Mohon tunggu...
Clive Nathaniel Kwa
Clive Nathaniel Kwa Mohon Tunggu... Murid

Siswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

CC CUP XL: Tugas Tak Terlihat, Dampak yang Terasa

5 Oktober 2025   11:51 Diperbarui: 5 Oktober 2025   11:51 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CC Cup selalu dipenuhi sorakan dan euforia. Tapi tahun terakhirku di Kanisius justru mengajarkanku hal lain: tidak semua kebanggaan harus datang dari tepuk tangan. Ada kalanya berdiri di balik layar memberi makna yang lebih dalam daripada berdiri di bawah sorotan.

Di CC Cup terakhirku sebagai murid Kolese Kanisius, aku merasakan dua sisi dari sebuah perayaan besar. Ada saat aku berdiri di tribun sebagai bagian dari ALASKA, bersorak tanpa henti untuk mendukung almamater. Namun di momen lain, aku berada di area belakang panggung---bukan untuk tampil, melainkan untuk memastikan jalur artis tetap aman dan acara berjalan sesuai rencana. Aku memang panitia, seperti semua Kanisian lainnya, tetapi tugasku mengajarkanku bahwa tidak semua kontribusi harus terlihat. Ada kalanya yang paling berharga justru adalah peran yang membuat orang lain bisa bersinar.

Awalnya, aku mengira menjadi panitia berarti harus selalu tampil di depan. Nyatanya, tugasku justru dimulai saat orang lain sibuk bersorak. Aku belajar bahwa sebuah acara sebesar CC Cup tidak hanya berdiri di atas pemain dan penonton, tetapi juga di atas mereka yang bekerja dalam diam: mengatur barisan deville agar tepat waktu, menjaga alur agar tidak ada yang menerobos, memastikan semuanya berjalan sebagaimana seharusnya---meski kadang tidak ada yang menyadari siapa yang menjaganya.

Baik opening maupun closing menuntut kesigapan yang sama, tetapi rasa tegangnya berbeda. Saat opening, aku mengawal deville---mengatur barisan sekolah agar berjalan sesuai urutan dan waktu tetap presisi. Itu menguji ketegasan dan kesabaran. Namun saat closing, tekanannya meningkat berkali lipat. Aku tidak lagi berhadapan dengan peserta parade, melainkan dengan ribuan pasang mata yang sedang berada di puncak euforia. Mengawal jalur Changcuter dan Bernadya di tengah keramaian yang nyaris tak terbendung membuatku sadar: menjaga kegembiraan tetap tertib ternyata lebih sulit daripada menciptakannya

Menahan ego bukan hanya soal menahan diri dari sorak atau menjadi pusat perhatian. Kadang ujian sesungguhnya datang saat kita berdiri di tempat yang tidak terlihat, tetap menjalankan tanggung jawab yang berat, dan memastikan orang lain bisa berjalan lancar. Menjaga semuanya tetap aman tanpa sorak atau tepuk tangan mengajarkanku bahwa kekuatan sejati sering muncul dalam diam---di saat semua mata tertuju ke tempat lain. 

Closing memberiku pelajaran yang berbeda. Kali ini aku tidak mengatur pelajar, melainkan mengawal Changcuter dan Bernadya. Tugasku hanya satu: memastikan jalur mereka tetap steril dan area aman dari penonton yang terlalu antusias. Kata "hanya" di sini ternyata bisa sangat berat.

Di titik itu aku paham, bahwa berdiri tegak dalam diam bisa jadi lebih melelahkan daripada berteriak sekuat tenaga. Apalagi ketika harus menahan orang yang ingin menerobos hanya demi mengambil video atau melihat artis lebih dekat. Wajar, siapa pun pasti ingin berada sedekat mungkin dengan idolanya. Tapi di posisi itu aku belajar: cinta pada acara bukan berarti ikut melompat ke tengah keramaian, tetapi memastikan keramaian itu tetap aman untuk semua yang menikmatinya.

Menjadi bagian dari sebuah acara tidak selalu berarti berdiri di depan panggung; kadang justru diwujudkan dengan menjaga agar panggung itu tetap utuh bagi semua. Kontribusi kita mungkin tidak selalu terlihat, tapi dampaknya selalu terasa.

Dan karena CC Cup selalu punya cara menutup cerita dengan elegan, malam itu berakhir bukan dengan kembang api atau pesta besar. Melainkan dengan sesuatu yang jauh lebih sederhana. Setelah tugas selesai, aku kembali bertemu teman-teman angkatanku. Kami, CC26, berkumpul spontan tanpa instruksi resmi. Tidak ada pengeras suara. Tidak ada standing mic. Kami hanya berdiri melingkar, lalu menyanyikan lagu "Masa Perkenalan." Lagu yang dulu kami nyanyikan saat MPLS pertama kali masuk SMA, kini kembali hadir sebagai penutup masa remaja.

Aku tidak menangis. Tapi ada sesuatu di dalam diri yang pelan-pelan menutup pintu, seolah berkata: masa remaja di Kanisius sudah berpamitan.

Setelah pulang malam itu, perasaanku tidak langsung tenang. Ada lega karena tugasku sudah selesai dengan baik---jalur aman, artis selamat, tidak ada kekacauan. Tapi ada juga rasa sedih yang pelan-pelan muncul: ini mungkin sorak terakhirku sebagai murid Kolese Kanisius. Tahun depan, aku tidak lagi berada di tribun sebagai bagian dari ALASKA, juga mengatur keamanan untuk alur mobilisasi artis. Aku akan berdiri di tempat yang berbeda---sebagai alumni.

CC Cup tahun ini mengajarkanku satu hal penting: bekerja di balik layar bukan berarti memiliki peran yang kecil. Aku pernah bersorak sampai habis suara, dan kini aku pernah menjaga dalam diam. Keduanya sama berharganya. Mungkin suatu hari nanti aku akan kembali ke Menteng Raya 64 sebagai alumni. Mungkin aku akan berdiri lagi di tribun. Tapi kali ini, aku akan bersorak sambil tersenyum---karena aku tahu betul, di balik setiap sorak, selalu ada seseorang yang berdiri diam, memastikan semuanya tetap berjalan.

Dan aku bangga pernah menjadi salah satu dari mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun