By Christie Damayanti
[caption id="attachment_216779" align="aligncenter" width="482" caption="Dokumen Pribadi"][/caption]
Mading? Sepertinya memang jadul sekali! Ketika aku bersekolah SMP sampai SMA, aku sangat mengenal 'mading' yaitu majalah dinding. Dulu, kami harus membuat mading tiap periodik sekali. Per periodik masing2 kelas 1 sampai kelas 3 paralel masing2 untuk 5 kelas, membuat kami selalu memperhatikan apa yang kami ingin buat di mading berikutnya. Walau, dulu tema mading memang ditetapkan oleh guru BP atau Osis, tetapi kami bisa untuk membuat tema sendiri, misalnya, jaman 'class meeting', kami membuat tema 'class meeting' dan mewawancarai bintang2 class meeting tersebut, dan kami berlomba untuk mewawancarai karena kami sepakat untuk tidak dobel wawancara, sehingga tidak saling bersaing.
Itu dulu, jaman aku sekolah. Bagaimana mading jaman sekarang?
Ternyata mading masih lumayan diminati oleh siswa siswi di sekolah2 SMP maupun SMA. Eh ... tidak tahu untuk SMA ya, tetapi minggu lalu, anakku, Michelle yang sekarang kelas 8 atau kelas 2 SMP, mengikuti lomba mading atau tepatnya 'kording' ( koran dinding ) pada Bulan Bahasa se Jakarta Timur. Dan sekolah Michelle medapat juara ke-2 dan melanjutkan se Kotamadya, minggu depan.
Dalam kording tim sekolah Michelle, katanya selalu ada bagian reportase. Dimana reportase ini merupakan bagian yag menarik, karena selalu baru. Maksudnya, orang yang diwawancarai boleh sama, tetapi tergantung apa temanya, seperti bulan bahasa, bulan Natal atau Paskah. Termasuk, mereka harus membuat 'tajuk', sebuah opini remaja dalam suatu suasana. Yang pasti, selalu ada Berita Utama, Berita Hangat, Info ( artikel ), Pengantar Redaksi, Tajuk ( opini ), Tim Redaksi, Fiksi ( puisi, cerpen, humordan sebagainya ) dan Wawancara. Dan harus disetujui oleh guru Bahasa Indonesia. Dan yang menarik adalah, SEMUA DI TULIS DENGAN TANGAN / TIDAK BOLEH DI KETIK. Dan ini membuat mereka tetap bisa mengekspresikan talentanya secara maksimal TANPA bantuan teknologi modern .....

'Kording' karya Michelle dan tim redaksi sekolahnya.
Begitu juga dengan IDKita Kompasiana. Hari Jumat dan Sabtu kemarin, tanggal 5 dan 6 Oktober 2012, SMP Tunas Harapan Nusantara di Bekasi mengundang IDKita Kompasiana untuk berdialog tentang 'Internet Sehat dan Aman' serta workshop untuk membuat mading dalam rangka remaja beraktifitas, bukan hanya berinternet saja. Bahwa, mading pun tetap bisa berjaya, ketika mbah Google berjaya di dunia maya untuk banyak informasi.
Semuanya memang ada di internet, apapun! Mbah Google menyediakannya semua, dengan banyak cara. Bahkan anak2 SD pun mudah untuk mendapatkan informasi lewat mbah Google. Tetapi toh informasi tersebut tetap di posting oleh seseorang atau banyak orang. Mereka mem-posting kadang2 tidak 'melihat' konsumen, sehingga semuanya campur aduk tanpa sensor.
Tetapi jika kita ingin membuat informasi yang baik dan menarik, ternyata bukan dengan membuat reportase tentang hal2 yang sering kita dengarkan atau yang sering diutarakan oleh banyak orang terkenal, tetapi banyak orang2 yang justru tidak terkenal, membuat inspirasi banyak orang dalam berkegiatan. Contohnya ketika IDKita meminta remaja2 di SMP Tunas Harapan Nusantara untuk mewawancarai orang2 di sekitar mereka untuk dibuat reportase.