Mohon tunggu...
Citra Andriani
Citra Andriani Mohon Tunggu... Lainnya - Hello !!

Terus belajar, berproses dan saling berbagi IG : @citrandrn FB : Citra Andriani

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Citra-Story#27: Gobar Hati 2

31 Desember 2020   21:20 Diperbarui: 31 Desember 2020   21:28 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Setelah semua administrasi beres, dokter berkata bahwa Irma akan dibawa ke ruang isolasi setelah ruangannya di strerilisaasi, karena akan ada yang pulang hari ini, dan Irma bisa masuk setelahnya.
Di sela-sela menunggu itu sesekali aku mengecek kondisi Irma, dan membuat laporan perkembangan.
"Cit, ini tunjukkan ke Irma" sebuah chat muncul dengan video dibawahnya ternyata berisi video singkat yang berisi support untuk Irma agar ia segera sehat.
"Mbak, Irma cepet pulang ditunggu Jae Hyun" ( Jae Hyun ini  siapa  ?)
"Mbak ir ndang waras ndang nggoreng rengginang  (Mbak Ir, segera sembuh, segera goreng rengginang)" (lah ?? hahahaha semangat macam apa ini)Irma tersenyum dan menangis.

Siang itu Arum pamit pulang karena mobil akan segera digunakan untuk kepentingan lain, dan jadilah aku sendiri menjaga Irma disini. Hari sudah sore, mendung sangat gelap. Irma dipindahkan ke ruang depan, dekat dengan ruang tunggu, aku bisa melihatnya melalui celah pintu kaca. Aku diberi tahu Arum bahwa orang tua Irma sedang dalam perjalanan ke RSUD. Tujuannya menandatangani form pernyataan dan menjenguk putrinya sebelum masuk ke ruang isolasi. Hujan turun sangat deras dan tak lama kemudian orang tua Irma datang dengan baasah kuyup meskipun sudah menggunakan jas hujan.  
"Halo kakak" Sapa ayah Irma dari celah kaca.
"Kakak, ini bapak"
"Kakak cepet sembuh ya"
"Bapak sayang Kakak" ucap lelaki paruh baya itu dengan penuh kasih sayang
Matanya memerah antara terkena hujan atau menahan sedih.
"gitu mbak, bapaknya memang" ucap sang ibu
"Irma kan anaknya memang manja ya mbak kalo sakit " lanjutnya
"hehe iya bu" jujur aku terharuu sekali (aaaa mau nangis aja litanya)
Aku menghampiri ayah Irma
"Pak, monggo masuk saja ndak papa, tetap jaga jarak nggih pak"
"ndak papa ta mbak ?"
"ndak papa pak"
"saya basah semua mbak, nanti di dalam becek"
"hehe nggih pak" aku mengantarkannya ke dalam ruangan.
Ayah ibu itu bergilir menegok putrinya. Menjelang maghrib Irma dipindahkan untuk masuk ke ruang isolasi, petugas kesehatan dengan  APD lengkap membawanya, aku dan ortunya ikut beberapa meter di belakangnya, untuk mengantarnya. Kami sampai di ruangan belakang dengan tulisan "RUANG ISOLASI" kami tidak boleh masuk ke dalamnya. Irma menatap kami dengan sedih dan takut terakhir kalinya. Aku benar-benar merasa sedih, tak bisa kubayangkan perasaan kedua orang tuanya. Mereka terlihat kuat atau sebenarnya kami hanya berusaha saling terlihat kuat. Di depan ruangan itu seorang petugas mengarahkan kami untuk ke bagian administrasi. Kami diberi penjelasan tentang bahwa boleh mengantarkan barang untuk pasien sesuai jam yang ditentukan, tidak boleh mengunjungi pasien, dan membawa kartu isolasi. Aku mengangguk paham.

Sore itu, Irma sudah masuk ruang isolasi, ortu Irma juga pamit undur diri setelahnya. Jadilah aku disini sendiri menunggu Arum menjemput sembari membawa keperluan milik Irma. Hujan makin deras, kabut lumayan tebal, angin pun unjuk diri menari-nari. Aku duduk di ruang depan, dan kadang terkantuk-kantuk. Malam itu tidak sepi beberapa kali ambulans datang, petugas APD lengkap pun juga mondar mandir membawa pasien. Adapula bapak-bapak yang datang dengan kaki yang berdarah menembus perbannya. Pagi tadi aku kedatangan tamu bulanan. Aku menahan sakit perut sedari pagi, rasa sakitnya datang dan pergi. Dan sekarang rasanya makin menusuk saja (cewek pasti tahu rasanya).

"Rum, masih lama ta ?" aku mengirim pesan pada Arum
"Iya mbak, aku masih dimintai tolong ngerjain bla bla bla" jawabnya
Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB, Arum baru saja tiba dengan Salma. Kami segera mengangkut barang milik Irma ke tempat yang sudah disediakan untuk pasien isolasi. Setelah semua lengkap dan beres, kami pulang.
Pukul 23.00 Kami sampai di rumah. Aku membuat laporan terakhir, kuketik saja tidak enak rasanya telfon malam-malam.
"Terimakasih ya nduk, segera istirahat" balasan terakhir pesan malam itu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun