Mohon tunggu...
Clarina Yosi
Clarina Yosi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sastra Belanda Universitas Indonesia

Reader also writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyesal tetapi tidak kesal! Menelusuri Kisah Kelompok Spijtoptanten Tionghoa di Belanda

2 Juni 2022   13:20 Diperbarui: 2 Juni 2022   13:39 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Chinese Nieuwjaar 2010 Asosiasi Lian Yi Hui (Sumber : https://www.vriendenkringlianyihui.com/)

Setelah membaca judul artikel ini, mungkin Anda bertanya-tanya mengenai apa sebenarnya maksud kata “Spijtoptanten” dan mengapa dikaitkan dengan orang Tionghoa di Belanda. Baik, untuk mengatasi kebingungan tersebut mari simak penjelasan artikel berikut ini.

Secara bahasa, Spijtoptanten berasal dari bahasa Belanda yang berarti “orang-orang yang menyesal”. Berdasarkan definisi dari Rijkschroeff, Gwan Tjaij, dan Verlaan pada bukunya yang berjudul Indonesische Chinezen in Nederland (2010), kelompok Spijtoptanten Tionghoa merupakan etnis Tionghoa di Indonesia yang bermigrasi ke Belanda di rentang tahun 1958 – 1964. Lalu, mengapa mereka disebut sebagai “orang-orang yang menyesal”? Sebab, kelompok ini telah menggunakan haknya untuk memilih kewarganegaraan Indonesia setelah perjanjian Konferensi Meja Bundar 1949, tetapi akhirnya berubah pikiran dan mengajukan diri menjadi warga negara Belanda. Peristiwa tersebut dilatarbelakangi secara umum oleh diskriminasi atas sentimen anti-Cina yang sedang marak, utamanya pasca sengketa perebutan Irian Barat antara Indonesia dan Belanda tahun 1957 yang berimplikasi pada stigmatisasi bahwa etnis Tionghoa adalah “partner” kolonial sehingga patut untuk dibenci.

Lalu bagaimana keadaan mereka setelah bermigrasi ke Belanda?

Setelah bermigrasi ke Belanda, kelompok Spijtoptanten Tionghoa ini dianggap berhasil terintegrasi ke dalam masyarakat Belanda. Faktor yang mendukung kesuksesan integrasi mereka dalam masyarakat Belanda secara umum disebabkan karena adanya kedekatan kultural antara etnis Tionghoa dengan Belanda, bahkan sejak masa kolonial. Pada tahun 1908, Pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah khusus untuk anak-anak Tionghoa yang bernama Hollandsch-Chinese School (HCS) dengan bahasa pengantarnya adalah bahasa Belanda dan kurikulumnya juga berorientasi ke Barat. Setelah lulus dari HCS, anak-anak Tionghoa tersebut banyak yang melanjutkan studi perguruan tinggi ke Belanda. Dengan demikian, saat kelompok Sijtoptanten Tionghoa bermigrasi ke Belanda, mereka sudah tidak asing dengan bahasa dan budaya Belanda dan dapat beradaptasi dengan mudah. Dengan bekal keilmuan dan gelar akademik yang dimiliki oleh anak-anak Tionghoa ini, mereka dapat menempati strata menengah secara ekonomi dan rata-rata berpenghasilan tinggi saat hidup di Belanda.

Lalu apakah “penyesalan” dan “kekecewaan” kelompok Spijtoptanten terhadap Indonesia tersebut mempengaruhi pola interaksi sosial mereka di Belanda?

Selain terintegrasi dalam masyarakat Belanda, secara bersamaan kelompok Spijtoptanten ini juga menyatu dengan migran Tionghoa-Indonesia lain dari berbagai gelombang migrasi. Meskipun tiap migran dari tiap gelombang memiliki latar belakang yang berbeda yang melandasi mereka untuk pindah ke Belanda, tetapi dalam kehidupan sosial, pola interaksi mereka hampir sama. Hal ini dibuktikan dengan banyak didirikan asosiasi atau perkumpulan orang Tionghoa-Indonesia di Belanda, antara lain Inisiatip (1977), De Vriendenkering Lian Yu Hui (1985), dan De Vriendschap (1989) yang masih aktif berkegiatan hingga sekarang. Komunitas tersebut sering mengadakan perayaan pada hari besar nasional, seperti peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, perayaan Tahun Baru Imlek, Hari Sumpah Pemuda, perayaan Cap Go Meh, dll yang ditemani suguhan kuliner dan kesenian musik khas Indonesia. Dengan demikian, refleksi atas budaya Indonesia diaplikasikan oleh kelompok Spijtoptanten dalam komunitas etnis Tionghoa-Indonesia di Belanda guna menjaga memori dan keterikatan mereka dengan Indonesia. Pengalaman masa lalu atas diskriminasi yang dirasakan di Indonesia tidak lekang dari ingatan, tetapi mereka memilih untuk tidak mengekspresikan “kekecewaan” tersebut dalam interaksi komunitas.

Dokumentasi Pot Luck 2015 Asosiasi De Vriendschap dengan sajian makanan Indonesia (Sumber : https://www.verenigingdevriendschap.nl/fotosvideos/)
Dokumentasi Pot Luck 2015 Asosiasi De Vriendschap dengan sajian makanan Indonesia (Sumber : https://www.verenigingdevriendschap.nl/fotosvideos/)

Dokumentasi Jaarlijks Muziekuurtje Asosiasi De Vriendschap 2018 (Sumber : https://www.verenigingdevriendschap.nl/)
Dokumentasi Jaarlijks Muziekuurtje Asosiasi De Vriendschap 2018 (Sumber : https://www.verenigingdevriendschap.nl/)

Referensi :

De Vriendenkring Lian Yi Hui. (2012, januari 7). De Historie van Lian Yi Hui. Retrieved Mei 28, 2022, from De Vriendenkring Lian Yi Hui: https://www.vriendenkringlianyihui.com/lian-yi-hui/

De Vriendschap. (2015, September 4). Vereniging De Vriendschap. Retrieved Mei 29, 2022, from Activiteiten Jaar 15: https://www.verenigingdevriendschap.nl/agenda-2015/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun