Mohon tunggu...
Claudia Tiara Aji
Claudia Tiara Aji Mohon Tunggu... Mahasiswa

Bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Nada dalam Kata, Estetika Bunyi di Dunia Sastra

5 Oktober 2025   09:42 Diperbarui: 5 Oktober 2025   09:42 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa tidak hanya alat komunikasi, tetapi juga media keindahan yang hidup dalam karya sastra. Melalui permainan bunyi, penulis dapat membangkitkan suasana dan emosi pembacanya. Tiga unsur penting yang sering muncul dalam keindahan bunyi adalah aliterasi, asonansi, dan rima. Ketiganya berperan menciptakan irama, harmoni, serta keunikan dalam setiap baris tulisan.Dalam kajian sastra, ketiganya menunjukkan bahwa bunyi memiliki kekuatan lebih dari sekadar arti.

Aliterasi merupakan pengulangan bunyi konsonan pada awal kata yang muncul secara berdekatan. Menurut Gorys Keraf (2009), aliterasi memberi efek musikal dan mempertegas gagasan dalam kalimat. Misalnya pada kalimat "Budi berjalan bersama bayu", bunyi konsonan "b" diulang menciptakan irama lembut. Pengulangan seperti ini sering digunakan dalam puisi, iklan, bahkan pidato agar lebih mudah diingat. Aliterasi menunjukkan bahwa keindahan bahasa dapat muncul dari pola bunyi yang sederhana.

Sementara itu, asonansi berkaitan dengan pengulangan bunyi vokal yang menimbulkan kesan musikal halus. Kridalaksana (2011) menyebut asonansi sebagai alat penguat ritme dalam karya sastra. Contohnya pada kalimat "Malam panas aku diam di tanah", terdapat pengulangan vokal "a". Efeknya menciptakan alunan suara yang lembut dan puitis saat dibaca. Asonansi menjadi bukti bahwa keindahan bahasa tidak selalu lahir dari kata yang rumit.

Berbeda dengan dua sebelumnya, rima muncul melalui pengulangan bunyi di akhir baris puisi. Menurut Waluyo (1995), rima membantu membentuk irama dan keselarasan antarbaris. Contohnya dapat dilihat pada bait "Aku menatap langit, hatiku terasa sakit". Kesamaan bunyi "-ngit" menciptakan keindahan yang membuat pembaca merasakan emosi penulisnya. Rima sering digunakan untuk mempertegas suasana dan memperkuat pesan dalam puisi.

Aliterasi, asonansi, dan rima menjadi bagian dari unsur estetika dalam bahasa yang memperkaya makna karya sastra. Ketiganya menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya sistem tanda, tetapi juga karya seni yang hidup. Dengan memahami ketiga unsur ini, pembaca dapat lebih menikmati kedalaman makna dalam setiap karya. Penulis pun bisa belajar bagaimana bunyi menjadi alat penggerak emosi dan keindahan. Melalui bahasa, manusia tidak hanya berbicara, tetapi juga mencipta harmoni yang abadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun