Mohon tunggu...
Cinthya Yuanita
Cinthya Yuanita Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

bermain dengan aksara, merenda kata, menciptakan makna.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Musikalisasi Puisi Adiwarna dalam Epos “GIE”

3 Juli 2012   15:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

http://www.youtube.com/watch?v=IRxh32bPS-s&feature=player_embedded (Link video klip Cahaya Bulan)


Saya memang tergila-gila dengan tema “pergerakan mahasiswa”. Bukan baru sehari dua hari kemarin, melainkan sudah sejak lama, bahkan jauh sebelum saya menyandang predikat mahasiswa. Tema ini kemudian beberapa kali berhasil merasuki saya terlalu dalam hingga melahirkan beberapa tulisan ala kadarnya, dari genre opini hingga fiksi.

Ketertarikan itu mulai muncul di masa tumbangnya rezim orde baru. Saat itu saya yang masih berseragam putih merah begitu terkesima melihat kakak-kakak mahasiswa muncul di layar kaca sebagai pahlawan reformasi. Kegilaan akan hal ini kemudian semakin membuncah setelah kehadiran film ini.

Gie”, terlepas dari kehadiran aktor-aktornya yang-terlalu-tampan-sampai-bikin-mimisan, merupakan sebuah epos yang digarap dengan sangat jenius. Saya pertama kali menonton film itu ketika masih SMA dan seketika itu juga saya semakin jatuh cinta dengan sosok mahasiswa-mahasiswa idealis.

Entah berlebihan atau tidak bila saya menyebut film ini sebagai epos (cerita kepahlawanan-red) dan Soe Hok Gie adalah lakon utamanya. Tapi sosok Gie yang terlampau heroik memang tidak bisa diremehkan. Heroik dalam idealismenya, heroik dalam kontribusi nyatanya.

Kali ini saya tidak akan membahas perihal film atau tokoh utamanya. Sudah ada terlalu banyak tulisan yang jauh lebih baik mengenai itu semua.

Saya hanya ingin berbagi sebuah paduan paling harmonis yang pernah saya ketahui. Sebuah puisi karya Soe Hok Gie yang dilafalkan bersama dengan lagu tema “Cahaya Bulan” merupakan kombinasi sophisticated yang pernah saya temui. Keduanya melebur menjadi sebuah karya adiwarna, karya yang sangat indah.

Puisi karya Soe Hok Gie

“akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)


“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”


(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun