Employer branding yang baik bukan hanya soal logo keren atau kantor estetik, tapi tentang bagaimana perusahaan memberi pengalaman kerja yang manusiawi. Fleksibilitas waktu kerja, kesempatan menyalurkan hobi, fasilitas olahraga, hingga program dukungan psikologis menjadi nilai tambah yang sangat dihargai.
“Gen Z butuh merasa dihargai, bukan hanya dibayar,” begitu kurang lebih pesan Mbak Didin.
Di sisi lain, muncul tantangan khas Gen Z yang sering dilabeli “baperan” alias mudah tersinggung. Apakah itu buruk? Tidak juga. Justru hal ini bisa menjadi peluang jika diarahkan dengan benar. Gen Z hanya perlu belajar menemukan keseimbangan: berani berekspresi tapi juga siap menerima kritik.
Di sinilah soft skill mengambil peran penting. Komunikasi yang efektif, kemampuan beradaptasi dengan cepat (agility), dan ketangguhan mental (resilience) disebut sebagai tiga kunci utama agar generasi ini mampu bertahan di dunia kerja yang serba cepat berubah.
Bu Ira menambahkan, gaya manajemen lama yang otoriter sudah tidak relevan lagi. Yang dibutuhkan sekarang adalah pendekatan kolaboratif dan terbuka, di mana feedback diberikan bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk membangun.
Selain itu, fenomena “hijack” talenta, alias perebutan karyawan antarperusahaan, juga menjadi isu menarik. Di tengah kompetisi ini, perusahaan tidak cukup hanya menawarkan kenaikan gaji. Mereka harus kreatif memberi benefit yang lebih personal: mulai dari membership gym, voucher makan, sampai akses layanan terapi.
Employer branding yang kuat diyakini bisa menjadi benteng utama agar karyawan betah. Turnover bisa ditekan, produktivitas meningkat, dan perusahaan lebih siap menghadapi persaingan jangka panjang.
Menyatukan Dua Perspektif
Podcast ini pada akhirnya memberikan pelajaran berharga, baik untuk individu maupun perusahaan. Bagi Gen Z, personal branding bukan hanya soal tampil keren di media sosial, tapi tentang keaslian, kompetensi, dan keberanian menunjukkan jati diri.
Sementara bagi perusahaan, employer branding adalah strategi untuk memastikan talenta muda merasa dihargai, didukung, dan diberi ruang untuk tumbuh.
Obrolan Bu Ira dan Mbak Didin di podcast GP Ansor ini memperlihatkan satu hal penting: dunia kerja sedang berubah. Generasi baru membawa nilai-nilai baru, dan perusahaan yang ingin bertahan tidak bisa lagi mengabaikannya. Personal branding dan employer branding, jika dijalankan dengan benar, bisa menjadi jembatan yang menghubungkan dua dunia ini.