Pramuka, sebuah gerakan praja muda karana yang semestinya menjadi pilar dalam pendidikan karakter generasi muda, lantas kini menjadi isu perdebatan di era digital ini. Kabar dinyatakannya Pramuka di Indonesia bukan sebagai ekstrakurikuler wajib lagi sempat menjadi polemik panas di tengah masyarakat. Keikutsertaan pelajar bersifat sukarela dan kegiatan kema kini tidak lagi wajib. Suatu hal yang jika ditinjau secara historical sungguh amat disayangkan karena keberadaan gerakan Pramuka sendiri memiliki sejarah pembentukan yang panjang. Kendatipun memiliki tujuan nobel untuk memupuk keterampilan, kepemimpinan, dan rasa tanggung jawab pada generasi muda, tak mampu mengelak bahwa Pramuka seringkali gagal dalam menghadapi tantangan di era digital. Anak sekolah tak lagi menganggap Pramuka sebagai kegiatan yang menyenangkan. Dikatakanya, bahwa gerakan Pramuka yang telah berusia 58 tahun tidak dapat disamakan dengan kondisinya seiring berjalannya waktu.
Menengok ke belakang barang sejenak, gerakan Pramuka dulu menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak sekolah. Dengan pembentukan regu bunga bagi perempuan dan nama hewan untuk laki-laki, menimbulkan rasa semangat untuk membuat yel-yel guna mengasah kreativitas mereka. Sebagaimana perasaan bangga sebagai anak Pramuka kala memahami sandi morse maupun semaphore. Belum lagi merajut pengalaman dalam kegiatan persami di alam bebas. Sehingga terlibat dalam perdebatan siapa yang harus tidur paling pinggir di dalam tenda, siapa yang bertugas memasak, maupun berebut urutan mandi duluan. Hingga epiknya penyalaan api unggun dalam ajang pentas seni sembari diiringi nyanyian nyaring "Api Unggun telah Menyala".
Dikatakannya, gerakan Pramuka yang kini berusia 58 tahun, tentu tidak sama dengan kondisi ketika dilahirkan, perlu re-positioning Pramuka baru yang diminati kaum millenial dimana Pramuka diharapkan dapat mengikuti perkembangan zaman dalam komunikasi digital dewasa ini. Karena memang di era golbalisasi ini, diperlukan pembangunan karakter dari generasi muda penerus bangsa. Sebagaimana pemuda-pemudi dituntut untuk memiliki kepribadian yang menjunjung persatuan Indonesia. Sehingga Gerakan Pramuka hadir sebagai tonggak Pendidikan kaum muda Indonesia agar dapat berkontribusi secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada intinya setiap sekolah masih memiliki kewajiban untuk menawarkan Pramuka sebagai salah satu ekstrakurikuler, hanya saja partisipasi dari pelajar telah menjadi sunah. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru, akankah eksistensi dari Pramuka tetap dapat bertahan di tengah realita bahwa minat pelajar untuk mengikuti Pramuka semakin berkurang. Mampukah Pramuka bersaing dengan ekstrakurikuler lainnya yang ada di sekolah? Ringkasan studi Portnov-Neeman dan Barak tahun 2013 menyatakan bahwa pandangan tentang kegiatan Pramuka di kalangan remaja, terutama pelajar SMA, telah menurun dibandingkan dengan pelajar di jenjang sekolah yang lebih rendah. Temuan lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan Pramuka tidak sepopuler ekstrakurikuler lainnya. Tujuan awal dari adanya Pramuka adalah untuk membangun Pendidikan karakter akan cinta tanah air. Namun, jika para pelajar saja sudah tidak menaruh hati pada Gerakan Pramuka, bagaimana Pramuka dapat melaksanakan tujuannya tersebut?
Salah satu kritik utama terhadap Pramuka adalah kesenjangan antara idealisme yang diusungnya dan implementasinya dalam kehidupan nyata. Meskipun pernah sekali adanya revitalisasi sejumlah Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka dan Kurikulum Pendidikan, namun hingga saat ini, nyatanya usaha itu tak cukup untuk memaksimalkan Gerakan Pramuka agar menarik minat generasi muda. Pramuka sering kali dianggap sebagai sebuah institusi yang kuno dan ketinggalan zaman, yang kurang relevan dengan kebutuhan dan minat generasi muda saat ini. Para pembina Pramuka seringkali terjebak dalam pola pikir dan praktik lama yang tidak lagi sesuai dengan realitas masa kini. Hal ini dapat mengakibatkan kehilangan minat dan motivasi generasi muda untuk bergabung dan aktif dalam gerakan Pramuka. Ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman dapat menghambat kemajuan dan perkembangan gerakan Pramuka untuk menjadi agen perubahan positif dalam kehidupan generasi muda.
Tak dapat dipungkiri, pembina Pramuka memiliki tuntutan besar untuk membangun dan mempertahankan reputasi Pramuka bagi para pelajar. Pramuka perlu melakukan transformasi yang mendalam dan menyeluruh sesuai kemajuan zaman. Di era revolusi industri 5.0 yang mana menitik beratkan pada perkembangan teknolohi AI, keberadaan gerakan Pramuka perlu mengalami evolusi yang sesuai. Tantangan yang dihadapi oleh anak-anak zaman sekarang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi dengan teknologi canggih dan terkoneksi secara digital, yang memberikan mereka akses tak terbatas ke informasi dan hiburan. Oleh karena itu, Pramuka perlu menempatkan diri dengan dinamika zaman ini. Para pelajar dapat diajak untuk mengembangkan keterampilan baru yang relevan dengan era digital, seperti desain grafis, membuat blog, maupun manajemen media sosial. Selain itu, Pramuka juga dapat memfasilitasi kolaborasi antaranggota untuk menciptakan proyek-proyek inovatif, mengadakan kegiatan di alam terbuka yang tetap relevan, serta mengintegrasikan teknologi dalam metode pengajaran tradisional Pramuka. Tidak hanya mempelajari sandi morse maupun semaphore, pelajar dapat mulai mengenal apa itu artificial intelligent atau pengetahuan digital lainnya. Dengan demikian, Pramuka dapat tetap menjadi wadah yang relevan dan menarik bagi para pelajar. Di sisi lain, Pramuka juga tetap mempertahankan ciri khas dan identitasnya.
Sementara itu, Pramuka tetap harus menyisipkan Pendidikan akan moral dan etika dalam setiap kegiatannya. Sesederhana membangun sikap empati dan simpati dalam diri pelajar. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan sosial seperti pelayanan dan pengabdian masyarakat. Sehingga, para pelajar tidak hanya dibekali akan keterampilan praktis, namun juga tanggung jawab sosial.
Oleh karena itu, apakah nilai ideal dari Gerakan pramuka dapat terwujud di era digital ini? Tentu saja, dengan syarat akan adanya pernyesuaian yang tepat. Tak peduli akan adanya perubahan kebijakan Undang-Undang, Pramuka tidak akan kehilangan rohnya apabila tetap mampu mempertahankan reputasinya di zaman sekarang demi mewujudkan nilai-nilai dan prinsipnya.