Mohon tunggu...
Coolis Noer
Coolis Noer Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writing to Release an Overthinking

Menulis sebagai bentuk ekspresi, juga mengungkapkan rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Suatu Sore di Teluk Balikpapan Menyaksikan Kapal-kapal Tongkang Berlalu Lalang

9 Juni 2023   21:30 Diperbarui: 9 Juni 2023   21:34 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Borneo Timur Doc. Pribadi

Menjadi seorang enumerator merupakan penggilan bagi orang yang mungkin suka berpetualang dan enggan menetap pada pekerjaan yang menawarkan keberulangan. 

Meskipun iya, enumerator adalah pekerjaan yang melakukan wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan sama secara berulang kepada orang-orang yang berbeda, namun cerita-cerita diluar pertanyaan wawancara itu terkadang lebih asik. 

Bisa jadi pengalaman hidup yang diceritakan membuat kita memiliki referensi sudut pandang yang lain dalam melihat berbagai hal, utamanya tentang perjalanan kehidupan; sama seperti perjalanan seorang enumerator menemukan orang-orang baik yang mau membuka tangan menerima kedatangannya.

Perjalanan saya menjadi seorang enumerator berawal dari ketidaksengajaan saya mendaftar pada sebuah agenda yang dilaksanakan sebuah perguruan tinggi di Bandung untuk melaksanakan pengambilan data pada pengalaman hidup remaja tahun 2018.

Saat itu saya tidak menyangka bahwa ketidaksengajaan tersebut membuat saya dipanggil untuk ikut bergabung dengan tim mereka. Karena bukan saja saya merupakan alumni perguruan tinggi tersebut, namun juga tidak ada sama sekali pengalaman menjadi pengambil data di lapangan selain pernah menjadi reporter sebuah UKM di Kampus yang ruang lingkupnya sangat kecil. 

Namun akhirnya berangkat dari penawaran tersebut, saya merasa seperti memiliki kesempatan menginjakkan kaki di semua tempat di pelosok negeri dan bertemu serta bertukar pandangan melalui komunikasi untuk menggali pengalaman-pengalaman hidup masyarakatnya.


Perjalanan tersebut akhirnya mengantarkan saya pada kesempatan untuk dapat menginjakkan kaki di sebuah tempat yang kelak akan menjadi Ibu Kota negara; Penajam Paser Utara. 

Kami berangkat ke Kota Balikpapan terlebih dahulu karena wilayah pengambilan data kami ada di 2 wilayah yakni Kota Balikpapan dan Penajam. Sungguh sebuah pengalaman yang apabila diingat kembali menghadirkan kenangan yang penuh perjuangan. 

Di kota orang tersebut, kami hanya berdua orang. Satu tim kami sebenarnya terdiri dari 5 orang, namun kami dipecah di Balikpapan yang diisi saya bersama 1 orang teman saya dan 3 orang lagi lainnya ditempatkan di Kalimantan Tengah.

Awal kami tiba, kami disambut seorang utusan yang sebelumnya sudah membuka wilayah pencacahan kami dan memberikan kami dokumen untuk dijadikan acuan pengambilan data kami. 

Namun ternyata orang tersebut jauh dari harapan kami yang akan membantu mencarikan tempat menginap dan menjadi orang yang bisa kami tanyai selama berada di Kota Balikpapan. 

Kami sendiri hari itu juga kebingungan mencari tempat singgah saat hari pertama kami tiba di Balikpapan. Bahkan tidak tahu tujuan kami hendak kemana karena selingan informasi yang kami dengar, utusan ini sudah mengurus segala hal di wilayah kami termasuk akomodasi dan lainnya. Kami terluntang-lantung berdua di Kota orang yang tidak pernah kami injakkan kaki disana sebelumnya.

