Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Millenial, Jangan Tunda Investasi Properti

28 Februari 2019   23:32 Diperbarui: 1 Maret 2019   00:34 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ubah gaya hidup dan jadikan hunian sebagai motivasi! (Sumber foto: http://jokkajokka.com)

Jumlah generasi millenial yang melakukan investasi properti meningkat signifikan. Survei yang dilakukan Rumah123 menunjukkan 27,29% millenial menjadi investor properti pada 2018. Jumlah tersebut naik pesat dibandingkan 4,43% millenial yang menjadi investor properti pada 2017. Kenaikan tersebut dilatarbelakangi peningkatan kesadaran perihal properti yang memiliki return bagus dan pergeseran definisi investor pada generasa millenial itu sendiri.

Meskipun membeli properti untuk pertama kalinya, generasi millenial sudah menggolongkan dirinya sebagai investor. Sebanyak 60,32% millenial berusia 22-28 tahun mencari hunian sebagai bentuk investasi. Sementara itu 75% millenial berusia 29-35 tahun mulai mencari hunian untuk investasi.

Rata-rata terjadi 10% kenaikan penghasilan. Tentunya bergantung pada inflasi. Jika inflasi mulai turun, penghasilan tidak akan sebesar tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu harga rumah mengalami kenaikan yang luar biasa, rata-rata 20%.

Dengan kata lain, terjadi ketimpangan antara penghasilan dengan harga rumah itu sendiri. Jika millenial terus menunda membeli rumah, rumah semakin tidak terbeli.

Di satu sisi, millenial melihat properti itu mahal. Mereka merasa tidak mampu membelinya. Di sisi lain millenial memilih membeli barang lain, termasuk barang yang tidak perlu atau barang yang mengalami penurunan harga ke depannya. Padahal prinsip ekonomi mengatakan, beli barang yang mengalami kenaikan harga ke depannya.

Gaya hidup konsumtif menghambat millenial membeli rumah. Sejak kecil kita diajarkan bermacam-macam hal. Namun kita tidak pernah diajarkan cara mengatur uang. Ketika menerima gaji, sebagian besar orang Indonesia membeli berbagai barang. Sisa uang digunakan untuk menabung atau cicilan rumah. Mereka tidak melakukan hal sebaliknya. Padahal itu yang dianjurkan.

Properti adalah produk ekonomi yang harganya dibentuk oleh supply dan demand. Selain itu properti adalah satu-satunya produk yang berpotensi tidak laku terjual ketika didiskon, berbeda dengan mobil atau gadget. Ketika properti didiskon, muncul tanda tanya. Mungkin produknya jelek. Sementara itu properti yang terus mengalami kenaikan harga dinilai bagus.

Dilihat dari gaji, hanya 17% millenial di Jakarta yang bisa membeli rumah di Jakarta dengan harga di bawah Rp 300 juta. Padahal hanya ada 1,7% rumah di kisaran harga itu.

Bicara lokasi hunian, semua orang, tidak hanya millenial, mencari lokasi yang dirasa akrab. Sebagai contoh, area mereka lahir dan besar atau area perkantoran. Ada juga area yang dirasa tidak familiar tapi mereka terbuka. Sebagai contoh, area yang sedang mengalami pertumbuhan,  misalnya Serpong.

Nyatanya, hanya 1% area di Serpong yang bisa dibeli millenial. Pasalnya harga properti di sana lebih tinggi. Serpong merupakan kawasan yang nyaman ditinggali dibandingkan Jakarta. Orang berbondong-bondong ke sana.

Ketika millenial sudah visit ke lokasi dan developer dirasa bagus, mereka enggan. Penyebabnya, kondisi area tidak sebaik yang mereka bayangkan. Dahulu Serpong tak ubahnya tempat jin buang anak. Saat ini kondisinya jauh berbeda. Oleh karena itu millenial harus berpikir ke depan. Jangan beli sesuatu yang terlihat bagus.

Millenial cenderung tidak mau mengambil sesuatu yang berisiko. Solusinya, cari developer yang terpercaya dan track recordnya bagus. Selain itu suami dan istri dengan penggabungan penghasilan dipandang mampu membayar cicilan yang lebih tinggi.

Motivasi Memiliki Rumah

Punya rumah tidak lagi menjadi daftar teratas prioritas generasi millenial. Hunian bukan prioritas utama mereka. Generasi sekarang lebih suka membeli pengalaman. Kita harus mengubah mindset, tidak selamanya kita mengontrak rumah atau tinggal bersama keluarga besar.

Bagaimana caranya mandiri? Harus ada motivasi untuk memiliki rumah. Tanpa motivasi tidak akan ada keinginan atau kemampuan menyisihkan penghasilan untuk uang muka. Sebagai contoh, uang muka rumah seharga Rp 500 juta adalah Rp 100 juta atau 20% nya. Hal tersebut  harus menjadi prioritas utama dari penghasilan.

Bersama BTN, memiliki hunian tidak lagi sebatas mimpi. (Sumber foto: twitter.com/btnproperti)
Bersama BTN, memiliki hunian tidak lagi sebatas mimpi. (Sumber foto: twitter.com/btnproperti)
Strategi mengumpulkan uang muka, diantaranya menyisihkan penghasilan atau penghasilan tidak rutin seperti bonus, THR, atau gaji ke-13. Ketika mencapai jumlah yang ditetapkan sebagai uang muka, segera setor.

Strategi lainnya adalah penghasilan dipotong ke instrumen investasi yang lain. Kita harus punya target, misalnya uang muka harus terkumpul dua tahun lagi. Untuk itu investasi yang bisa digunakan misalnya reksadana pasar uang.

Kalau usia Anda 22 tahun dan target memiliki rumah di usia 29 tahun, Anda bisa menempatkan uang tersebut di investasi yang lebih berisiko dengan potensi keuntungan yang lebih tinggi, contohnya reksadana campuran, reksadana saham, saham, atau emas.

Sebenarnya kemampuan orang yang sudah berkeluarga dalam mencicil hanya sepertiga dari penghasilannya. Berbeda dengan lajang yang mampu mencicil setengah dari penghasilannya.

Yuk, selagi masih muda, belum banyak tanggungan, lakukan investasi properti dari sekarang. Lima tahun pertama Anda memang harus mengencangkan ikat pinggang untuk urusan lifestyle. Selanjutnya Anda merasa lebih nyaman.

Investasi Cerdas di Properti

Peningkatan income mendorong  peningkatan kewajiban dan keinginan. Kapan berinvestasi? Berikut empat alasan investasi cerdas di properti untuk hidup yang lebih baik:

1. Properti adalah jenis investasi yang tertua dan terlama di dunia.

Pemikiran orangtua jaman dulu itu simple. Beli tanah atau sawah. Saat butuh uang untuk kuliah anak, tanah itu dijual. Persiapannya sudah ada, tidak kesulitan mencari pinjaman uang. Cara itu dinilai paling mudah. Dalam waktu lama sekalipun wujud properti itu tetap terlihat.

2. Properti bisa diturunkan ke anak kalau kita tidak ingin memakainya.

Contohnya, rumah bisa diserahkan saat anak dewasa atau diwariskan. Bisa juga disewakan.

3. Harga.

Dari tahun ke tahun harga properti terus meningkat, apalagi jika lokasinya strategis. Sebagai contoh kawasan Serpong. Delapan tahun lalu harga rumah dengan dua kamar tidur Rp 350 juta. Kini harganya melambung menjadi di atas Rp 1 miliar. Bayangkan berapa harga rumah itu 10 tahun mendatang!

4. Perburuan properti terus meningkat.

Kemacetan di Jakarta yang semakin menggila dari hari ke hari membuat mereka yang tinggal di daerah penyangga, seperti Bekasi dan Tangerang berpikir ulang. Bayangkan berapa jam waktu yang harus dihabiskan menuju kantor. Oleh karena itu,  kebutuhan properti apartemen terus bertambah. Bahkan saat ini apartemen di pusat kota jauh lebih favorit dibandingkan rumah di daerah penyangga.

Tertarik berinvestasi di bidang properti? Golden rules dalam memilih properti berikut patut diperhatikan:

1. Lokasi

Beberapa tahun yang lalu pemilihan lokasi properti disesuaikan dengan budget. Sebagian besar properti dengan harga yang terjangkau terletak di kawasan penyangga Jakarta. Permasalahan utama ibukota adalah kemacetan. Orang butuh tempat tinggal yang dekat dengan pusat bisnis di tengah kota.

Permasalahannya, harga properti di pusat bisnis sungguh fantastis, seperti kawasan Thamrin atau Sudirman yang dihargai Rp 100 juta per meter persegi. Tak heran apartemen yang berada di kawasan superblok menjadi incaran banyak orang karena semua fasilitas tersedia di sana.

2. Pengembang

Tidak semua properti memiliki pengembang yang bagus. Mengapa pengembang itu penting? Membawa nama baik. Salah pilih pengembang artinya  uang kita berisiko hilang. Beberapa kejadian menunjukkan direncanakan ada pembangunan apartemen, uang  sudah terkumpul tapi nyatanya tidak pernah terjadi ground breaking.

Seorang kenalan menyampaikan, ia terpaksa merenovasi rumah yang dibelinya tiga tahun lalu lantaran pintu dan jendela di rumah tersebut habis dimakan rayap. Padahal kondisi rumah itu masih baru saat dibeli. Jadi kita harus hati-hati. Jangan terpesona dengan harga murah yang ditawarkan pengembang yang tidak kita kenal. Pilih pengembang dengan track record baik.

3. Akses

Apakah lokasi properti yang kita pilih dekat dengan kantor, sekolah, atau akses kendaraan umum? Apakah fasilitas yang dimiliki mendukung aktivitas kita?

Kini BTN hadir dengan BTN Digital Solution yang memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam memberikan informasi mengenai berbagai pelayanan Bank BTN melalui ponsel Anda, termasuk menampilkan rumah yang dijual dan pengajuan aplikasi kredit.

BTN Digital Solution merupakan solusi bagi Anda untuk mendapatkan informasi dan melakukan kegiatan perbankan di Bank BTN dengan cara yang praktis, aman, dan nyaman.

Setelah mengetahui indahnya investasi di bidang properti, jangan tunda lagi, rencanakan sekarang juga! Ingat harga properti terus meningkat setiap tahunnya. Ubah gaya hidup dan jadikan hunian sebagai motivasi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun