Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Swalayan Plastik Sampah

23 Maret 2021   19:26 Diperbarui: 23 Maret 2021   19:55 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun lalu, saat corona virus mulai merebak, Italia menjadi negara sasaran 'buli' bagi banyak orang Indonesia. Beredar aneka berita bohong yang tidak benar sama sekali alias 'hoax'.

Kami yang tinggal di Italia, sempat bingung dan sedih atas semua tudingan yang sangat negatif. Pertama kali merasakan 'lockdown', sungguh sesuatu yang aneh. Sebelumnya hanya menonton berita TV yang mengulas tentang virus di Cina yang dikaitkan dengan pasar burung di kota Wuhan. Kala itu, istilah lockdown itu sendiri tak pernah terlintas dalam pikiran bahwa suatu hari kami harus melakoni adegan yang kami lihat dalam kotak kaca bergambar gerak.

Semua tudingan negatif terhadap Italia sudah seperti peluru yang ditembakkan oleh senapan mesin. Dari berbagai sudut, kami diserang! Mulai dari pesta pawai, deretan pasien di jalanan di bawah langit terbuka tanpa tedeng aling, uang kertas dihamburkan, orang terjun dari gedung tinggi, mayat dibakar tanpa peti, polisi memukul orang tua, dan lain seterusnya. 

Bahkan tisu yang selalu tersedia melimpah di toko dan supermarket, ikutan masuk daftar serangan sebagian orang naif yang ikut menyebarkan berita palsu seolah kami kehabisan persediaan tisu. 

Tak ayal, soal kebersihan dan kesehatan Italia juga dituding sebagai negara yang kotor, jorok, gagal secara sanitasi dan sebagainya. Wah!?

Merantau lima belas tahun di Italia, sempat tinggal dan berpindah-pindah kota, lintas propinsi bahkan regione, saya ingin berbagi pengalaman di negeri ini secara berseri. Semoga tulisan saya  bisa memberi pencerahan kepada pembaca. Kalau ibukota jadi pindah, barangkali informasi yang saya sampaikan bisa menjadi masukan positif untuk membangun ibukota yang baru.

Berangkat dari persoalan yang berkaitan dengan berita palsu yang ramai beredar tahun lalu, saya ingin mengupas satu persatu 'isu' yang perlu diluruskan. Sekalian juga berbagi cerita hal yang bisa diambil manfaatnya. Kali ini tentang masalah kebersihan lingkungan sebagai dampak pandemia.

SAMPAH RUMAH TANGGA

Belum semua wilayah di Italia menerapkan aturan sampah yang seragam. Kebetulan saya tinggal di kota kecil Oderzo di propinsi Treviso (Veneto). 

Secara geografi, Veneto terletak di belahan timur laut Italia; terhampar di tepi laut Adriatik dan sebagian berbatasan dengan pegunungan Alpen. Italia terdiri dari 20 regione. Regione Veneto yang beribukota Venezia dan terdiri dari 7 propinsi, memiliki luas wilayah 18.345,35 km².

Secara propinsi, kami sangat bangga karena proyek persampahan di tempat kami, termasuk berhasil. Bahkan kami memiliki proyek daur ulang pertama di dunia yang mengolah popok menjadi bahan baku sekunder. 

Kalau daur ulang sampah basah, sudah bukan hal asing buat kita semua. Sebab dari tahun-tahun sebelum saya kemari, negeri ini sudah menerapkan sampah secara terpisah antara organik dan non organik yang dibagi lagi antara kertas, beling, plastik+kaleng dan sampah yang tidak bisa didaur ulang (non daur). Tahun ini Treviso mewajibkan warga untuk memisahkan sampah plastik dan kaleng yang sebelumnya menjadi satu paket.

Awal-awal saya tinggal di sini, pemerintah daerah menyiapkan bak-bak sampah umum di titik-titik tertentu untuk memudahkan warga mencapai tempat ini. Hampir setiap ujung area pemukiman, ada bak sampah umum yang terdiri dari sampah kertas (bak warna kuning), sampah botol (bak silinder warna hijau) dan sampah kaleng+plastik (bak warna biru).  

Namun akhirnya fasilitas ini tidak mangkus, kurang sangkil sebab menerapkan jadwal pengangkutan secara berkala. Tiap kali menjelang jadwal pengangkutan, biasanya tumpukan sampah menggunung. 

Apalagi kalau jadwal angkutnya bertepatan dengan hari libur nasional atau keagamaan. Terbayang 2-3 hari tumpukan sampah yang mengganggu kenyamanan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Akhirnya, cara ini diganti. Warga difasilitasi 3 tempat sampah dengan ukuran lumayan bikin sempit pekarangan atau garasi di rumah. Bagi mereka yang tidak punya ruang untuk menyimpan tempat sampah ini, mereka dikasih kunci untuk keluar-masuk ke tempat sampah bersama namun tertutup. Ada jadwal hari pembuangan yang tertera dalam kalender yang dibagikan setiap tahun. 

Teorinya, jadwal sampah kering 'non-daur' setiap Rabu sebulan sekali. Maka wajib kami mengeluarkan tempat sampah beroda besar (untuk memudahkan pengangkutan) di depan rumah pada hari Selasa malam. Rabu pagi setelah tempat sampah kosong, dilarang meninggalkan lebih dari 24 jam sebab bisa kena sanksi. 

Menurut aturan, dilarang membuang sampah melebihi kapasitas wadah yang disediakan. / dokpri
Menurut aturan, dilarang membuang sampah melebihi kapasitas wadah yang disediakan. / dokpri
Setiap bak sampah ini memiliki kode yang bisa direkam otomatis masuk ke data tagihan warga. Untuk sampah botol, kertas, kaleng dan plastik juga ada jadwal, yaitu setiap Senin dan Kamis secara bergantian. Jadwal ini menjadi hari tetap untuk sampah organik (bak sampah lebih kecil sebab biasanya untuk dapur). 

Sampah plastik dan kaleng hanya dikumpul dalam plastik biru berlabel nama perusahaan sampah pemerintah daerah. Juga sampah organik harus dibuang dalam kantong plastik organik keluaran perusahaan ini. Kalau mereka melihat plastik lain, sampahnya tidak akan diangkut. Malah ditinggalkan catatan peringatan pertama sebelum dijatuhkan sanksi.

Hitam: sampah kering non-daur, Hijau: sampah botol, Kuning: sampah kertas. / dokpri
Hitam: sampah kering non-daur, Hijau: sampah botol, Kuning: sampah kertas. / dokpri
Biaya tagihan sampah datang dua kali setahun, dihitung per kepala untuk setiap rumah. Jumlah tagihan tidak pernah sama, sebab setiap kali membuang sampah kering yang tidak bisa didaur, warga harus membayar. Tetapi untuk sampah organik dan sampah yang bisa didaur ulang, tidak ada tambahan biaya kecuali biaya pemakaian plastik. Karena itu urusan membuang sampah non-daur haruslah bijaksana untuk kalkulasi tagihan akhir tahun. 

Ada alternatif lain untuk membawa sendiri sampah ini ke eco-centro. Warga hanya menunjukkan kartu kesehatan dengan nomer NPWP sini. Namun resikonya, sampah tersebut harus diurai. Misalnya untuk membuang sepeda, setrikaan dll, kita harus memisahkan bagian besi, plastik, karet dan seterusnya, sebab eco centro tidak menerima sampah utuh.

Untuk sampah batere, kacamata, tutup botol gabus dan obat, ada tempatnya tersendiri. Biasanya depan supermarket atau apotek disediakan sarana ini. Khusus sampah obat, kotaknya tertutup aman demi menghindari penyalahgunaan orang-orang tak bertanggungjawab.

Ada lagi sampah-sampah baju layak pakai yang dikelola Caritas (gereja). Teorinya, kotak besar tertutup berwarna kuning ini hanya menerima sampah baju dalam keadaan siap pakai: bersih, terlipat rapi dan tidak ada cacat. Namun belakangan, kotak ini sudah ditarik dari tempat publik karena menjadi kotak paling berlimpah sampai tak bisa dikendalikan. 

Di beberapa kota, banyak juga pencuri yang membobol kotak ini. Sangat disayangkan karena sampah ini bisa dibilang dari warga, untuk warga (yang membutuhkan).

Masalah sampah tidak akan pernah selesai sebab setiap hari kita berurusan dengan sampah. Karena itu mereka yang bekerja di bidang ini, terus mencari solusi yang terbaik untuk melayani masyarakat. 

Dampak dari Corona Virus, kegiatan layanan sampah ikut terimbas. Mereka terpaksa bekerja dari rumah sebab kantor yang buka hanya Senin, Rabu dan Jumat harus tutup mengikut aturan protokol. Padahal masyarakat tetap membutuhkan layanan seperti kantong plastik untuk sampah organik dan plastik/kaleng. Terhitung tahun ini memisahkan sampah kaleng dan plastik, maka kebutuhan plastik biru menjadi lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Beberapa hari lalu, akhirnya saya melihat kotak baru dekat kantor pengelola sampah kota yang menyediakan sarana kantong plastik biru berjejer damai berdampingan dengan kantong sampah organik yang ramah lingkungan. Operasionalnya sama, yaitu memperlihatkan kartu kesehatan sebagai pengenal identitas yang sudah terdaftar di dinas kebersihan kota tempat tinggal kami. 

Untuk transaksi dengan mesin ini, pengguna memasukkan kartu ke lubang yang disediakan tanpa repot memijit nomer digit sebab data yang tertulis di kartu sudah terekam otomatis. Hanya menunggu total tagihan akhir tahun, sebab layanan ini juga tak gratis. Masyarakat hanya mendapat jatah gratis sepaket berisi satu kantong biru dan dua kantong organik pertahun. Demikian juga untuk sampah kering non-daur yang dijatah gratis membuang hanya sekali setahun, sisanya bayar.

Swalayan Plastik Sampah / dokpri
Swalayan Plastik Sampah / dokpri
Ingin irit tagihan, masyarakat dituntut untuk bijak membuang sampah. Berpikir sebelum membeli barang. Cermati setiap kemasan sebelum membuang karena salah menempatkan, berarti harus siap menunggu surat pemberitahuan 'sanksi' yang dikirim lewat pos. 

Sanksi untuk pelanggaran ini, cukup mahal. Tagihan bulanan yang bisa dicicil dua kali, saat ditotal tahunan juga cukup mahal. Berurusan dengan sampah memang akhirnya tergolong anggaran mahal. Karena itu, cerdiklah dengan sampah. Lewat sampah yang dihargakan mahal, kita jadi belajar menghormati lingkungan dan ikut bertanggungjawab untuk menjaga kebersihan sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun