Siapa yang tak merindukan Tanah Suci?
Bagi umat Muslim, haji dan umrah bukan sekadar perjalanan spiritual, melainkan puncak dari kerinduan panjang. Ada yang menabung puluhan tahun, ada yang menunggu giliran hingga belasan tahun. Semuanya dijalani dengan sabar, penuh doa, dan ketulusan.
Namun, di balik kerinduan itu, sering terdengar cerita yang membuat hati pedih: birokrasi berbelit, antrean yang tak kunjung jelas, hingga praktik curang yang merusak kesakralan ibadah. Bukankah ironis, ibadah suci justru dicederai oleh permainan kotor di balik layar?
Tak lama setelah pelantikan kabinet Merah Putih, Presiden terpilih Prabowo Subianto mengumumkan pemisahan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dari Kementerian Agama. Langkah ini diwujudkan dengan pembentukan lembaga baru: Kementerian Haji dan Umrah, yang secara khusus akan menangani urusan ibadah haji dan umrah.
Untuk memimpin kementerian baru, Prabowo menunjuk tokoh muda Mochamad Irfan Yusuf atau Gus Irfan sebagai Menteri Haji dan Umrah pertama. Pelantikan Gus Irfan, bersama sejumlah menteri hasil perombakan (reshuffle), dilakukan pada Senin, 8 September.
Ini bukan sekadar pergantian struktur. Pesan yang ingin ditegaskan jelas: pemerintah hendak menaruh fokus penuh pada tata kelola haji dan umrah, yang selama ini hanya menjadi satu dari sekian banyak tugas Kementerian Agama.
Selama ini, Kemenag ibarat seseorang yang mengurus terlalu banyak hal sekaligus, dari pendidikan, urusan agama, hingga haji dan umrah. Fokus terpecah, energi terkuras. Dengan kementerian baru, beban itu dipisahkan. Kini ada tim yang berdedikasi penuh, dengan spesialis yang benar-benar menekuni setiap persoalan jamaah.
Harapan yang Menumpuk di Pundak Baru
Kehadiran kementerian ini membawa harapan besar. Bukan hanya perbaikan sistem, tetapi juga perubahan budaya kerja. Ada sejumlah hal penting yang patut menjadi prioritas.
Pertama, pelayanan harus transparan dan bebas dari praktik korupsi. Isu jual-beli kursi haji atau jalur “furoda” sudah terlalu lama menghantui. Praktik ini merusak antrean reguler yang penuh kesabaran sekaligus menodai kesucian ibadah.