Mohon tunggu...
Claudia Ajeng Pramesthi
Claudia Ajeng Pramesthi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Lepas

Mahasiswa S1 Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kolonialisme dan Perkembangan Situs Ziarah dan Wisata Religi Gua Maria

22 Juni 2023   19:59 Diperbarui: 22 Juni 2023   20:05 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak perjalanan Columbus berlayar mencari daerah kekuasaan baru, bangsa barat mengikuti jejaknya dengan mencari daerah koloni dan mengambil keuntungan dari sumber daya daerah tersebut. Indonesia yang saat itu belum berbentuk sebuah negara dan lebih dikenal sebagai Kepulauan Nusantara, tidak luput menjadi sasaran invasi tersebut. Pada awalnya aktivitas perdagangan dan pertukaran barang antara pedagang Nusantara dengan pendatang barat berjalan adil dan menguntungkan semua pihak, namun sumber daya yang melimpah dan menjanjikan seakan seperti menggoda bangsa barat untuk mengambil keuntungan sebanyak mungkin. Ketika transaksi perdagangan yang adil dirasa tidak cukup, lalu munculah maksud jahat untuk memonopoli perdagangan strategis kepulauan nusantara. Negara seperti Portugis, Belanda, Inggris selama rentang waktu ratusan tahun silih berganti berkonflik untuk menguasai perdagangan, yang kemudian meluas menjadi melakukan kolonialisasi. Dari antara ketiga negara tersebut, Belanda merupakan negara yang menancapkan pengaruh paling kuat di negara ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa bertahun-tahun masa kolonialisme, Belanda meninggalkan pengaruh (juga trauma) yang kuat. Terjadi pertukaran selama rentang masa itu, terutama dari sisi kebudayaan, berupa bahasa, agama, arsitektur, dan produk budaya lainnya. Agama Kristen dan Katolik adalah agama yang dibawa oleh bangsa Belanda dan Portugis selama masa pendudukannya. Penyebar agama yang disebut misionaris menjalankan tugasnya menyebarkan agama dan budaya kerohanian ke berbagai daerah nusantara, terutama pusat pemerintahan koloni, yaitu Pulau Jawa. Berkembangnya agama Kristen dan Katolik serta bertambahnya angka pemeluk berbuntut pada tuntutan kebutuhan akan tempat peribadatan dan ziarah. 

Gereja pertama yang dibangun di Indonesia terletak di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Jalan Mangga Dua Raya, Jakarta, yang dikenal dengan nama Gereja Sion. Gereja tersebut hanya memiliki umat dari kalangan bangsa Belanda dan belum memiliki umat pribumi. Agama Katolik kemudian menyebar ke area Jawa Tengah dan sekitarnya dengan hadirnya misionaris di daerah tersebut. Misionaris paling berpengaruh di Jawa, Romo Van Lith, menyebarkan agama dengan penginkulturasian budaya Jawa yang dapat diterima oleh masyarakat lokal. Tahun 1904 ia membaptis 171 orang pribumi pertama yang memeluk agama Katolik. Area tempat pembaptisan itu sekarang dikenal dengan nama Sendangsono. Sendangsono merupakan area yang memiliki sumber mata air. Dalam sejarahnya, tempat itu merupakan pemberhentian dan peristirahatan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan dari Magelang menuju Kulon Progo. Setelah peristiwa pembaptisan tersebut, dibangunlah gereja dan tempat ziarah umat Katolik berupa gua Maria yang dikenal dengan nama Gua Maria Sendangsono.

Gua Maria erat kaitannya dengan perjalanan spiritual umat Katolik. Umat Katolik sangat menghormati Bunda Maria sebagai Bunda Tuhan. Maria dipercaya merupakan perantara doa terkuat agar permohonannya dikabulkan oleh Tuhan. Berbagai doa, devosi, dan nyanyian pujian tercipta sebagai bentuk penghormatan Maria sebagai Bunda Tuhan dan Bunda Gereja. Gua Maria adalah salah satu bentuk penghormatan tersebut. Fasilitas doa dan devosi dan erat kaitannya dengan pencarian ketenangan jiwa dan memanjatkan permohonan khusus di hadapan Sang Bunda.

Selain dari Gua Maria Sendangsono yang merupakan saksi bisu penyebaran awal agama Katolik di Jawa, tempat ziarah dan peribadatan lain bermunculan dan tidak terlepas dari peranan misionaris Belanda. Salah satunya adalah Gua Maria Kerep yang terletak di Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Magelang. Pada mulanya area tempat berdiri situs ziarah ini merupakan milik seorang warga negara Belanda yang menyumbangkan tanahnya untuk dikelola oleh Bruderan Apostolik yang didirikan Uskup pribumi  pertama di Indonesia, Uskup Albertus Soegijapranata. Pasca bubarnya kongregasi tersebut, area itu kemudian dibangun dan dikembangkan sebagai situs ziarah dan peribadatan Gua Maria. 

Sumber: Benedict Hardyanto
Sumber: Benedict Hardyanto

Situs ziarah umat Katolik tidak terbatas pada Gua Maria, meski itu adalah yang paling populer. Perkembangannya sebagai bentuk ziarah umat Katolik juga dipengaruhi dan dipopulerkan setelah peristiwa penampakan Maria di Gua Massabielle, Lourdes. Setelah penampakan tersebut pun timbul sumber mata air yang kemudian diambil dan digunakan untuk pengobatan karena dipercaya memiliki khasiat mukjizat. Seiring waktu, gua Maria sengaja dibangun di dekat mata air dan menjadi ciri khas dari situs ziarah Gua Maria di seluruh dunia. 

Kebudayaan dan agama dibawa dan disebarkan bersama dengan masuknya negara barat dan memulai kolonialisme di Nusantara. Rentetan peristiwa kelam dalam masa kolonialisme tidak dipungkiri banyak mengakibatkan trauma dan merupakan sebuah pelanggaran akan hak asasi manusia. Akan tetapi seperti angin yang membawa benih bunga untuk tumbuh di lahan baru yang subur, para misionaris membawa sebuah kebenaran menurut kepercayaan Katolik; menjadi terang dan garam dunia dalam menyebarkan kabar gembira ke seluruh dunia, hingga sampai ke Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun