Mohon tunggu...
Citra Melati
Citra Melati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan pembelajar

@cmelati86

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peradaban Dimulai dari Perempuan, Maka Didiklah!

7 April 2021   23:37 Diperbarui: 7 April 2021   23:40 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengenal diri sendiri dan karakter

Anak perempuan harus belajar mencintai dan menghargai diri mereka sendiri bukan menjadi anak perempuan lain dan hanya menyenangkan orang lain tapi yang paling utama adalah kebanggaan mereka sendiri. 

Dengan demikian, mereka belajar dan fokus akan kekuatan sendiri daripada kelemahan. Sebab setiap anak perempuan terlahir kreatif, menjadi kreatif termasuk menjadi sendiri. Jika mereka terhempas oleh sistem pendidikan yang keliru hanya sekedar mengikuti pasar dan tren dan menjadi orang lain mereka tidak lagi menjadi kreatif.

Memberikan hak kepada anak perempuan, tidak menghambat kreativitasnya sesuai kodrat alamiahnya, contoh, jika ada anak perempuan tidak memiliki kemampuan matematika yang baik tapi memiliki kemampuan menggambar maka harus didukung, diarahkan, dan dikembangkan bukan dimatikan.

Mendidik anak dengan santai, humor, tidak tegang tapi mengena. Memberikan ruang bercerita dan berpendapat, mereka terbiasa untuk berbicara, tapi juga menghargai ketika ada orang berbicara.

Mendidik berpikir kritis, agar tidak mudah menelan mentah-mentah informasi yang diterima dan tidak mudah dibodohi orang lain.

Orangtua membimbing dan memberikan anak kemandirian berpikir dan bertindak atas apa yang dilakukan punya konsekuensi dan tanggung jawab. Terbiasa melakukan sendiri sehingga memiliki tanggung jawab sendiri dari yang paling dasar supaya belajar untuk gagal bukan hanya sukses.

Masa emas anak adalah menjadi manusia seutuhnya lewat eksplorasi mengenal diri dan sekitar tanpa harus dijejali materi akademis yang kaku dan monoton. 

Memberikan pengetahuan sesuai usia dan perkembangan anak layaknya anak bukan menjejali anak dengan pengajaran dan doktrin yang rumit namun tanpa makna yang pada akhirnya menghakimi sesama mereka, pengajaran materi yang menyenangkan, supaya jangan sampai kehilangan masa anak-anak agar menjadi dewasa yang bahagia, kreatif, berpikir kritis. 

Ada masanya anak akan mendalami ilmu yang rumit, karena masa anak adalah bermain dan bereksplorasi belum mendalami tekstual serius seperti orang dewasa.

Bentuk pendidikan karakter, seperti perilaku dan sopan santun, menyayangi alam dan ciptaan Tuhan dan terbiasa dengan kata permisi, tolong, dan terimakasih, belajar menghargai orangtua dan orang lain merupakan cermin nilai ketuhanan tidak harus selalu dengan materi hafalan yang rumit seperti mesin.

Mengenalkan lingkungan

Memberikan pengetahuan dan mengenalkan isu-isu sosial agar peka sejak dini, seperti masalah lingkungan supaya mereka punya kesadaran tinggi akan lingkungan. 

Penting untuk mengenalkan mereka soal alam, hutan, sungai, gunung, sawah, dsb dimana mereka punya kesadaran untuk menjadi khalifah bumi dalam menjaga dan melestarikan alam sehingga mereka menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri dan masyarakat. 

Belajar kehidupan nyata di lapangan, life skill seperti memasak, berenang, seperti pergi ke sawah mengenalkan alam agar mereka tahu ketika alam wilayah mereka dirusak mereka akan berseru dan melawan karena kelak anak perempuan akan jadi ibu bagi keluarga untuk mempertahankan kelangsungan hidup dimana manusia tidak bisa hidup tanpa alam. 

Anak perempuan juga manusia

Anak perempuan dan laki-laki adalah manusia yang egaliter, tidak ada yang merasa lebih tinggi atau rendah, tapi mereka bekerja sama dan saling menghargai satu sama lain dari kekurangan dan kelebihan tanpa memandang jenis kelamin, tidak ada perbedaan besar anak perempuan dengan anak laki laki, mereka semua harus diperlakukan sama dan sama-sama istimewa, yang membedakan hanya fisiologisnya. Disisi lain anak perempuan lemah mungkin karena kondisi fisiknya yang sebenarnya harus dilindungi bukan sebagai dipandang sebagai hal yang rendah. 

Membuang stigma bahwa anak perempuan cenderung lemah, menangis di hadapan anak lain, mungkin meminta perlindungan pada anak laki-laki tapi seharusnya stigma diubah bahwa anak perempuan juga berani dan bisa melawan dengan kekuatan sendiri seperti laki-laki, mungkin salah satunya belajar bela diri jika memang diperlukan.

Menghargai proses jatuh bangun anak perempuan, memberikan dukungan materi, fisik, dan psikis. Tidak menuntut anak berlebihan dan perfeksionis, anak juga bisa salah, proses belajar untuk melakukan kesalahan itu normal dan wajar. Menjauhkan sifat feodalisme orangtua yang merasa berkuasa sehingga mengatur anak perempuan. Anak juga bisa jadi guru bagi orangtua.

Meskipun mereka adalah anak perempuan, bukan berarti tidak tahu apa-apa dan bersikap semena mena memanfaatkan kelemahan mereka sebagai anak perempuan, tapi mereka adalah makhluk suci yang perlu bimbingan dan tuntunan bukan sekedar menuruti perintah tanpa tahu maksud dan tujuan.

Memberikan pendidikan tentang hak anak, bahwa mereka harus tahu hak mereka, concern penyuluhan anak. Kekerasan anak perempuan tidak hanya seksual bisa juga verbal seperti perundungan terhadap anak perempuan bisa terjadi dimana saja termasuk dari keluarga terdekat sekalipun. Bagaimana menumbuhkan kapasitas alamiah anak perempuan agar tidak mudah dijadikan bahan eksploitasi dan berani melapor jika ada yang mengganggu bukan terbiasa diam dan takut.

Belajar dari kehidupan nyata

Memerdekakan kodrat anak perempuan dan mengembangkan bakat minat anak sejak dini agar kelak bisa mandiri secara finansial tidak hanya bergantung pada laki-laki sehingga bisa bekerja dan berkarya memberdayakan sesama terutama perempuan tanpa menjadi budak industri dan kapitalis. 

Belajar mencari uang sejak dini bukanlah eksploitasi, tidak ada salahnya mengenalkan dan mengajarkan anak berdagang asal anak mau dan senang bukan paksaan untuk membantu orangtua tapi sesuai kemampuan dan kemauan sendiri karena ingin belajar. 

Meminta anak membantu ekonomi orangtua jualan tidak berarti eksploitasi anak, ini salah kaprah, justru belajar jualan akan membentuk mental anak, eksploitasi adalah memaksa dan menekan anak, lain cerita jika orangtua menekan untuk menghasilkan uang demi keegoisan orang tua, dan orangtua tidak mau bekerja. 

Salah satu eksploitasi anak salah satunya bisa seperti memaksa anak belajar dan harus ranking yang membuat anak depresi di sekolah. 

Anak perempuan bukan objek

Membiasakan anak perempuan untuk terbiasa berpikir daripada berhias diri. Sah saja merawat dan berhias diri asal sewajarnya dimana  jika hanya mengandalkan fisik luar dan berhias diri saja rentan dijadikan objek oleh industri dan kaum laki-laki agar anak perempuan tidak selalu diidentikan dengan dalam hal keduniawian saja yang bersifat konsumtif dan boros.

Anak perempuan bukan sebagai pajangan sekedar tubuh yang ditutupi dan dihiasi pakaian dan perhiasan, tapi manusia yang berpikir dan berakal. Kemampuan berpikirnya yang harus diasah agar punya harkat dan martabat serta menjadi pribadi yang sederhana dan bersahaja.

Anak perempuan bukan dijadikan kompetisi dengan anak perempuan lain, biarkan mereka unik menjadi mereka sendiri. Anak perempuan bukan semata fisik tapi bagaimana anak perempuan bisa survive sebagai manusia dan perempuan. 

Membatasi pemakaian gadget dan berekspresi lewat karya

Tidak memberikan paparan gadget berlebihan, pemakaian sewajarnya sesuai keperluan dan perlu pengawasan. Orangtua yang harus memfilter apa yang dilihat anak ketika memakai gadget. Gadget mungkin bisa bermanfaat dalam mendukung suatu karya tapi harus bijak memakainya.

Memberikan kesempatan anak bermain baik indoor atau outdoor bukan menatap layar dengan pasif, bermain mengekspresikan diri lewat olah seni dan gerak, terutama bermain di luar berinteraksi bersama teman-teman dimana mengandung unsur kreativitas dan penanaman karakter.

Untuk mengurangi dampak negatif gadget memberikan ruang tempat bermain dan literasi bagi anak perempuan, seperti membaca buku, majalah, dsb, tidak hanya tekstual tapi juga harus diimbangi membaca keadaan sekitar yang bersifat kontekstual dengan akal sehat dan hati nurani. Jika hanya bersifat tekstual saja maka akan memiliki pemahaman sempit.

Belajar terbiasa untuk membuat dan berkarya daripada membeli, boleh membeli asal untuk mendukung karya, bukan hanya membeli terus menerus lalu buang. 

Membeli barang-barang yang aktif bukan hanya pasif seperti mainan hanya sekedar hiasan atau pajangan tapi harus dipakai seperti menggerakkan motorik, mengandung unsur kognitif seperti mainan figur untuk bercerita, kuas dan cat untuk melukis, dsb.

Anak perempuan mengenal seni dan budaya lokal

Mengenalkan anak perempuan dengan budaya dan kearifan lokal seperti tarian adat, dolanan, gamelan, museum, sejarah, membatik, melukis, memasak, menjahit, dan pengetahuan harus dilestarikan agar mengenal tradisi leluhur nenek moyangnya, bukan terasing dari negerinya sendiri.

Menggunakan bahasa lokal untuk dipakai sehari hari bukan mendewakan bahasa asing. Bahasa ibu amatlah penting, siapalagi kalau bukan generasi perempuan yang mengajarkan dan melestarikan bahasa ibu agar tidak sampai punah hanya karena melupakan bahasa sendiri. 

Perlu juga menghargai perbedaan suku Indonesia, bhineka tunggal ika berbeda beda tetapi tetap satu jua. Belajar apa saja dan dimana saja bukan hanya di bangku sekolah, pengalaman adalah guru terbaik, dan sekolah terbaik adalah sekolah kehidupan.

Perlu perhatian akan pendidikan khusus perempuan, perlu adanya sistem yang membentuk pendidikan anak perempuan di setiap daerah pedesaan dan perkotaan, seperti fasilitas perpustakaan, ruang seni budaya, belajar kekayaan alam lokal, dsb. jadi anak perempuan tidak hanya sekedar diisi sekolah, les, mengerjakan PR, yang monoton.  

Jika ingin membangun peradaban generasi perempuan maka harus ada pemberdayaan dan pemenuhan hak anak khususnya perempuan. Selain itu, tugas pendidikan anak perempuan menjadi tugas bersama dimulai dari pendidikan keluarga, lembaga pendidikan formal atau informal, dan masyarakat serta peran pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun