Mohon tunggu...
CHYNTIA
CHYNTIA Mohon Tunggu... Mahasiswi

Mahasiswi Program studi Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kabur Aja Dulu: Strategi Bertahan atau Bentuk Perlawanan?

8 April 2025   11:30 Diperbarui: 8 April 2025   11:30 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/8xQiB4HWWrqPuQzNA

"Kabur aja dulu." Istilah ini banyak ditemui di aplikasi X/Twitter, Tiktok, Bahkan Instagram. apa sesungguhnya makna dari "kabur"? Apakah ini tanda kelemahan, bentuk pelarian egois? Atau justru strategi bertahan yang cerdas, bahkan diam-diam sebuah bentuk perlawanan terhadap sistem yang makin tak masuk akal?

"Kabur aja dulu" bisa dipahami sebagai bentuk auto-pilot rebellion, sebuah ajakan tidak langsung untuk mundur sejenak dari sesuatu yang melelahkan, membingungkan, atau bahkan menyakiti, sebelum akal sehat benar-benar tumbang.

Ada kalanya, kabur adalah satu-satunya pilihan logis yang tersisa. Ketika ruang kerja berubah jadi penjara bernama "deadline", ketika kuliah bukan lagi proses belajar tapi kompetisi burnout berjamaah, maka "kabur aja dulu" adalah upaya menyelamatkan sisa-sisa kewarasan. 

Dalam perspektif psikologi, tindakan ini bisa dipahami sebagai mekanisme bertahan, coping mechanism yang muncul saat individu merasa tak lagi punya kendali atas situasi. Jadi, bertahan hidup di tengah sistem yang terus memeras kita, bukankah itu juga bentuk keberanian?

Namun di sisi lain, kabur juga bisa menjadi aksi politik diam. Sebuah "nggak ikut-ikutan" terhadap sistem yang dianggap korup, toksik, dan tidak berpihak. Misalnya, ketika seorang karyawan memilih keluar dari perusahaan karena tak ingin menjadi bagian dari budaya kerja eksploitatif itu bukan sekadar mundur, tapi penolakan aktif terhadap sistem nilai yang menindas. 

Menariknya, dua sisi ini tak harus saling bertentangan. "Kabur" bisa menjadi jembatan antara bertahan dan melawan. Ia adalah jeda untuk bernapas, sekaligus langkah mundur agar bisa lompat lebih jauh atau mungkin, lompat ke arah yang sepenuhnya baru. Dan mungkin, di dunia yang selalu menuntut kita untuk "kuat", "tahan banting", dan "jangan manja", kabur adalah bentuk radikal dari self-love. 

Psikolog Bren Brown pernah berkata, "Daring to set boundaries is about having the courage to love ourselves, even when we risk disappointing others." Bukankah kabur juga bisa menjadi bentuk penetapan batasan yang sehat?

Pada akhirnya, "Kabur Aja Dulu" bisa jadi bukan sekadar seruan malas. Ia adalah manifesto kecil dari orang-orang yang lelah dibentuk oleh sistem, tapi enggan dibinasakan olehnya. Jadi, kalau kamu sedang mempertimbangkan untuk kabur... mungkin itu bukan tindakan pengecut. Bisa jadi, itu bentuk cerdas untuk tetap waras. siapa tahu, di balik kaburnya seseorang, ada jalan baru yang lebih manusiawi. Dan kalau pun tidak, setidaknya dia sempat bernapas.

Apakah 'Kabur Aja Dulu' adalah bentuk survival cara bertahan hidup di dunia yang terlalu cepat dan kejam? Atau justru bentuk perlawanan diam terhadap sistem yang tak lagi masuk akal?

"Kabur" sebagai Strategi Bertahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun