Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Candi Gebang, Permata Budaya Nusantara Peninggalan Sanjaya di Yogya

13 Oktober 2025   06:05 Diperbarui: 13 Oktober 2025   10:04 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Gebang: permata budaya bangsa peninggalan Sanjaya abad VIII M. | Dokumentasi pribadi

Candi Gebang merupakan salah satu permata budaya bangsa peninggalan Dinasti Sanjaya abad VIII M. Candi ini menjadi bukti arkeologis jejak hegemoni politik Sanjaya di wilayah Yogyakarta pada masa itu.

Seperti candi lainnya, Candi Gebang juga memiliki keistimewaan baik secara arsitektur maupun fungsi.

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi DIY (2016), dengan mengutip pendapat V.R. van Romondt—pimpinan pemugaran Candi Gebang tahun 1937–1939 dari Dinas Purbakala Hindia Belanda—menjelaskan bahwa berdasarkan arsitektur kakinya, candi ini diduga berasal dari periode Jawa Tengah awal (730–800 M).

Hal ini mengindikasikan bahwa pada dekade ketiga abad VIII M, pengaruh Hindu (hegemoni Sanjaya) sudah masuk ke wilayah Yogyakarta.

Hal tersebut menarik, sebab peninggalan tertua Dinasti Sanjaya di Jawa Tengah dan wilayah Yogyakarta berdasarkan sumber tekstual (prasasti) adalah Candi Gunung Wukir di Magelang (732 M). Maka, tidak mustahil jika wilayah Yogyakarta dan Magelang pada abad VIII M—khususnya masa pemerintahan Sanjaya—sudah berada dalam satu wilayah hegemoni Sanjaya.

Sekali lagi, Candi Gebang menjadi bukti arkeologis yang memperkuat hal tersebut.

Di wilayah Yogyakarta, baik bukti tertulis maupun bukti arkeologis menunjukkan bahwa kekuasaan Dinasti Sanjaya tampak kuat pada abad IX M dengan ditemukannya banyak bangunan candi di poros Prambanan dan sekitarnya. Adapun candi paling besar, dan diduga kuat sebagai candi kerajaan, adalah Candi Prambanan.

Selain itu, dimungkinkan pula Candi Ijo termasuk di dalamnya, dilihat dari besarnya kompleks candi tersebut. Pada abad VIII M justru sudah ditemukan jejak arkeologi agama Buddha, yaitu Candi Kalasan (778 M) dan Candi Sari yang merupakan bangunan wihara bagi para pendeta Buddha.

Dengan demikian, usia Candi Gebang lebih tua dibandingkan candi-candi Hindu (bahkan Buddha) di sekitar wilayah Prambanan, seperti Candi Ijo (VIII–IX M), Candi Prambanan (856 M), Candi Sambisari (812–838 M), Candi Kedulan (869 M), Candi Morangan (IX M), dan Candi Barong (IX–X M).

Candi Gebang secara administratif terletak di Dusun Gebang, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi ini ditemukan warga pada November 1936, diawali dengan penemuan Arca Ganesha di kompleks Candi Gebang (BPCB Provinsi DIY).

Keunikan

Candi Gebang memiliki beberapa keunikan. Pertama, kaki candi tinggi namun tidak memiliki tangga masuk.

Kedua, candi ini tidak memiliki tangga naik sehingga ada kemungkinan saat upacara, kegiatan hanya dilakukan di halaman candi tanpa naik ke atas bangunan.

Ketiga, candi ini berdenah bujur sangkar, tetapi hanya memiliki satu bilik yang di dalamnya terdapat Yoni bercerat menghadap ke utara. Keempat, atap candi berbentuk lingga.

Menurut Romawati (2008), apabila ditarik garis lurus, maka letak bilik utama (garbhagrha) tepat di tengah-tengah titik brahmasthana, yaitu bilik pusat dalam.

Kelima, Candi Gebang tampaknya merupakan satu-satunya candi tunggal (sementara ini) di wilayah Yogyakarta, sebab candi-candi Hindu di wilayah ini umumnya berbentuk kompleks.

Keenam, Candi Gebang merupakan candi terkecil di wilayah Yogyakarta karena ukurannya hanya 5,25 x 5,25 meter dengan tinggi 7,75 meter (BPCB Provinsi DIY, 2016).

Statusnya sebagai candi tunggal mengingatkan pada peninggalan Sanjaya di wilayah Magelang, yaitu Candi Selogriyo. Bedanya, Candi Gebang tidak dibangun di atas bukit, sedangkan Candi Selogriyo berada di puncak bukit.

Candi Selogriyo juga diduga dibangun pada abad VIII M.

Sama-sama candi tunggal peninggalan Sanjaya. | Dokpri
Sama-sama candi tunggal peninggalan Sanjaya. | Dokpri

Keenam keunikan Candi Gebang tidak hanya berdasar pada aspek arsitektur, tetapi juga bersifat religi.

Aspek arsitektur dapat dilihat pada bangunan kaki, tubuh, dan atap candi, serta ornamen pelengkap seperti hiasan kala, arca kepala manusia (kurdu), dan bunga teratai tertutup.

Sifat religi tampak pada bilik utama yang berisi Yoni dan arca Nandiswara, serta Yoni yang digunakan sebagai tempat duduk Ganesha di relung sebelah barat. Hal ini menarik karena biasanya Ganesha tidak duduk di atas Yoni.

Keistimewaan Candi Gebang

Seperti candi lainnya, secara arsitektur Candi Gebang terdiri atas kaki, tubuh, dan atap candi.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, Candi Gebang berdenah bujur sangkar berukuran 5,25 x 5,25 meter dengan tinggi 7,75 meter.

Keistimewaannya, Candi Gebang masih bisa direkonstruksi, sehingga postur kaki, tubuh, dan atap candinya masih dapat diamati hingga kini.

Candi-candi Hindu lain yang seumur (abad VIII M) umumnya hanya menyisakan reruntuhan. Tidak hanya postur yang masih utuh, namun juga ornamen dan relief Candi Gebang masih dapat diamati hingga sekarang.

Bahkan kemuncak candi pun masih bisa terlihat sampai saat ini. Uraian masing-masing bagian candi dapat dilihat pada penjelasan berikut.

1) Kaki Candi

Menurut analisis BPCB Provinsi DIY (2016), kaki Candi Gebang memiliki proporsi yang tinggi.

Dengan kondisi demikian, seharusnya terdapat tangga masuk menuju candi, namun pada Candi Gebang tangga tersebut tidak ditemukan.

Diduga kuat, kaki candi terbuat dari bahan yang tidak bertahan lama. Hal ini mengingatkan kita pada Candi Asu di Magelang (kompleks Candi Sengi), yang juga tidak memiliki tangga masuk.

Menariknya, pada kaki candi tidak ditemukan relief, baik berbentuk daun, kelinci, maupun gana (makhluk kecil), dll.

Candi Gebang dari arah sisi kiri bilik utama. Tampak arsitektur kaki candi yang tinggi tanpa adanya tangga masuk. | Dokpri.
Candi Gebang dari arah sisi kiri bilik utama. Tampak arsitektur kaki candi yang tinggi tanpa adanya tangga masuk. | Dokpri.

Arsitektur bangunan kaki candi tersebut tidak hanya menjadi keunikan, tetapi juga menunjukkan adanya keistimewaan Candi Gebang.

Pola bangunan seperti ini pada akhirnya juga diikuti oleh candi-candi Hindu lainnya secara umum.

Candi Kedulan, Candi Sambisari, dan candi induk Candi Ijo di wilayah poros Prambanan adalah contoh candi yang memiliki bangunan kaki tinggi.

Demikian pula beberapa candi Hindu di Magelang seperti Candi Pendem, Candi Asu, dan Candi Lumbung. Bedanya, pada candi-candi tersebut kaki candinya dihiasi relief dedaunan, gana, maupun pilaster.

Sangat mungkin prosesi upacara hanya dilakukan di halaman candi, sehingga arsitek Candi Gebang sengaja tidak memasang tangga masuk.

2) Badan Candi

Pada badan candi terdapat satu bilik utama dan empat relung.

Di dalam bilik utama terdapat Yoni bercerat di bagian kanan yang menghadap ke utara. Mestinya terdapat Lingga, namun hingga kini tidak ditemukan.

Yoni yang bercerat menghadap ke utara yang berada di bilik candi Gebang. | Dokpri
Yoni yang bercerat menghadap ke utara yang berada di bilik candi Gebang. | Dokpri

Di kanan dan kiri pintu bilik utama candi terdapat dua relung.

Relung sebelah kiri berisi arca Nandiswara (kepala arca hilang), sedangkan relung sebelah kanan biasanya diisi arca Mahakala, namun arcanya sudah tidak ada.

Relung di sisi utara kosong, padahal biasanya berisi arca Durga. Relung di sisi selatan juga kosong, yang seharusnya berisi arca Agastya.

Di sebelah barat terdapat relung berisi arca Ganesha yang duduk di atas sebuah Yoni. Ganesha disebut juga Wighneswara, dewa yang bertugas menghilangkan segala rintangan.

Arca Ganesha yang berada di bilik belakang (menghadap ke barat) dengan posisi duduk di atas Yoni. | Dokpri
Arca Ganesha yang berada di bilik belakang (menghadap ke barat) dengan posisi duduk di atas Yoni. | Dokpri

Arca Ganesha yang duduk di atas Yoni merupakan keistimewaan Candi Gebang.

Sebab, di candi-candi Hindu lainnya tidak demikian; arca Ganesha biasanya hanya duduk di atas landasan batu.

Sangat mungkin hal ini berkaitan dengan filosofi dan mitologi Hindu pada abad VIII M yang memosisikan Ganesha sebagai dewa penolak bala.

3) Atap Candi

Pada bagian atap candi terdapat lingga yang ditempatkan di atas bantalan seroja, dengan bagian atas berbentuk silinder.

Di puncak atap bagian dalam terdapat ruang kecil berbentuk rongga.

Pada bagian luar atap terdapat relief berbentuk kepala manusia (arca Kurdu) yang dibingkai oleh sebuah jendela.

Relief seperti ini juga dijumpai pada Candi Bima (kompleks percandian Dieng), yang biasa disebut "Arca Kudu".

Relief tersebut menjadi salah satu keistimewaan Candi Gebang.

Atap candi Gebang terdapat Lingga yang tertancap di Seroja yang ada di kemuncak candi. | Dokpri
Atap candi Gebang terdapat Lingga yang tertancap di Seroja yang ada di kemuncak candi. | Dokpri

Pada atap Candi Gebang terdapat arca Kurdu berupa relief kepala manusia yang dibingkai sebuah jendela (BPCB DIY, 2015).

Di atas arca Kurdu terdapat arca manusia duduk bersila, yang mungkin menjadi simbol Dewa Siwa.

Hiasan seperti ini terdapat di empat arah dan menjadi salah satu keistimewaan Candi Gebang.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa Candi Gebang sudah memiliki kelengkapan seni bangun yang indah pada masanya.

Jika dibandingkan dengan Candi Selogriyo di Magelang, yang juga merupakan candi tunggal, atapnya tidak ditemukan ornamen arca Kudu seperti pada Candi Gebang.

Atap candi Selogriyo, tanpa adanya ornamen relief dan arca. | Dokpri.
Atap candi Selogriyo, tanpa adanya ornamen relief dan arca. | Dokpri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa secara arsitektur, Candi Gebang sudah menunjukkan seni bangun yang indah dan memiliki kelengkapan dibanding peninggalan sezamannya.

Hebatnya, komponen reruntuhan candi dapat direkonstruksi, sehingga postur candi dapat dilihat secara utuh.

Aspek Sejarah Candi Gebang

Candi Gebang merupakan bukti sejarah adanya pengaruh Hindu pada periode 732 M yang telah masuk ke wilayah Yogyakarta.

Pendirian suatu candi biasanya dilengkapi dengan penulisan prasasti. Maka, walaupun pada Candi Gebang belum ditemukan bukti tertulis (prasasti), dapat dipastikan bahwa pembangunannya memiliki catatan prasasti.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah Yogyakarta pada masa itu sudah memasuki zaman sejarah.

Keberadaan Candi Gebang juga menunjukkan bahwa peran politik Sanjaya (hegemoni) telah sampai ke Yogyakarta. Dengan kata lain, pada periode 732 M, wilayah kekuasaan Sanjaya sudah meluas hingga Yogyakarta, meskipun pusat kerajaan diduga berada di wilayah Magelang.

Candi Gebang dan Permata Budaya Nusantara

Bagi peminat jejak peradaban Hindu masa lalu di Nusantara, melihat Candi Gebang dari dekat tentu akan mengaitkannya dengan candi-candi Hindu lain, terutama dari segi arsitektur.

Beberapa komponen Candi Gebang yang dapat diidentifikasi sebagai permata budaya Nusantara antara lain:

1) Nilai Arsitektur

Nilai estetika dalam bidang arsitektur terlihat dari pola bangunan candi yang berbentuk tunggal dan memiliki karakteristik khas.

Bentuk tunggal ini tampaknya beralasan karena fungsi Candi Gebang sebagai tempat peribadatan.

Bentuk demikian mengindikasikan bahwa Candi Gebang merupakan candi tingkat wanua, yang hanya difungsikan oleh masyarakat tingkat desa (wanua).

Lalu, di mana candi kerajaan pada abad VIII M?

Sangat mungkin Candi Gunung Wukir di Magelang, karena berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), candi tersebut merupakan candi Hindu tertua di wilayah Magelang dan Yogyakarta.

Secara arsitektur, Candi Gebang menampilkan kaki candi yang lebih luas dibanding tubuhnya, dan tubuh candi lebih luas dibanding atapnya. Pola bangunan seperti ini kemudian menjadi dasar bentuk candi Hindu pada masa-masa berikutnya.

2) Nilai Estetis Relief

Berdasarkan pengamatan, relief kepala kala menjadi hiasan pintu bilik utama candi, meskipun kondisinya kini tidak utuh.

Yang menarik adalah relief kepala manusia dan sosok manusia duduk bersila yang menghiasi empat sisi atap candi.

Sayangnya, relief yang lengkap baik ornamen maupun arca hanya ditemukan di sisi utara atap candi.

Tampilan relief seperti ini menunjukkan bahwa Candi Gebang dibangun dengan pertimbangan seni yang tinggi.

Hebatnya, relief-relief tersebut masih bisa direkonstruksi bersama komponen kaki dan tubuh candi, sehingga ketika berada di lokasi, kesan indah pada atap candi sangat terasa.

3) Nilai Religi

Sebelum agama Hindu masuk ke Nusantara, masyarakat telah mengenal sistem kepercayaan terhadap roh nenek moyang.

Kepercayaan tersebut diwujudkan dalam bentuk bangunan batu besar (megalithicum) yang difungsikan untuk memakamkan jasad nenek moyang di atas bangunan.

Candi Gebang menunjukkan adanya sistem kepercayaan baru yang berasal dari India, yaitu konsep dewa Trimurti dengan penekanan pada Dewa Siwa.

Dengan demikian, Candi Gebang menjadi bukti perkembangan agama Hindu di wilayah Yogyakarta pada abad VIII M.

Pada masa itu, agama Hindu telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Yogyakarta dan Magelang.

Candi Gebang dan Candi Gunung Wukir menjadi bukti arkeologis kehadiran agama tersebut, ditambah dengan Candi Selogriyo dan Candi Losari di Magelang yang juga diduga dibangun pada masa Sanjaya.

Candi Gebang tampaknya menjadi satu-satunya candi Hindu tertua di Yogyakarta yang berhasil direkonstruksi.

Dengan demikian, postur candi dari kaki, tubuh, hingga atap masih dapat diamati secara seksama.

Padahal, di tempat lain, peninggalan sezaman umumnya hanya menyisakan reruntuhan.

Hal ini menjadi sesuatu yang istimewa dan luar biasa.

Sebagai permata budaya bangsa yang telah ada sejak 730 M, keberadaan Candi Gebang menunjukkan peradaban adiluhung Nusantara pada masa lampau.

Referensi:

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB D.I.Yogyakarta), September 2020. Diunduh dari: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbyogyakarta

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun