Mohon tunggu...
Citra Anisa
Citra Anisa Mohon Tunggu... Perawat - Ners

just human

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bijak Dalam Ber-Media Sosial, Bagaimana Sikap Perawat?

15 Juni 2022   12:48 Diperbarui: 15 Juni 2022   13:10 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Perkembangan teknologi informasi dan akses media sosial disambut baik oleh semua kalangan masyarakat, salah satunya profesi perawat. Dengan mudahnya mengkases media sosial banyak perawat yang memanfaatkannya untuk memberikan edukasi tentang kesehatan melalui akun media sosialnya, selain itu terkadang media sosial dijadikan tempat berkeluh kesah baik itu tentang hal pribadi maupun pekerjaan. Sehingga dalam menggunakan media sosial tak jarang yang melanggar prinsip dan kode etik keperawatan contohnya kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh seorang mahasiswi keperawatan Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) yang sedang praktik di salah satu RSUD kota Yogyakarta baru-baru ini, dimana mahasiswi tersebut membagikan pengalamannya memasang selang kateter pada pasien pria yang masih muda di akun TikTok miliknya, meskipun mahasiswi tersebut tidak menyebutkan nama pasiennya, tapi tetap saja hal itu tidak etis dilakukan oleh seorang mahasiswa keperawatan. Adapun contoh pelanggaran etik keperawatan lainnya yaitu menyebarkan kondisi dan foto pasien tanpa persetujuan, dan menyebarkan diagnosa pasien pada orang yang tidak mempunyai kepentingan.

Media sosial merupakan suatu platform digital dimana penggunanya dapat melakukan aktivitas sosial di dunia maya, seperti komunikasi atau interaksi dan memberikan informasi atau konten yang berupa tulisan, foto, dan video. Media sosial merupakan suatu label yang merujuk pada teknologi digital yang berpotensi membuat semua orang untuk saling terhubung dan melakukan interaksi, produksi dan berbagi pesan (Lewis, 2013).

Perkembangan media sosial di Indonesia sendiri bisa dibilang cukup pesat. Pengguna di Indonesia mencapai 63 juta orang. sebagian besar yaitu 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial (Kemenkominfo, 2013). Dilansir dari situs Data Reportal, pada tahun 2022 perangkat mobile yang terhubung yaitu sebanyak 370,1 juta, naik 3,6% dibanding tahun 2021 345,3 juta, sedangkan pengguna internet sebanyak 204,7 juta, jumlah ini naik 1% dibanding tahun 2021 202,6 juta, dengan pengguna media sosial aktif 191,4 juta, jumlah ini juga naik 12,6% dibanding tahun 2021.

Meningkatnya pengguna media sosial dari tahun ke tahun ini seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Sejak tahun 2014-2022 pengguna media sosial khususnya jejaring sosial mengalami peningkatan rata-rata 15,45%. Dimana platform dengan jumlah pengguna terbanyak yaitu WhatsApp, dengan jumlah pengguna sebanyak 88,7% dari jumlah populasi, angka ini naik dibanding tahun sebelumnya yaitu 87,7%. Lalu diikuti oleh Instagram sebanyak 84,8%, angka ini turun dibanding tahun 2021 yaitu 86,6%. Kemudian Facebook sebanyak 63,1%, sama halnya dengan Instagram, pengguna Facebook menurun dari tahun sebelumnya yaitu 85,5%. Dan Tiktok sebanyak 63,1% dari jumlah populasi, angka ini naik pesat dibanding tahun 2021 38,7% (Kemp, 2022).

Berbagai alasan utama dalam penggunaan internet diantaranya untuk menemukan informasi, menemukan ide-ide baru dan inspirasi, berhubungan dengan teman dan keluarga, mengisi waktu luang, mengikuti berita dan kejadian terkini, dan untuk hiburan (menonton video, TV, dan film).

Beberapa fungsi dari media sosial yaitu pertama adalah komunikasi, dengan media sosial memungkinkan orang dapat berkomunikasi tanpa batasan waktu dan tempat. Fungsi selanjutnya adalah branding, ini merupakan salah satu cara seseorang untuk membangun citra mereka di masyarakat. Lalu selanjutnya yaitu tempat usaha, memudahkan penggunanya untuk membuat suatu bisnis secara maya yang dapat dijangkau oleh lebih banyak orang. lalu fungsi yang selanjutnya yaitu marketing, hal ini sangat membantu para pebisnis untuk memasarkan produknya dan menjangkau lebih banyak konsumen.

Selain itu perkembangan teknologi seperti media sosial juga memberikan dampak positif di bidang kesehatan terutama di keperawatan. Dampak positifnya adalah perawat dapat melakukan promosi kesehatan dengan lebih mudah dan dapat menjangkau sasaran lebih luas. Selain itu media sosial juga memiliki peran penting dalam pengembangan profesi perawat. Meskipun dalam kondisi pandemi, hal itu tidak menghalangi perawat dalam menambah ilmu dan wawasan dengan mengikuti kegiatan pelatihan atau seminarn secara daring.

Selain dampak positif, tentunya media sosial juga mempunyai dampak negatif. Salah satunya yaitu beredarnya berita hoax seputar kesehatan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bermedia sosial, yang pertama adalah kenali aturannya, lalu yang kedua pahami batas usia pengguna media sosial, perhatikan unggahan, dan saring sebelum sharing (Ginting, et al., 2021).

Lalu hal apa saja yang harus diperhatikan oleh perawat dalam bermedia sosial? Salah satu peran perawat adalah sebagai edukator, edukasi mengenai kesehatan kepada masyarakat luas. Agar dapat menjangkau masyarakat secara luas, tak jarang perawat menggunakan platform media sosial untuk memberikan edukasi. Dalam memberikan edukasi kesehatan di media sosial selain harus memperhatikan hal-hal di atas tadi, perawat juga harus menerapkan prinsip etik keperawatan yaitu otonomi (menghormati hak pasien), tidak boleh membagikan atau menceritakan kondisi pasien tanpa persetujuan pasien. Lalu veracity, non maleficience, dan accountability, artinya informasi yang dibagikan adalah benar, sesuai keilmuan, dan dapat dipertanggung jawabkan agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Dan yang paling penting dalam bermedia sosial adalah confidentiality yaitu menjaga kerahasian pasien, tidak diperkenankan menyebarluaskan foto, kondisi pasien, dan diagnosa pasien di media sosial. Hal ini tertera dalam kode etik keperawatan yaitu seorang perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (PPNI, 2016).

            Pentingnya penerapan prinsip etik yaitu agar tidak menimbulkan kerugian pada pasien, dalam hal ini adalah masyarakat. Salain itu, tidak diterapkannya prinsip etik keperawatan akan berdampak pada citra perawat dan dianggap sebagai perawat yang tidak profeisonal. Penerapan prinsip etik keperawatan tidak hanya pada saat memberikan pelayanan di rumah sakit tetapi dimanapun selama meberikan pelayanan.

Kemajuan teknologi informasi dan media sosial memiliki banyak manfaat bagi masyarakat, salah satunya perawat. Dalam bermedia sosial seorang perawat harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip etika keperawatan. Apabila para anggota profesi (Perawat) tidak didasarkan pada nilai-nilai profesi yang telah disepakati (tertuang dalam kode etik), sehingga terjadi kemerosotan etik pada profesi tersebut (Brown, Trevino, & Harrison, 2005). Hal ini akan menimbulkan pandangan negatif masyarakat terhadap profesi perawat dan perawat dianggap tidak profesional. Diharapkan kedepannya perawat dapat lebih bijak lagi dalam menggunakan media sosial sehingga citra perawat dimasyarakat dapat diakui sebagai seorang yang profesional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun