Mohon tunggu...
Cipta Mahendra
Cipta Mahendra Mohon Tunggu... Dokter - Dokter yang suka membaca apapun yang bisa dibaca.

Kesehatan mungkin bukan segalanya, tapi segalanya itu tiada tanpa kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Keistimewaan Profesi Dokter

31 Januari 2021   15:48 Diperbarui: 31 Januari 2021   15:58 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai seorang dokter, saya sudah cukup banyak melihat dan bahkan mengalami sendiri berbagai hal yang terjadi selama saya menjalani profesi ini. Ada begitu banyak hal eksklusif yang rasanya hanya bisa didapatkan oleh mereka yang berprofesi sebagai dokter, baik itu dokter spesialis maupun dokter umum sekalipun.

Sebelum mulai terjun langsung menjadi dokter 'betulan', katakanlah baru lulus begitu, privilese pertama langsung dilekatkan yaitu sebutan 'dok'. Sudah sangat lumrah didengar panggilan ini, yang khusus untuk mereka yang sudah dinobatkan sebagai dokter. 

Saya belum pernah mendengar adanya profesi lain yang punya panggilan khusus seperti dokter; hanya sebutan 'pak' yang biasanya melekat, sebuah panggilan sangat umum yang lebih merujuk kepada semua laki-laki dewasa yang kita temui sehari-hari. 

Ada sebutan lain sebenarnya yaitu 'prof' namun itu diperlukan usaha yang besar karena gelar profesor ini tidak bisa diraih begitu saja setelah lulus tingkat pendidikan tertinggi sekalipun (strata 3/S3); harus melalui bertahun-tahun pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Hanya dokter yang baru lulus profesi dokter umum, yang hanya setingkat strata 1, sudah mendapat sebutan sendiri.

Itu baru soal sebut-menyebut. Perbedaan-perbedaan lain juga masih banyak yang bisa ditemukan. Dokter adalah satu-satunya profesi yang bisa digeluti secara mandiri tanpa harus mengandalkan adanya lowongan pekerjaan dari sebuah institusi. Membuka meja di rumah sendiri saja langsung, seorang dokter sudah bisa segera berpraktik. Siapkan stetoskop, tensimeter, beberapa peralatan pemeriksaan dan jas putih, jasa praktikpun berhasil dimulai. Tidak usah repot-repot menyiapkan lamaran ini-itu dan sana-sini mencari tempat kerja orang lain demi sesuap nasi. Tampaknya tidak ada profesi atau pekerjaan serupa yang mampu demikian. 

Profesi akuntan memerlukan pengusaha untuk melangsungkan usaha jasa akuntansinya. Profesi pengacara atau hakim mengharuskan adanya dua pihak yang sedang berselisih agar jasanya bisa terpakai. 

Profesi insinyur pun masih memerlukan adanya proyek, yang biasanya diadakan pihak luar, bukan punya sendiri. Bahkan pengusaha atau pebisnis sekalipun harus punya orang atau pihak lain untuk dapat mulai berbisnis dan mendapat pemasukan. Itupun juga harus ditambah dengan modal lain: barang atau jasa yang ingin dijual.

Kalaupun seorang dokter lebih ingin bekerja di institusi lain seperti rumah sakit dan klinik, ia juga memiliki keistimewaan tersendiri dibanding karyawan profesional bidang lainnya. 

Seorang dokter umumnya dibayar juga berdasarkan jumlah pasien yang dilayaninya, selain gaji pokok dan tunjangan yang rutin dibayarkan setiap periodenya. Hal ini menurut saya sebagai cerminan penghargaan untuk setiap upaya profesionalisme dokter terhadap setiap pasien yang datang. 

Jarang rasanya ada profesi lain yang mendapatkan sistem serupa, yang umumnya berlaku sistem bayar per bulan. Ini terutama terlihat jelas saat melakukan visite (kunjungan) pasien di bangsal-bangsal rawat inap rumah sakit, dimana semua dokter yang melakukan visitasi tersebut dibayar jasanya itu untuk setiap pasien yang didatanginya.

Lebih 'enak' lagi jika membuka jasa konsultasi lewat aplikasi-aplikasi daring (online) yang kini semakin banyak digeluti para dokter di masa pandemi seperti sekarang ini. Cukup bermodal gawai dan otak - mungkin bisa ditambah ngoyang-goyang kaki di kursi - untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan konsultasi sudah langsung mendapat pembayaran jasa. Tidak diperlukan sama sekali peralatan-peralatan medis. Betapa besarnya dampak ilmu kesehatan itu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun