Mohon tunggu...
Christine Gloriani
Christine Gloriani Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Pembaca yang belajar menulis

Pembaca yang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Eksperimen Cinta 3 - Beda Golongan

30 Desember 2018   18:45 Diperbarui: 31 Desember 2018   10:29 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Napasku masih belum teratur karena naik tangga dengan cepat agar tidak terlambat. Sempat memberi salam pada asisten dosen sebelum dia menyerahkan nampan berisi reagen golongan darah. Aku balik badan dan menekuk bibir. Aku sudah tahu kalau materi praktek hari ini adalah golongan darah tapi masih terasa berat untuk menjalani hari ini.

Sudah hari ketiga menjadi partner Elang tapi perasaan gugup masih terus ada apa lagi saat aku harus memegang tangannya seperti ini. 

Pengambilan darah kali ini di jari karena menggunakan darah kapiler, bukan darah vena. Jari telunjuk dan ibu jariku mengurut jari manis milik Elang sementara tangan kananku memegang lancet. 

"Tusuk saja! Jangan lama-lama melamun!" Suara Elang yang sedikit keras membuatku terkejut. Tanganku refleks bergerak menusukkan lancet ke ujung jari Elang.

"Pelan napa? Sakit!" Elang meringis menahan sakit.

"Maaa ... maaf. Kamu ngagetin sih." Aku memijat lembut jari Elang untuk mengeluarkan darah, aku tidak mau dibentak gara-gara terlalu kasar. Pasti tadi terlalu dalam yang nusuk. 

Kubalik telapak tangan Elang hingga darah mengarah ke bawah. Darah itu menetes pada kertas golongan darah. Aku menutup luka Elang dengan kapas bersih. Elang menekan ujung jari tengah dengan ibu jari agar perdarahan berhenti.

Reagen golongan darah diteteskan sesuai kolom. Baru kali ini aku mengecek golongan darah Elang tapi sudah tahu hasil akhirnya. Aku mencampur darah dengan reagen. Kolom A dan B ada aglutinasi, itu berarti golongan darah Elang adalah AB.

Sekarang gantian Elang yang mengambil sampelku. Aku tidak memperhatikan tindakan Elang. Mataku terpaku pada ekspresi wajah Elang yang mengeras. Aku tahu benar apa yang ada di pikirannya.

Kami sudah menyelesaikan praktek dan tinggal menunggu buku praktek dikembalikan. Kembali kuperhatikan Elang. Dia mengepalkan tangan dengan keras. Kuberanikan diri untuk menggengam tangannya. Kepalan tangannya perlahan mengendur.

"Aku tidak butuh dikasihani," ujar Elang sambil menarik tangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun