Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Angkutan Umum dari Tahun ke Tahun Masih Saja Memprihatinkan

16 Desember 2021   12:12 Diperbarui: 16 Desember 2021   12:27 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi umum masal, seperti bus kota atau setidaknya angkot, merupakan salah satu alternatif solusi terbaik untuk mengurangi kemacetan lalu lintas perkotaan selain itu juga untuk mengurangi beban polusi udara di daerah perkotaan. Selain bermanfaat untuk membantu program pemerintah, dalam mengurangi kepadatan di jalan raya, serta beban polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, naik angkutan umum bisa membuat masyarakat menghemat ongkos atau biaya transportasi.

Angkutan umum dengan segala problematikanya tetap menjadi sebuah alternatif pilihan bagi banyak anggota masyarakat, khususnya yang membutuhkan transportasi untuk menempuh perjalanan dengan satu tujuan saja seperti dari rumah ke sekolah, dari rumah ke tempat kerja, dari rumah ke tempat belanja dan sebaliknya, angkutan umum jelas jauh lebih murah dan mudah.

Tapi dari tahun ke tahun sepertinya keberadaan angkutan umum massal belum bisa memuaskan keinginan masyarakat untuk merasakan layanan angkutan umum yang selain murah juga aman, dan nyaman bagi semua penggunanya, baik untuk yang pria maupun wanita, dewasa dan anak kecil, penderita disabilitas dan yang sehat, tua ataupun muda.

Saya yang sejak muda telah akrab dalam menggunakan transportasi angkutan umum, kadang masih merasakan suasana dan keluhan yang masih sama dengan yang saya rasakan 30-40 tahun yang lalu, meski hal positif seperti biaya murahnya naik angkot memang masih yang termurah sejak dulu, tapi problem keamanan, ketidaknyamanan masih juga ada sampai sekarang. Serbuan moda transportasi umum lain, seperti ojek, taksi, baik yang biasa maupun yang online tetap saja tidak menjadikan angkutan umum seperti Bus Kota, Angkot, Pete-pete (sebutan angkot di kota saya di Kendari dan Makasar), atau apapun namanya di daerah-daerah lain menjadi tersisih, kendaraan umum ini masih saja eksis meskipun sudah terseok-seok.

Teringat di pertengahan tahun 80-an saat masih menjadi mahasiswa di kota Malang, hampir tiap hari menggunakan Bemo sebagai alat transportasi untuk pergi dan pulang kuliah ataupun ke tempat-tempat lain. Suka duka naik Bemo masih terbayang dan kayaknya masih ingin diulangi tapi sudah tak mungkin lagi. Bisa dibayangkan bagaimana Bemo yang cukup kecil tapi disesaki oleh enam orang penumpang apalagi dengan tujuan yang cukup jauh, bagaimana bemo yang bahan bakarnya campuran bensin dengan minyak tanah yang menghasilkan asap hitam yang bau dan warnanya melekat di rambut dan pakaian terlebih kalau lagi hujan, asap knalpotnya semakin banyak dan tebal melekat di badan. Kapok? Tentu saja tidak.

Begitu juga angkot jenis mikrolet, yang menggantikan keberadaan Bemo yang perlahan dibatasi hingga akhirnya dilarang. Meski lebih besar namun sama seperti Bemo angkot juga selalu disesaki penumpang hingga 14 penumpang, tempo itu sepertinya kita tidak bisa memilih-milih angkot yang kosong atau agak kosong agar bisa duduk nyaman, dapat angkot yang bisa memuat saja kadang lama nunggunya, mungkin ini kebijakan agar pengusaha angkot bisa tetap untung meski dengan tarif murah tetapi dengan jumlah penumpang yang diangkut cukup banyak.

Yah pilihan kami naik angkut waktu itu, hanya agar dapat sampai ke tujuan dengan biaya murah, mudah-mudahan  selamat dan masalah kenyamanan tidak lagi menjadi perhatian. Dan sepertinya di banyak kota ketersediaan angkutan umum kota lebih pada pendekatan biaya murah, sementara untuk faktor keselamatan dan kenyamanan masih dinomor duakan. Kecelakaan lalu lintas, pelecehan seksual, kecopetan serta perbuatan kriminal lainnya masih menjadi kekhawatiran pengguna angkutan umum, dan itu masih kerap terjadi.

Seandainya semua pemerintah kota dapat menyediakan moda transportasi umum perkotaan seperti DKI Jakarta dengan dengan Bus Trans Jakartanya, tentu betapa nyamannya menggunakan angkutan umum seperti itu, biaya relatif murah, tidak berdesakan, naik dan turun di tempat yang ditentukan. Saya masih bisa membayangkan ketika ke Jakarta dulu, naik Metromini atau Kopaja, naiknya kejar-kejaran, turunnya loncat-loncatan, sangat tidak mengenakkan bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik.

Sekarang apalagi karena pandemi covid-19 saya sudah jarang menggunakan angkutan umum, tetapi sebelum ini meski sudah memiliki kendaraan, saya masih memilih untuk menggunakan kendaraan umum Pete-pete untuk ke kantor, saya merasa lebih praktis dan santai dengan angkutan umum apalagi jika sempat dapat tempat duduk di depan, bisa santai sambil mengirim dan membalas pesan wa ataupun sms dengan rekanan.

Cara saya untuk memilih angkutan umum yang akan saya tumpangi cukup sederhana, yaitu menunggu angkot langganan yang ada beberapa angkot yang menjadi langganan saya, kalau terburu-buru saya memilih angkot yang masih agak baru dan baik kondisinya, serta melihat siapa pengemudinya. Pengemudi angkot ini biasanya banyak yang sopir tembak, masih anak ABG, ini biasanya suka ugal-ugalan di jalan, dan saya tidak pernah mau naik angkot yang sopirnya ABG begini. Terakhir saya melihat bagaimana cara mobil angkot itu berhenti untuk mengambil penumpang, jika cara berhentinya mulus dan kelihatan tidak terburu-buru saya akan menumpang, tapi jika berhentinya model serampangan, asal berhenti, maka saya memilih untuk tidak menumpang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun