SIANG itu mentari bersinar sangat terik, Dumai yang dikenal sebagai Kota yang panas semakin menguap. Tapi kegiatan di hari ke 21 Ramadhan 2012 itu tetap berlangsung seperti biasanya.
Aku yang baru saja pulang dari bengkel memperbaiki monitor CPU milik Uncu (adik bungsu Ayah) tepar mendadak. Sambil berkipas ria dengan koran bekas di Kedai Pak Bachtar (kedai kelontong depan rumah), datanglah sesosok pria yang tak ku kenal.
Dia menyandang tas dan sebuah Megaphone atau toa yang biasa dipakai mahasiswa berdemo. Rambutnya gondrong seperti rocker, berkumis dengan kulit hitam karena sering terbakar matahari.
"Mau nukar uang rusak atau uang buat lebaran gak mas..? buat Salam Tempel anak-anak atau ponakan," kata pria itu dengan logat jawa medoknya. Terlintas di bekakku. oh.. ternyata penjual jasa penukaran uang. "enggak mas, mungkin bapak itu mau," jawabku menunjuk Pak Bachtar yang sibuk membungkus gula pasir.
Mereka lantas bernego soal harga, kalimat si penjual jasa penukaran uang itu kembali terngiang-ngiang di telingaku. Salam Tempel… kebiasaan ini memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat di Kota Dumai dan mungkin di kota-kota seluruh indonesia.
Banyak orang-orang mempersiapkan pecahan dua ribuan, lima ribuan, hingga sepuluh ribuan rupiah menjelang lebaran tiba. Mereka sengaja mendatangi bank dan menukar mata uang pecahan kecil. Untuk salam tempel. Istilah salam tempel pun semakin akrab di telinga, di samping adanya THR atau Tunjangan Hari Raya.
Salam tempel, dalam kebiasaannya diperuntukkan buat kanak-kanak. Selesai salat ied, anak-anak akan mendatangi paman, bibi, makcik, pakcik, nenek, kakek, abang, kakak, dan lain-lain. Mereka akan menyalami semua orang yang lebih tua dari mereka. Saat itulah mereka akan mendapatkan selembar atau beberapa lembar uang kecil. Selepasnya, anak-anak itu akan lari bersorakan, riang gembira.
Menariknya, salam tempel bukan hanya diberikan kepada anak-anak yang ada hubungan pertalian keluarga. Setiap ada anak tetangga yang datang pun, tuan rumah akan memberikan uang kecil kepada anak tersebut. Kebiasaan ini sudah hidup sejak lama. Namun, entah kapan istilah memberikan uang pada anak kecil ini dikenal istilah salam tempel.
Di masa lalu, berburu salam tempel sering kali aku lakukan bersama adik-adik dan teman sebaya. Selama 3 hari lebaran itu kami selalu berlomba mengumpulkan uang hasil salam tempel. Yang terbanyak dialah yang menang. Dialah yang paling jago dan dialah segalanya. Hehehe…hehheee
Kami bertualang, tak hanya tetangga dekat rumah saja, bahkan sampai ke gang sebelah kadang-kadang sampai ke keluarahan tetangga. Hehheee… demi menjadi juaranya. Sering kali juga kami beranikan diri dan kuatkan mental mengetok pintu rumah orang yang kami tak kenal sama sekali.
Kenangan di masa itu mamang menyenangkan sekali. Bagi keluarga yang baik hati selain disuguhkan kue dan minuman kami akan diberi salam tempel, kalau lagi kurang beruntung, hanya dapat minum dan kue. Sialnya..??? gak dipersilahkan masuk sama sekali. Huffttt.. pasti kami cemberut dan tak akan pernah berhari raya ke rumah itu lagi.