Mohon tunggu...
Cinta Zabrina Yaffi
Cinta Zabrina Yaffi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Seorang mahasiswa ilmu politik yang memiliki pengalaman dalam marketing dan creative design. Mahir dalam menciptakan konten digital yang menarik untuk berbagai platform media sosial, dengan hobi menonton film action dan minat khusus pada topik-topik konten seperti gaya hidup, bisnis, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Budaya Honour Killing di Pakistan: Studi Kasus Farzana Parveen

10 Maret 2024   17:14 Diperbarui: 10 Maret 2024   17:19 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang

Honour killing adalah tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, yang biasanya disebabkan oleh anggapan bahwa anggota tersebut telah membawa malu pada keluarga mereka atau melanggar aturan, regulasi, dan prinsip-prinsip komunitas atau agama, terutama terkait penolakan pernikahan yang diatur, menjalin hubungan yang tidak disetujui oleh keluarga, hubungan diluar pernikahan, menjadi korban pemerkosaan, atau berpakaian secara tidak sesuai, dll., yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap keyakinan dan kepercayaan keluarga (Shetty & Kumar, 2019).

Pembunuhan demi menjaga kehormatan merupakan praktik kuno yang dapat ditelusuri hingga zaman suku Hammurabi dan Asiria sekitar 1200 SM. Praktik ini hadir sebelum munculnya Islam, ketika perempuan dianggap belum sepenuhnya anggota masyarakat dengan hak sosial, politik, dan hukum. Mereka diperlakukan seperti barang dagangan, baik sebagai milik ayah dan saudara-saudaranya, maupun milik orang yang mereka nikahi atau beli. Praktik ini diyakini terkait dengan munculnya struktur sosial patriarki di Eropa dan Asia, di mana kesucian perempuan dianggap sebagai properti keluarga. Dalam masyarakat agraris dan suku, biologi reproduksi perempuan dianggap sebagai instrumen penting untuk menjaga keturunan dan paternitas anak-anak, seiring dengan ternak dan kepemilikan lahan. Praktik ini dilaksanakan secara ketat untuk memastikan pencatatan yang tepat terkait hak kepemilikan properti. Laki-laki dianggap memiliki hak untuk membunuh guna melindungi tanah dan perempuan mereka (Khan et al., 2022).

Pertanyaan Penelitian

Pemahaman tradisional yang keliru terhadap agama telah berperan dalam mengembangkan budaya patriarki yang menempatkan penekanan pada kesucian perempuan dan superioritas laki-laki. Dinamika kekuasaan patriarki mereduksi perempuan menjadi potensi reproduksi mereka, dan dalam prosesnya, merampas mereka hak sebagai manusia yang memiliki agensi (Muhammad, 2010). Oleh karena itu, artikel ini berusaha menjelaskan mengapa honor killing dapat dilakukan secara terang-terangan, terutama di negara-negara yang budaya tradisionalnya kuat.

Permasalahan

Bagi banyak masyarakat di Pakistan, perempuan dan gadis dianggap sebagai lambang kehormatan keluarga. Identitas seorang perempuan dan status sosial serta nilai keluarganya diukur dari sejauh mana dia menuruti tuntutan keluarga, seperti menikahi pria yang dipilih oleh mereka untuknya. Salah satu insiden di Pakistan melibatkan Farzana Parveen, yang tewas dibacok dengan batu oleh anggota keluarganya, termasuk ayahnya. Tindakan tersebut diambil karena Farzana telah jatuh cinta dengan Muhammad Iqbal, seorang duda, dan menikahinya. Saat itu, Farzana berusia 25 tahun dan tengah hamil tiga bulan (Zahra, 2014).

Keunikan dalam kisah Iqbal terletak pada fakta bahwa para pelaku memilih untuk membunuhnya secara terang-terangan, di luar salah satu lembaga negara yang sangat dihormati, yaitu Pengadilan Tinggi Lahore, yang terletak di kota terbesar kedua di Pakistan dan dianggap sebagai pusat budayanya. Sayangnya, bukan melindungi Iqbal dan menyelamatkan nyawanya, polisi malah hanya menjadi penonton pasif yang menyaksikan kejahatan tersebut (Qadri, 2023).

Analisis Teori

Dua aspek utama yang memberikan kontribusi pada kekerasan terhadap perempuan dalam konteks kehormatan adalah 'pemosisian perempuan sebagai objek dagangan' dan 'peran perempuan sebagai penjaga kehormatan keluarga' dalam masyarakat yang didominasi oleh pria seperti di Pakistan. Kendali dan kepemilikan atas barang-barang yang dianggap bernilai, terutama Zan (perempuan), Zar (kekayaan), dan Zamin (tanah/aset), erat terkait dengan pandangan akan kehormatan seorang pria. Barang-barang ini dianggap berharga dan perlu dikontrol karena nilai yang melekat pada mereka. Jika ada "kerusakan" pada seorang perempuan, baik ayah maupun suami memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi atas kehilangan "komoditas" mereka. Keperawanan fisik perempuan menjadi sangat penting, dan dengan sedikit isyarat minat seksual yang tidak sah, sebuah perempuan kehilangan nilai intrinsiknya sebagai objek yang layak dimiliki, dan akibatnya, haknya untuk hidup (Khan et al., 2022).

Analisis feminis dengan pendekatan Durkheim tentang pembunuhan atas nama kehormatan dijelaskan sebagai usaha untuk melindungi kehidupan komunitas lokal melalui solidaritas mekanik. Mereka menggambarkan kejahatan kehormatan sebagai respons terhadap modernitas, di mana anggota kelompok tetap terhubung dengan kehidupan lokal mereka sebagai strategi untuk mempertahankan komunitas mereka di tengah-tengah tekanan marginalisasi dan diskriminasi. Dalam struktur kekuasaan tradisional, pembunuhan atas nama kehormatan dianggap sebagai tindakan moral, berperan sebagai hukuman yang menjaga kesadaran kolektif dan solidaritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun