Mohon tunggu...
Citra Tristi Utami
Citra Tristi Utami Mohon Tunggu... Nutrisionis

Hai! ^^ Saya Cici

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Saatnya Pemerintah Lebih Serius dalam Pelaksanaan Program Pemberian ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk Mencegah Stunting

30 April 2025   17:49 Diperbarui: 30 April 2025   18:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Edukasi Pemberian ASI Eksklusif oleh Tenaga Kesehatan

Oleh : Citra Tristi Utami
Mahasiswa Magister Gizi Universitas Andalas

Anak cerdas dan sehat dengan status gizi yang baik adalah harapan semua orang tua. Kondisi ini didapatkan melalui pemenuhan gizi sejak dini. 1000 Hari Pertama Kehidupan, atau sejak ibu hamil sampai usia 24 bulan adalah usia kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dimana perkembangan otak anak mencapai 80-90% saat usia tersebut. Kejadian stunting atau gagal tubuh sangat erat kaitannya dengan kurang optimalnya pemenuhan gizi pada usia tersebut. Kondisi tersebut mengakibatkan anak mengalami gangguan dalam perkembangan kecerdasan, lambatnya pertumbuhan serta rendahnya produktifitas dan status kesehatan. 

Upaya pencegahan dan penanganan stunting dilakukan sejak anak berada di kandungan. Dimana terdapat intervensi pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan balita pada 1000 HPK. Diantaranya adalah Ibu hamil mendapatkan pemeriksaan kehamilan/ ANC( Ante-natal care ), Ibu hamil mengkonsumsi tablet tambah darah, Ibu hamil (KEK) Kekurangan Energi Kronis mendapatkan makanan tambahan, Bayi Usia kurang 6 bulan mendapat ASI Eksklusif dan Anak Usia 6-23 Bulan mendapat MP-ASI, serta Bayi Balita dipantau pertumbuhannya. Meskipun program percepatan penurunan stunting ini sudah berjalan dalam dua tahun terakhir, namun grafik penurunan stunting di Indonesia belum terlalu drastis. Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2023 berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia saat ini masih diangka 21.5% atau hanya turun 0.1% dari tahun sebelumnya.

Terdapat dua program pemerintah Indonesia pada sasaran balita yang saat ini belum optimal dalam pelaksanannya yaitu Pemberian ASI-Eksklusif dan MP-ASI khususnya. Hasil Capaian Triwulan IV Tahun 2024 Direktorat Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI menunjukkan cakupan ASI-Eksklusif masih belum tercapai dengan capaian 78.4%, disisi lain Pemberian ASI sudah memenuhi target dengan capaian 89.5%. Meskipun data menunjukkan pemenuhan pada cakupan pemberian ASI, namun praktik di lapangan masih belum sesuai dengan ketentuan, dimana Pemberian Edukasi MP-ASI seharusnya diberikan oleh kader. Namun masih banyak kader yang tidak memahami tentang pentingnya MP-ASI.

Program pemberian ASI Eksklusif adalah Program pemberian edukasi tentang pentingnya Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman lain. Komposisi ASI secara alamiah telah sesuai dengan kebutuhan bayi. ASI tidak hanya mengandung gizi, tetapi juga banyak komponen aktif secara imunologis yang memiliki sifat antiinfeksi dan antiinflamasi. Anak yang disusui saat bayi memiliki skor IQ yang 2 hingga 3 poin lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak disusui. Sebuah studi di malaysia oleh Ana Nur Filiya dkk yang dipublikasi di Malaysian Journal of Medicine and Health Sciences pada tahun 2024 menunjukkan anak yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif memiliki resiko untuk mengalami stunting 77 kali lebih besar. Selain itu, menyusui juga mendorong ikatan emosional antara ibu dan anak, serta mendukung perkembangan kognitif anak.

Edukasi Pemberian MP-ASI oleh Tenaga Kesehatan
Edukasi Pemberian MP-ASI oleh Tenaga Kesehatan

Setelah anak berusia 6 bulan, Pemberian makanan pendamping ASI mulai dilakukan. Pemberian ini ditujukan mencukupi kebutuhan zat gizi pada anak karena ASI saja belum cukup untuk memenuhinnya. Pemberian MP-ASI dilakukan secara bertahap dari mulai tekstur saring, makanan cincang hingga makanan keluarga. MP-ASI harus diberikan dalam jumlah yang cukup, bervariasi dan tepat waktu. Penelitian di Indonesia oleh Isna Yuswella Babys yang dipublikasi di Journal Maternal and Child Health tahun 2022 menunjukkan anak yang tidak mendapatkan MP-ASI secara rutin meningkatkan resiko stunting 1.85 kali dan anak dengan konsumsi MP-ASI kurang bervariasi beresiko 1.72 kali mengalami stunting.

Meskipun kedua program tersebut sangat kuat dalam upaya pencegahan stunting, namun kondisi di masyarakat kedua program tersebut belum berjalan dengan optimal. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan pada program ini. Pertama, Sebagian besar kader belum memahami bagaimana pelaksanaan ASI-Eksklusif dan MP-ASI karena masih banyak kader yang tidak mendapatkan pelatihan.  Selanjutnya dukungan dari Pemerintah setempat masih rendah. Ini dapat dilihat kurangnya dukungan pemerintah dalam pelaksanaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Mulai dana operasional Posyandu yang minim, sehingga beberapa kegiatan seperti Pemberian Makanan Tambahan Penyuluhan kurang variatif, Bahan Edukasi untuk penyuluhan tidak dapat diadakan, dan Edukasi MP-ASI tidak dapat dilakukan dengan optimal.

Upaya untuk mengoptimalkan intervensi spesifik ASI Eksklusif dan MP-ASI dapat dilakukan dengan menguatkan peran lintas sektor. Diantaranya Dukungan dari Pemerintah setempat baik, Nagari atau Kelurahan untuk dapat mengalokasikan dana untuk operasional Posyandu yang lebih layak, serta peningkatan kapasitas kader secara berkala. Dalam hal ini, Pemda setempat dapat membentuk satgas terlatih yang bertugas dalam mengawal berbagai program intervensi spesifik. Dinas Kesehatan melalui Puskesmas dapat memberikan tenaga terlatih untuk memberikan pelatihan kepada kader dan sarana prasarana kesehatan.  Selanjutnya dinas KOMINFO  dapat memberikan informasi terkait program di lini masa tentang pentingnya ASI-Ekslusif dan MP-ASI secara terus menerus. Bahkan mampu membuatkan aplikasi seperti Wechat di China yang wajib digunakan oleh Ibu Hamil Menyusui dalam memantau dan memberikan edukasi kesehatan. Serta tokoh masyarakat yang berperan aktif dalam mendorong masyarakat untuk dapat mengikuti program pemerintah. Selain itu, perlu dukungan dari akademisi untuk terus berinovasi dalam memberikan model dalam upaya peningkatan efektifitas program, serta keterlibatan mahasiswa dan dosen dalam upaya percepatan penurunan stunting.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun