berbahasa adalah bagian terpenting dari perkembangan anak. Secara umum pada usia 2 tahun, anak-anak diharapkan sudah mampu setidaknya mengucapkan 50 kata dan mulai menggabungkan dua kata menjadi satu kalimat yang sederhana atau mudah untuk diucapkan. Namun tidak semua anak mengikuti pola perkembangan ini. Sebagian anak mengalami keterlambatan bicara (speech delay), yaitu kondisi dimana ketika kemampuan bicaranya tertinggal dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Keterlambatan bicara di atas usia 2 tahun dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari variasi normal perkembangan, faktor lingkungan seperti kurangnya stimulasi, dll. Jika tidak ditangani dengan tepat speech delay dapat berdampak pada kemampuan sosial, emosional, dan akademik anak di masa depan
ANAK DARI PUBLIC FIGURE YANG MENGALAMI SPEECH DELAY
1. Precious Ogima Theodore atau sering disebut Gimgim yang mengalami speech delay di usia 3 tahun.
Precious Ogima Theodore atau Gimgim merupakan anak bungsu dari seorang konten kreator yang bernama Rijasmine Bachsinar. Rijasmine menyatakan bahwa 3 anaknya mengalami speech delay di beberapa waktu tertentu, kakak pertamanya baru bisa berbicara pada umur 3 tahun dan kakak kedua baru bisa berbicara pada umur 2,5 tahun. Rijasmine merasa bahwa Gimgim pada usia 1 tahun sudah bisa berbicara “mama, papa, cici” namun lambat laun Gimgim tidak menunjukkan perkembangan dalam berbicara hingga saat ini, yakni usia 3 tahun. Dokter anak yang dipercayai oleh Rijasmine dan suami pernah menanyakan apakah Gimgim saat lahir pernah diperiksa pada pendengarannya dan merespon? pada kenyataannya, Gimgim memiliki pendengaran yang baik dan dapat merespon dengan baik saat pemeriksaan.Meskipun begitu, Gimgim memiliki kelebihan dalam aktivitas kinestetiknya, Gimgim terlihat sangat aktif, mudah memahami perkataan maupun peringatan dari orangtuanya.
Rijasmine dan suami sangat memperhatikan perkembangan anaknya, bahkan mereka mengeluarkan ratusan ribu dalam sekali pemeriksaan atau konsultasi. Rijasmine berkesimpulan bahwa yang terjadi pada anaknya ini kemungkinan karena kurangnya stimulasi sejak bayi dan pemahaman pada kata-kata kurang banyak serta tidak mengajarkannya secara berulang-ulang.
2. Speech delay yang dialami oleh anak dari youtubers Ria Ricis akibat terlalu banyak mainan
Kasus keterlambatan bicara yang dialami oleh anak Ria Ricis, Cut Raifa Aramoana atau Moana, memberikan wawasan penting tentang bagaimana lingkungan dan stimulasi yang diterima anak memengaruhi perkembangan bahasanya. Ria Ricis menjelaskan bahwa salah satu penyebab keterlambatan bicara Moana adalah karena terlalu banyak mainan yang diberikan, yang justru membuat anak menjadi bingung dan sulit untuk fokus. Terlalu banyak mainan dengan berbagai bentuk, warna, dan fitur yang beragam dapat menyebabkan anak mengalami kebingungan sensorik. Dalam perkembangan anak usia dini, kemampuan untuk fokus dan berkonsentrasi sangat penting sebagai dasar untuk belajar berbicara dan memahami bahasa. Kasus ini juga menegaskan bahwa stimulasi yang berlebihan atau tidak tepat sasaran tidak selalu memberikan hasil yang positif. Anak-anak memerlukan stimulasi yang sederhana, teratur, dan konsisten agar mereka mampu memahami kata-kata, maknanya, serta cara menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari. Mainan yang dapat merangsang kreativitas dan eksplorasi, seperti balok kayu, puzzle sederhana, atau boneka kain, lebih dianjurkan dibandingkan mainan yang memiliki banyak fitur otomatis dan kompleks. Oleh sebab itu, peran orang tua dan lingkungan sangat penting dalam memilih dan mengelola stimulasi yang sesuai. Pendekatan yang melibatkan interaksi langsung, seperti berbicara, membacakan cerita, dan bermain bersama, terbukti jauh lebih efektif dalam mendukung perkembangan bahasa anak dibandingkan hanya memberikan banyak mainan tanpa adanya pendampingan yang memadai.