Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

I Love You

14 Mei 2022   23:45 Diperbarui: 15 Mei 2022   00:18 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengakui bahwa Dru adalah sosok manusia yang Tuhan ciptakan namun sepertinya ada halaman yang sempat sobek sehingga dalam menjalani hidupnya kadang aturan yang sudah diketahui benar dan salah seolah menjadi benar dan tak terbantahkan.

Bahkan ketika Ibuk dengan berbusa menasihati Dru, masuk kuping kiri keluar kuping kanan menjadi hal yang sangat lumrah. Ibuk yang saat itu tak pernah bosan berbuih, Cuma ingatkan satu hal, " ya sudah lah terserah kamu. Yang penting kamu inget Gusti Allah. Jalan yang benar, Agama nomor satu. Ngaji dan shalat jangan jadi formalitas tapi harus jadi pegangan kamu!"

Biasanya kalau sudah begini, sambil menuangkan sirup ABC yang konon setelah itu membuat tenggorokan gatal, Dru hanya menganggukkan kepala, seolah menuangkan sirup harus konsentrasi tingkat tinggi agar ibuk ga dumel, "Lihat sini lo kalau Ibuk bicara"

103 FM menemani Dru untuk sekadar mencerna segala hal yang Ibuk sampaikan, kemudian berdebat dengan diri sendiri lalu membenarkan sedikit sabda Ibuk diakhiri dengan pernyataan mutakhir tak terbantahkan yaitu zaman Ibuk dan aku lain, maka apa yang Ibuk sampaikan jelas sudah tidak sejalan denganku.

Aroma kopi tumbuk sudah mulai tercium jauh sebelum adzan Shubuh berkumandang. Tinggal menunggu suara minyak goreng beradu dengan adonan ubi dan pisang goreng buatan Ibuk.
Mata masih saja sepet, semoga aroma gorengan Ibuk tidak segera menusuk hidung. Bukan malas shalat Shubuh tapi membayangkan air wudhu membasahi wajah saja rasanya seperti diguyur air hujan saat langit sedang gelap, kemudian karena lupa membawa payung sehingga harus berlari berlomba dengan cipratan air langit agar segera sampai di rumah dan menyelesaikan adegan tadi dengan mandi.
Kalau temanya sudah mandi, mau tidak mau harus melek permanen. Dibawa pulas lagi jelas sudah beda seninya.

Duh maaf ya Allah. Oke aku bangun.

"Dru..."
"Iya Buk... sudah. Ini sudah bangun."
"Mau bareng apa ndak?"
"Ndak Buk, Ibu sama Bapak aja. Aku masih ngelamun sebentar ya Buk"

Sayup terdengar dumelan Ibuk lagi.
"Dasar Dru. Sudah tahu kalau shubuh dia ada jadwal melamun, bangun lebih awal gitu lo. Nanti kalau Ibuk dan Bapak sudah tidak ada menyesal lo. Cari imam, cari teman Shubuhan ndak ada lagi."

Duh, Ibuk. Kebiasaan deh kalau mau ajak Shubuhan tapi aku masih ada jadwal yang lain.
"Aku dengar Buk. Besok aku bangun lebih awal ya"

Aku ingkar lagi. Sampai shubuh tadi masih saja aku tak bisa tepat janji untuk Ibuk dan Bapak.
"Aku buru-buru ya Buk. Kereta jam lima pagi. Minggu depan aku janji deh. Aku akan temani Ibuk jadi makmum Bapak ya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun