Mohon tunggu...
S.  R.  Siola
S. R. Siola Mohon Tunggu... Relawan - Self-Motivator

Change is starting from yourself ...

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mari Bermeditasi (dalam) Menulis

24 Januari 2020   21:58 Diperbarui: 25 Januari 2020   05:32 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis. (sumber: shutterstock)

"Meditasi menulis", pernahkah Anda mendengarnya? Atau, malah sudah sering melakukannya? Untuk anda yang gemar menulis, apakah perlu sesekali melakukan meditasi menulis? Kapan tepatnya meditasi menulis ini perlu dilakukan? 

Dan bagi anda yang belum mengenal, izinkan saya memaparkan sedikit terkait meditasi menulis.  

Meditasi menulis adalah jenis meditasi yang dilakukan sambil menulis. Mengikut kaidah umumnya, meditasi mengajak kita untuk melepas beban-beban saat proses menulis, tidak menghujat persoalan apapun yang menghalangi, mengabaikan semua rintangan, perasaan tidak mampu, atau rasa bangga sebab tidak pernah menemui kesulitan-kesulitan dalam menulis.

"Abaikan semua bisikan-bisikan... Lepaskan semua beban...
Teruslah menulis, dan sadari bahwa anda sedang menulis..."

"Menulislah dengan penuh cinta... Menulis demi kemanusiaan...
Menulis untuk berbagi... untuk belaskasih..."

"Mari fokus menulis, dan kesadaran bahwa anda sedang menulis.
Lepaskan semua, dan masuklah ke dunia menulis yang menyenangkan..."

Mungkin anda yang pemula, masih saja menggerutu di malam ini karena sulit terkendala ide. Sulit menulis dikarenakan pikiran yang amburadul. 

Sulit menulis dikarenakan kurangnya dukungan. Hingga keluar dari mulut anda, buat apa lagi saya menulis? Toh tidak ada juga yang memberi saya semangat, apalagi pujian!

"Tenang jiwa, tenang jiwa,
jangan marah jiwa, jangan marah..."

Saat hati dan pikiran tak saling kompromi, menemui jalan buntu begini, mengapa harus terus menulis?! Siapa yang untung coba?? Toh cuma lelah saja yang didapat. Jangankan duit, dibaca saja belum tentu. Siapa coba yang akan beri penghargaan?!

"Tenang jiwa, tentang jiwa, tenang jiwa..."

Tapi buat apa? Semakin menulis, semakin ribut di hati dan pikiran. Sekarang pun, untuk terus lanjut terasa sangat berat. Buku yang kelar dibaca tadi, pun tidak cukup membantu. Ah, sudahlah. Saya menyerah!

Dalam keadaan seperti ini, saya teringat dengan guru Meditasi saya, Guruji Gede Prama. Kata Guruji, sebaik-baik bermeditasi adalah beristirahat. Berdamai dengan semua perang jiwa.

"Istirahat, istirahat, istirahat..."

Saat-saat anda menemui mental block saat menulis, apa yang anda lakukan? Kata seorang penulis senior, membaca dan kemudian tulislah. Saya juga percaya dengan prinsip ini. 

Bagi saya, membaca adalah pencair kebuntuan menulis. Membaca adalah obat kuatnya agar mampu terus menulis. Tapi jika hati dan pikiran kosong begini, bagaimana bisa menulis sesuatu yang hebat dan membawa manfaat? Ah, sungguh berat!

"Tuhan alam, jiwa ini lelah. Tuntunlah. Bawalah pada alam kedamaian.
Peluklah dengan ketenangan walau sebentar saja..."
 

Malam ini, mari untuk santai sejenak. Teruslah menulis tanpa memaksakan. Biarlah jiwa menutur apa saja yang diinginkannya. Biar jemari bekerja tanpa desakan. 

Tetaplah menulis dengan menerima unsur-unsur positif alam, dan lepaskan unsur-unsur negatif. Dengan kebaikan-kebaikan yang diberikan oleh semesta, semaikan lagi ke semesta raya. Hingga damai memenuhi jiwa.

Ah, kalau hati terasa damai begini, atau jika jiwa sedang bermeditasi menulis seperti ini, rasa-rasanya menulis lima halaman dalam sepuluh menit, tidak pernah cukup rasanya.

"O, tubuh. Biarlah kalian hening sejenak. Kalian sudah begitu lelahnya.
Terimakasih sudah banyak membantu pekerjaan saya. Kalian begitu baik."

"Saya sangat menghargai pengorbanan kalian, dan selalu butuh pertolongan kalian.
Saya mencintai kalian. Terimakasih. Terimakasih.."

Sebenarnya menulis bukanlah pekerjaan sia-sia. Banyak manfaat luar biasa yang bisa diperoleh dari menulis, dan kemudian membaginya. Salah satunya adalah terapi kesehatan jiwa. 

Aktualisasi diri dalam menulis ibarat pelepasan emosi terpendam yang selama ini (mungkin) belum ada wadahnya. Hingga kadang meninggalkan beban berat dan mengganjal jiwa, hati, dan pikiran.

Semua ini sampah-sampah ini tentu saja merusak jika sampai bertumpuh di jiwa, dan tidak disalurkan; apalagi dibersihkan dan dibuang ke penampungan sampah. 

Nah, menulis adalah obatnya. Selain jiwa mendapat kesembuhan, akal-budi pun menjadi sehat; terjaga kelembutan dan kepekaannya.

Saya tutup dengan pesan seorang Arif dunia Timur, Akal adalah panglimanya tubuh. Ketika akal manusia sakit (rusak), maka sakitlah (rusaklah) seluruh pasukannya.

Maka menulislah! Jika belum bisa, mungkin jiwa (anda) sedang butuh ber-meditasi menulis. Seperti saya yang sedang ber-meditasi menulis saat ini. Yuk, bareng-bareng...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun