Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Ibu Arifatul Choiri Fauzi, punya pesan penting yang harus kita dengarkan bersama. Dalam sebuah kampanye pemenuhan gizi anak bersama Pimpinan Pusat Fatayat NU di Auditorium RA. Kartini, Gedung KemenPPPA, Jakarta. Beliau secara khusus mengingatkan para ibu-ibu muda untuk senantiasa mengawasi penggunaan gadget pada anak-anak.
Menurut Bu Menteri, penggunaan gadget telah menjadi salah satu sumber utama terjadinya kekerasan pada anak. Peringatan ini bukan sekadar himbauan biasa, melainkan panggilan darurat yang harus kita respon. Di tengah meningkatnya kasus kekerasan yang ironisnya sering terjadi di lingkungan terdekat, kita perlu memahami mengapa layar kecil di tangan anak kita bisa menjadi ancaman yang begitu besar.
Yuk, kita bedah lebih dalam bahaya tersembunyi yang membuat gadget menjadi masalah serius, seperti yang disoroti oleh Bu Menteri Arifatul.
1. Gadget dan Pergeseran Pola Asuh: Jembatan Menuju Kekerasan
Sebagai orang tua, kita sering merasa lega saat anak anteng bermain gadget. Seakan-akan, gadget adalah "solusi instan" untuk membuat anak tenang dan tidak rewel. Namun, di situlah masalahnya dimulai. Pola asuh yang seharusnya melibatkan komunikasi dua arah, interaksi, dan sentuhan emosional, kini sering digantikan oleh komunikasi satu arah dari layar.
Peringatan dari Bu Menteri ini tentu bukan tanpa alasan. Penggunaan gadget tanpa pengawasan dapat memicu perilaku negatif, termasuk kekerasan. Bagaimana caranya? Pertama, paparan konten yang tidak sesuai usia, seperti tontonan kekerasan atau cyberbullying, bisa menormalisasi perilaku tersebut di mata anak. Mereka menganggap kekerasan adalah hal biasa yang bisa ditiru. Kedua, kecanduan gadget bisa membuat anak frustrasi dan marah saat gawai itu diambil. Tantrum yang intens ini, dalam kondisi stres, bisa membuat orang tua kehilangan kesabaran, dan akhirnya berujung pada kekerasan. Inilah lingkaran setan yang harus kita putus.
2. Mitos vs. Realita: Gadget Bikin Anak Pintar?
Banyak orang tua yang berdalih bahwa gadget itu penting untuk "pendidikan" anak. Ada banyak aplikasi edukasi, katanya. Memang benar, gadget bisa menjadi alat belajar yang efektif. Tapi, kita perlu membedakan antara penggunaan yang produktif dan penggunaan yang konsumtif.
Penggunaan yang konsumtif, seperti maraton menonton video atau bermain game tanpa henti, justru memiliki dampak buruk pada perkembangan kognitif anak. Para ahli menyebutkan bahwa gadget bisa membuat rentang perhatian anak menjadi lebih pendek. Mereka terbiasa dengan rangsangan visual dan suara yang cepat, sehingga sulit fokus pada hal-hal yang membutuhkan kesabaran, seperti membaca buku atau mendengarkan penjelasan guru. Akibatnya, kemampuan berpikir kreatif, memecahkan masalah, dan konsentrasi mereka terhambat. Ini adalah "ancaman" yang diam-diam merusak potensi anak kita dari dalam.
3. Apa yang Bisa Kita Lakukan? Saatnya Menjadi Orang Tua Digital yang Bijak