Di pengalaman saya sebelumnya yakni pada pengambilan data Survey Pengalaman Remaja Indonesia 2018, semua lebih terorganisir dan karena dibawahi oleh Kemensos dan KPPA RI sehingga semua hal dilapangan sudah diurus dan bahkan dipermudah. 

Saat saya tiba di Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, wilayah pengambilan data saya saat itu, kami bertim sejumlah 5 orang dan tinggal di satu wilayah pengambilan data yang sama untuk melakukan tugasnya bersama-sama. Bahkan dinas terkait sangat membantu memfasilitasi prosesnya.

Namun tidak ada pengalaman yang sia-sia. Di keras dan mahalnya Kota Balikpapan, kami yang hanya melakukan pengambilan datanya berdua orang, yang mana teman saya tersebut adalah seorang perempuan, kami menjadi mengerti bagaimana rasanya terlantung-lantung di Kota orang. 

Saya tidak mempermasalahkan teman saya perempuan, bahkan walaupun perempuan namun dia lebih ulet di lapangan dan lebih religius saat sudah selesai beraktifitas walaupun tetap menyesuaikan keadaan dan tidak terlalu kaku dengan religiusitasnya.

Pengambilan data kami di Provinsi Kalimantan Timur tersebut dijadwalkan selama maksimal dua bulan, yakni satu bulan di Balikpapan dan sisanya di Penajam. 

Pengambilan data tentang Ekonomi Digital yang dilaksanakan Bank Dunia tersebut sebenarnya salah satu agenda penelitian yang cukup besar karena lingkupnya hampir di seluruh provinsi di Indonesia. 

Saya pun awalnya bersemangat karena mendapatkan wilayah yang akan memungkinkan saya menginjakkan kaki di tanah yang kelak akan menjadi Ibukota Negara.

Di Balikpapan saya menjadi mengerti bahwa Kalimantan tidak hanya berisi hutan, namun juga Kota Metropolitan. Bahkan pelabuhannya menjadi salah satu yang paling sibuk. 

Di pinggir Kota Balikpapan yang menjorok ke Teluk Balikpapan juga berdiri tangki-tangki yang berukuran raksasa untuk menampung minyak-minyak mentah untuk diolah menjadi bahan bakar minyak yang didistribusikan ke hampir seluruh wilayah di Indonesia. Ramai dan jauh dari bayangan awal saya tentang Pulau Kalimantan.

Sebagai enumerator, perjalanan kami melakukan wawancara datang dari rumah tangga satu ke rumah tangga laiinya dan tidak mengenal waktu bahkan hingga malam pun kami masih bertamu di keluarga-keluarga yang menjadi target responden. 

Bertanya mengenai sumber penghasilan mereka, bertanya tentang aktifitas pekerjaan online yang sudah dirambah, dan pertanyaan seputar ekonomi keluarga. Banyak keluarga baik yang kami temui, namun ada juga wilayah-wilayah padat pemukiman yang masyarakatnya tidak bersedia meluangkan waktu untuk kami wawancara.

Gunung Mas, Gunung Sahari, Gunung Malang adalah beberapa kelurahan yang masih saya ingat sampai sekarang. Satu wilayah selesai, kami berpindah ke wilayah yang lain. 

Capaik memang, apabila dibayangkan apalagi Balikpapan adalah Kota yang panas dan ganas. Namun hal itu tetap kami jalani karena hal itulah yang mengantarkan kami berada di Kota ini.

Di sebuah pasar malam yang terletak di bibir Teluk Balikpapan itu, suatu sore kami beristirahat melepas penat dengan menikmati seduhan susu soda dan sepiring Jagung Bakar sambil menyaksikan kapal-kapal tongkang berlalu lalang membawa Batu Bara pergi dari pulau kalimantan. 

Sepoi angin senja mengantarkan kami pada nikmatnya waktu beristirahat yang tenang disaat letih tak tertahan dan gairah semangat sudah berada diujung tanduk perjuangan yang nyaris ingin ditinggalkan.

Bersambung ............

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun