Kota Metro memang nggak pernah benar-benar tidur, apalagi di jantung kotanya. Menjelang malam hingga dini hari, ada satu sudut yang jadi pusat pergerakan: Pasar “Malam” di dekat terminal angkot, hanya selemparan batu dari Masjid Agung Taqwa, Kota Metro, Lampung. Lampu-lampu lapak menyala, deretan sayur mayur segar tersusun rapi, dan aroma bawang, cabai, serta bumbu dapur memenuhi udara. Di pinggir-pinggirnya, jajanan tradisional hangat siap memikat siapa saja yang lewat. Di sinilah malam di Kota Metro punya ceritanya sendiri.
Kalau biasanya orang menyebut “pasar malam” yang terbayang adalah pasar tiban yang buka saat ada acara tertentu, penuh lampu warna-warni, wahana permainan, dan penjual baju murah meriah. Tapi, di Kota Metro ada yang sedikit berbeda. Namanya memang “Pasar Malam”, tapi ini bukan pasar malam yang biasa kita kenal. Pasar ini adalah pasar tradisional yang beroperasi justru dari malam hari hingga menjelang subuh.
Letaknya strategis, hanya sekitar 50-100 meter dari Masjid Besar Agung Kota Metro, bersebelahan dengan denyut transportasi Terminal Angkot, dan tak jauh dari RS Ahmad Yani, Kompleks Perkantoran Pemda Kota Metro, Rumah Dinas Wali Kota, serta pusat-pusat belanja lainnya.
Jadi wajar saja kalau pasar ini tidak pernah benar-benar sepi. Siang hari memang tutup, tapi saat malam tiba, pasar ini seperti terbangun dan langsung sibuk melayani berbagai wajah yang datang — entah untuk belanja kebutuhan dapur, kuliner malam, atau sekadar menghirup atmosfer khasnya.
Ramainya Malam di Dekat Terminal
Aku sering lewat pasar ini setiap kali main ke Kota Metro atau saat mengantar-jemput kakak yang bekerja di sana. Dari jauh saja, suasananya sudah terasa: lampu-lampu toko yang menyala temaram, aroma masakan dari gerobak pinggir jalan, dan keramaian orang yang sibuk memilih dagangan.
Pasar ini punya daya tariknya sendiri. Di malam yang biasanya identik dengan sunyi, justru di sini kehidupan baru saja dimulai. Pedagang menggelar lapak, pembeli datang silih berganti. Mayoritas lapak di sini menjual sayur mayur dan hasil bumi — mulai dari sawi, kangkung, bayam, tomat, cabai, bawang, hingga bumbu-bumbu dapur yang segar. Pembelinya pun beragam, tidak hanya warga Kota Metro saja, tapi juga banyak yang datang dari luar kota untuk kulakan atau memenuhi kebutuhan dagang mereka.
Kalau jajanan memang ada, tapi biasanya hanya di bagian pinggir-pinggir pasar. Meski begitu, jajanan ini jadi semacam “bonus” yang menyenangkan bagi siapa saja yang mampir untuk belanja sayur.
Apem Hangat: Cinta pada Gigitan Pertama
Salah satu alasan aku suka mampir ke sini adalah kue apemnya. Bentuknya sederhana, tapi aromanya selalu menggoda. Katanya, apem ini dibuat dari tape singkong — bahan yang sebenarnya tidak terlalu aku sukai. Tapi entah kenapa, setelah diolah menjadi apem, rasanya berubah total. Legit, gurih, dan ada sedikit rasa manis fermentasi yang pas di lidah. Apalagi kalau dimakan saat masih hangat, ditemani taburan kelapa muda parut yang lembut. Rasanya bikin lupa kalau sebenarnya aku bukan penggemar tape.