Mohon tunggu...
Marlistya Citraningrum
Marlistya Citraningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Pekerja Millennial

Biasa disapa Citra. Foto dan tulisannya emang agak serius sih ya. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Akun Twitter dan Instagramnya di @mcitraningrum. Kontak: m.citraningrum@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Si Cantik dan Komik

20 Mei 2015   11:16 Diperbarui: 10 November 2017   13:25 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432086780385589590

Jika saya menyebut nama Dee Lestari, Ayu Utami, Fira Basuki, Okky Madasari, apa kesamaan di antara mereka? Benar, mereka semua adalah penulis novel, yang semuanya wanita. Faktanya memang di Indonesia banyak wanita yang berkiprah di dunia penulisan dan sastra, yang membuat ragam sastra Indonesia makin kaya, bersanding dengan nama-nama legendaris seperti Seno Gumira Ajidharma atau Joko Pinurbo.

Tapi bagaimana dengan media penulisan lain? Komik, to be precise? Adakah penulis komik wanita?

Lho, emangnya ada penulis komik?

Pertanyaan bagus. Komik adalah cerita bergambar, dan seringkali identik dengan artisnya, dengan perupa yang mengerjakan penuangan visualnya. Padahal komik mengandung cerita, plot, makna, yang semuanya berawal dari penulisan cerita. Tak ada cerita, tak ada yang bisa divisualisasikan. Istilah penulis komik kemudian sepertinya tak populer karena banyak komikus yang kerjanya memang dobel: menulis cerita dan menggambar. Orang tahunya Fujiko F. Fujio, yang sebenarnya adalah dua orang, sebagai komikus Doraemon, yang menggambar Doraemon. Siapa yang menulis ceritanya? Hiroshi Fujimoto atau Motoo Abiko?

Kenyataannya, memang ada yang namanya penulis komik. Mereka yang menulis cerita untuk komik, yang kemudian divisualisasikan oleh si artis. Tak semua artis komik memiliki kemampuan dan kemauan untuk membangun cerita, begitu pun sebaliknya, ada penulis yang memang menyukai media komik namun tak disertai dengan teknik untuk menerjemahkannya dalam gambar.

Ines dan NusantaRanger

Saya punya seorang teman. Keinesasih Hapsari Puteri, nama lengkapnya. Namanya memang membuat lidah sering kesrimpet (itu menurutnya sendiri), dan dia sering disapa Ines. Saya pertama kali bertemu dengannya sekitar tahun 2010 (maaf kalau lupa ya, Nes). Dikenalkan teman lain, lalu lebih sering berinteraksi lewat Twitter. Ketika akhirnya saya mampir bekerja di Jakarta, kami sesekali bertemu.

Akhir tahun 2013, dari akun Twitter-nya juga saya "kenal" dengan NusantaRanger. Dari namanya yang mengandung kata ranger,barangkali yang terbersit pertama di benak adalah Power Ranger. Benar, NusantaRanger adalah lima superhero yang "asli" Indonesia. Rangga, Naya, Rimba, Renata, dan George adalah lima pemuda berkekuatan super yang menjaga dunia (Marcapada) dari sosok jahat Kelana. Ceritanya Indonesia banget, percaya deh.Pertama kali membacanya, saya langsung kesengsem.

Ines adalah penulis ceritanya (dan artis komiknya Sweta Kartika). Ketika saya bertanya padanya mengapa ia mau bergabung dalam proyek yang diinisiasi oleh Shani Budi Pandita dan Tamalia Arundhina ini, Ines menjawab dengan senyum simpul, "Kalau komik Jepang bisa memasukkan unsur budaya kentalnya dalam komik-komik mereka tanpa membuatnya overly ethnic,kenapa kita tidak?" Selain misi utama pembuatan NusantaRanger untuk menyajikan cerita kepahlawanan yang berjiwa nusantara, Ines memiliki kerinduan membaca komik lokal yang tak cuma kuat di cerita, melainkan juga berunsur budaya. Para komikus Jepang luwes sekali memasukkan unsur budaya mereka seperti berdoa di kuil, hanami(kebiasaan melihat bunga sakura), juga budaya sesederhana mengantri di stasiun kereta. Ines berkeinginan menuliskan cerita yang demikian adanya, mengangkat nilai Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, keragamannya, bahwa Indonesia tak hanya memakai batik. Bahwa komik itu tak identik dengan Jepang, bahwa komik dengan nafas Indonesia sekaya NusantaRanger bisa hadir.

Di tangannya, cerita kepahlawanan yang tak berat hadir dengan sentuhan Indonesia yang pekat. Mulai dari universe(dunia) yang didesain menyesuaikan dengan lini masa dunia senyatanya, hingga pemilihan warna untuk para ranger.Kelana, sosok jahat yang ingin menguasai Marcapada, diceritakan memicu ledakan supervolcanoToba ketika hendak disegel oleh para ranger.Pertempuran sengit berikutnya terjadi di Tambora, Kelana tersegel untuk kedua kalinya, namun letusan Tambora saat itu memicu penurunan suhu secara global. Rangga, sang Nusa-Red, memiliki ruhelang Jawa, binatang endemik yang memang menonjol dari Pulau Jawa. Mengapa merah? Ines berkata, "Karena Pulau Jawa memiliki banyak gunung berapi yang aktif, maka merah adalah warna yang sesuai untuknya".

Saya tercengang. Setiap elemen dalam NusantaRanger didesain sarat dengan elemen Indonesia namun tak lantas membuatnya eneguntuk dibaca. Ines menceritakan resepnya: masukkan elemen Indonesia ketika ceritanya sudah ada. Menurutnya, jika dipaksakan untuk "harus ada yang Indonesia banget" baru kemudian dibuat ceritanya, kisahnya bisa jadi tak mengalir. Ines juga memilih untuk memasukkan sesuatu yang Indonesia bangetsesederhana hebohnya orang Indonesia untuk berkerumun ketika ada rame-ramesatu tempat.

Wow.

Ines dan Dunia Penulisan Komik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun