Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiupan Ruh yang Kedua

23 November 2018   23:23 Diperbarui: 23 November 2018   23:48 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alarm otak kali ini sedang tak mau kompromi dengan alarm biologis yang lainnya. Air hujan yang kutunggu sejak lama tak mampu membantu untuk menyembunyikan rasa lelah yang tanpa aba-aba tiba-tiba membungkus semua bagian dari yang sudah Tuhan ciptakan. Sengaja aku terobos angin malam dengan kecepatan yang tak biasa, berharap mampu memacu kembali adrenalin yang lama sudah tak pernah ku sapa dan ku panggil

Lelah, satu kata yang selalu aku kubur dan tak akan aku biarkan bangun walau jadi mumi bahkan fossil sekalipun. Its the worst word shouldn't appear. Sepanjang hidupku aku tak pernah berteman dengannya, buatku lelah hanya membuat hidup semakin mengurangi nilai manfaatnya, bahkan hanya akan membuat seseorang yang makin tak memiliki identitas.

Tapi tidak kali ini, bisa-bisanya aku menyerah dengan hal yang tak seharusnya.

Dalam besutan kilometer aku biarkan pikiranku bekerja sendiri, sedikit aku meminta Tuhan untuk menimpali obrolan dalam pikiranku. Apa yang salah?

Apa yang belum Tuhan berikan untuk mengujiku? Apa pula yang ingin Tuhan perlihatkan padaku? Apa Tuhan akan mengajakku bertemu dengan hikmah sebuah kejadian? Arti hikmah saja masih ambigu buatku.

Satu persatu aku buka layar dibelakangku...

Lelahku adalah soal waktu, waktu yang kubiarkan berjalan begitu saja dari saat aku memutuskan keputusan terbesarku, sampai pada akhirnya aku menjadi katak dalam tempurung, menjadi burung dalam sangkar dan menjadi seseorang yang bukan aku. Aku tak pernah menyesali, untuk apa? Lebih baik aku menerpa diriku sendiri dengan hal yang menyenangkan, walau dengan drama sekalipun. Berharap mendapat surprise dari Tuhan atas segala hal yang aku biarkan dan kulakukan ini.

Saat teman-temanku menghujat bahwa aku tak menjalankan kodratku sebagai wanita, kembali datang "Lelah". Bukan aku lelah menjadi super woman, tapi aku lelah untuk menghadapi tipe manusia yang berpikiran pendek, terlalu kotak dalam menilai hidup bahkan lupa bila Tuhan menciptakan manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Berani aku katakan, aku yang kelebihan dan kamu yang kekurangan. Aku jelas kelebihan, karena aku berani menantang dunia, untuk meminta waktu bukan lagi 24 jam, tapi lebih dari itu.

Sementara kamu, hai sang penghujat, saat berlindung dibalik firman-Nya, kau katakan lelahku adalah pahala padahal disaat yang sama, bila kau mau makan kau tinggal makan, bila kau mau tidur kau tinggal tidur bahkan bila kau mulai gerah, kau pergi saja mandi.  Aku??? mau makan aku harus tunggu jam 12 tepat, mau tidur hanya bisa mencuri waktu dalam hitungan detik, bila gerah aku kipas2 saja badanku. Aku yang kelebihan kan?

Dan lelahku adalah soal Kamu. Aku bukan hitungan akuntansi, jadi jangan kau hitung untung rugi denganku. Aku bukan aset mu, maka jangan kau taksir nilaiku, sehingga kau terlalu banyak menyimpan label di badanku, memang akan kau jual berapa aku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun