Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pembentukan Jiwa-jiwa Kuat Melalui Program Au Pair

4 Juli 2020   01:06 Diperbarui: 4 Juli 2020   17:43 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Eropa Jadi Rumah Kedua (Foto: Dokumentasi pribadi)

Namun Rora bersyukur, masih banyak orang baik yang dikirimkan Tuhan. Seorang perempuan dari Filipina yang mengundangnya makan, host family temannya yang baik, kenalannya yang mengajarkan bahasa Jerman hingga seorang pria yang kemudian menjadi kekasihnya. Seperti yang dikatakan Rora, semua pelajaran hidup selama menjalani program au pair membentuknya menjadi pribadi yang melihat segala sesuatu dari berbagai sudut pandang.

Melalui kisah Rora ini saya mendapatkan wawasan baru, di antaranya hubungan yang setara antara perempuan dan laki-laki. Berbeda dengan laki-laki di Indonesia yang jarang bersentuhan dengan urusan rumah tangga, laki-laki di Jerman juga harus piawai memasak dan mengurus anak.

Penerimaan
Masih dari negara yang sama, kisah berbeda datang dari Ragil. Tiga tahun lamanya ia berjuang mendapatkan host family. Bukan perkara mudah baginya sebab ia melamar sebagai au pair laki-laki. Umumnya host family mencari au pair perempuan.

Semua perjuangan itu berbuah manis saat Ragil diterima sebagai au pair di sebuah keluarga yang baik. Host family itu sengaja mencari au pair laki-laki agar anak perempuan mereka merasakan sosok kakak laki-laki.

Menjadi kakak memang merupakan tujuan keberadaan seorang au pair. Ia tak ubahnya saudara yang mengajak anak dari host familynya bermain atau mengantarkan mereka ke sekolah.

Sekilas kehidupan Ragil bersama host family terkesan tanpa konflik. Namun terkadang terjadi percekcokan di antara Ragil dan host mumnya. Semua itu wajar terjadi karena mereka berasal dari dua budaya yang berbeda. Perselisihan pendapat atau ketidaksepahaman menjadi cara untuk menyatukan langkah agar bisa berjalan bersama.

Sebagaimana tujuan program au pair sebagai sarana pertukaran budaya, Ragil beruntung diberi kesempatan memasak makanan Indonesia. Sembari menikmati makanan tersebut, ia membagikan pengetahuan mengenai Indonesia kepada host familynya. 

Ragil bersyukur pengalamannya tinggal bersama keluarga tersebut selama satu tahun menempanya menjadi Ragil yang jauh berbeda dengan Ragil yang pertama kali datang ke Jerman. Ragil yang berani berkata 'tidak', Ragil yang tak segan-segan mengutarakan pendapat, dan Ragil yang menjadi dirinya sendiri.

Saya mengacungi jempol pada sikap host mum yang suatu hari sengaja membawa Ragil ke sebuah gay parade. Sejak awal ia mengetahui bahwa Ragil memiliki orientasi seksual yang berbeda.

Semula Ragil kaget sebab selama ini ia hanya bisa menikmati acara tersebut melalui artikel di majalah. Ragil berterima kasih kepada host mum yang telah menerima dirinya apa adanya.

Host mum juga mengajarkan anaknya untuk menghargai orang dengan orientasi seksual yang berbeda. Bahkan host family pernah mengundang kekasih Ragil untuk makan malam bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun