Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menyimak Rohingya dari Film Midwives yang Jujur dan tak Memihak

29 September 2022   01:33 Diperbarui: 29 September 2022   01:37 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Steel eye film (via: screen-queens.com)

Midwives adalah sebuah film dokumenter yang difilmkan di Myanmar, tepatnya di wilayah etnis Rohingya, film ini mengisahkan interaksi dan ketegangan antara dua orang bidan, yang memiliki latar belakang berbeda, dimana yang satu adalah pemeluk agama Buddha dan yang satunya adalah muridnya yang merupakan seorang Muslim Rohingya.

Mereka berdua bekerja bersama di sebuah klinik persalinan darurat di Myanmar barat, untuk memberikan layanan medis kepada orang-orang, terutama dari etnis Rohingya yang akan melahirkan.

Film ini disutradarai oleh Hnin Ei Hlaing dan ditayangkan perdana di Sundance Film Festival 2022 dan memenangkan Excellence In Verit Filmmaking World Cinema Documentary Special Jury Award.

Film dokumenter yang difilmkan selama kurang lebih lima tahun di tahun 2012, sebelum dan sesudah kudeta militer yang menggulingkan Aung San Suu Kyi. Lokasi pengambilan film ini sendiri adalah di negara bagian Rakhine di Myanmar barat, berbatasan dengan Bangladesh, Rakhine adalah wilayah dari ribuan masyarakat Muslim Rohingya yang selama beberapa dekade telah menderita penindasan dan bahkan genosida akibat kefanatikan yang paranoid dari teokrasi Buddhis di Burma atau Myanmar sekarang ini.

Sutradara Hnin Ei Hlaing begitu terbuka dengan pandangan jujur dan tidak memihak, mampu menangkap realitas yang unik dari dua orang wanita pemberani yang bersatu untuk membantu melahirkan kehidupan, di wilayah yang penuh gejolak kemanusiaan, di negara yang telah lama tertutup hingga disalahpahami oleh banyak orang.

Film ini bisa menjadi pengingat bagi kita bahwa, ada di bagian lain dunia ini, menjadi penganut agama (apapun) tidak akan selalu membuat kita menjadi orang yang baik, suci dan lemah lembut.

Dokumenter karya Hnin Ei Hlaing ini mengisahkan dua tokoh utama Hla dan Nyo Nyo yang tinggal di Rakhine, wilayah yang penuh dengan konflik berlatarkan agama, dimana orang-orang Rohingya (komunitas minoritas Muslim di Myanmar) dianiaya dan ditolak hak asasinya.

Hla adalah seorang penganut Buddha yang memiliki sebuah klinik medis darurat di Myanmar barat, Hla terlihat angkuh dan bermulut pedis. Namun, di balik semua itu, Hla rela mempertaruhkan keselamatan dirinya sendiri setiap hari dengan membantu pasien-pasien Muslim.
Sementara itu Nyo Nyo adalah seorang bidan muslim yang magang dan bekerja sebagai asisten dan penerjemah di klinik milik Hla. Nyo Nyo bersama keluarganya telah tinggal di wilayah Rakhine selama beberapa generasi, mereka pun pandai berbahasa Rakhine, namun mereka masih tetap dianggap sebagai penyusup yang tidak dikehendaki.

Nyo Nyo sebagai seorang Muslim yang minoritas, tentunya sangat memahami bagaimana pandangan dan prasangka dari sekelilingnya. Dimana hampir setiap hari ia dibuat gelisah menonton laporan berita demonstrasi dan protes terhadap Komunitas Muslim dan pendukung Muslim.

Merasa terdorong dan tertantang oleh Hla, majikannya yang setiap hari rela terjun membantu pasien-pasien Muslim tanpa menghiraukan keselamatan dirinya sendiri. Nyo Nyo pun bertekad untuk menjadi penyedia layanan kesehatan yang tetap bagi komunitasnya sendiri.

Nyo Nyo pun akhirnya mendirikan kliniknya sendiri, dengan bantuan kelompok simpan pinjam wanita Muslim, ini semua untuk menjawab skeptisisme yang berbeda dari Hla si rekan Buddhisnya. Sesungguhnya meski terdapat perbedaan di antara mereka berdua, namun  persahabatan esensial mereka telah membawa Nyo Nyo pada kegigihan untuk menghadapi keterasingannya di wilayah yang tak pernah ramah bagi komunitas muslimnya.

Secara keseluruhan, ini film yang menggambarkan kesuraman dari konflik kemanusiaan, meski demikian tetap ada terselip momen-momen yang cukup lucu, seperti ketika seorang pria lokal yang muncul dan menunjukkan berbagai gerakan tariannya. Sutradara Hnin Ei Hlaing telah menitipkan pesan kepada penonton sebagai pengingat bahwa melahirkan pun, yang merupakan pengalaman manusia yang paling universal, masih bisa dikaburkan oleh pikiran sektarian dan rasa curiga.

Midwives ditayangkan perdana di Sundance Film Festival 2022, pada 21 Januari 2022. Dan akan rilis resmi di pasaran pada 30 September ini.

Sebagaimana yang dikatakan sang sutradara Hnin Ei Hlaing dalam wawancara yang dikutip dari screen-queens.com:

"Kami sedang melalui periode yang sangat tragis dan setelah kudeta militer tahun lalu, orang membutuhkan dukungan internasional untuk melawan. Saya juga ingin memutar film di Myanmar untuk mendidik kelompok etnis lain tentang situasi Rohingya. Orang-orang hanya tahu sedikit tentang komunitas ini dan saya berharap dengan menonton film saya, mereka akan mulai memahami bagaimana Rohingya berjuang, mereka tidak memiliki hak untuk bepergian atau mengakses pendidikan"

Sebuah film dokumenter yang jujur dan tidak memihak dari sebuah wilayah gelap dengan konflik kemanusiaan yang mengusik keprihatinan dunia, tentu akan menarik untuk kita disaksikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun